Konten dari Pengguna

Agrowisata Anggrek Desa Purwosari- Yogyakarta, Ekowisata Berkelanjutan

anindawibowo
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN
7 November 2024 12:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anindawibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Desa Purwosari, Kabupaten Kulon Progo telah dikenal sebagai salah satu destinasi desa wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Purwosari memiliki ketinggian 700-900 m di atas permukaan laut, desa ini sejak lama menjadi pusat kegiatan konservasi yang digerakkan oleh warga lokal dan didukung oleh lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Kanopi Indonesia. Pengembangan wisata berbasis konservasi dan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan merupakan inti dari daya tarik desa Purwosari. Salah satu kegiatan konservasi yang dilakukan oleh desa Purwosari dengan bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah konservasi anggrek lokal dari kawasan desa Purwosari. Kegiatan tersebut dilakukan sejak bulan Agustus 2023 hingga September 2024.
ADVERTISEMENT
Tahapan awal yang dilakukan untuk mengkonservasi anggrek adalah melakukan pendataan dan identifikasi atau pengenalan jenis anggrek yang terdapat di sekitar desa Purwosari. Proses pendataan dan identifikasi anggrek sangat bervariasi, jika anggrek yang ditemukan sedang berbunga maka proses identifikasi akan lebih mudah, namun apabila anggrek yang ditemukan tidak sedang berbunga maka proses identifikasi harus ditunda hingga muncul bunga. Hal ini dikarenakan proses identifikasi anggrek memerlukan bagian bunga terutama bagian labellum atau bibir yang memiliki karakter pembeda tiap jenis.
Anggrek Dendrobium mutabile. Foto: Aninda
zoom-in-whitePerbesar
Anggrek Dendrobium mutabile. Foto: Aninda

Anggrek asal Purwosari

Anggrek yang ditemukan hingga saat ini di Purwosari berjumlah 21 jenis yang terdiri dari 17 jenis anggrek epifit dan 4 jenis anggrek terestrial (anggrek tanah). Anggrek epifit adalah anggrek yang memerlukan pohon inang untuk menempel, namun tidak merugikan pohon inangnya. Anggrek epifit rentan mengalami penurunan populasi karena berkurangnya pohon inang atau secara tidak sengaja, pohon inang yang ditempati adalah pohon pertanian produktif. Anggrek epifit yang memiliki potensi sebagai ikon Purwosari adalah Dendrobium mutabile dengan bunga putih dan semburat merah muda, anggrek ini nampak cantik dan manis saat mekar bersamaan. Sedangkan untuk anggrek tanah yang sering didapati di Purwosari adalah Arundina graminifolia atau sering disebut sebagai anggrek bambu, Spathoglottis plicata atau dikenal dengan nama anggrek tanah ungu, dan Zeuxine gracilis. Anggrek tanah sangat rentan mengalami penurunan populasi yang disebabkan oleh alih fungsi lahan serta perubahan iklim yang membuat mikro-klimat tanah berubah.
ADVERTISEMENT
Dokumentasi dan identifikasi anggrek alam. Foto: Rio

Upaya konservasi berkelanjutan

Tahap kedua dari upaya konservasi anggrek di wilayah Purwosari dilakukan dengan pembuatan rumah paranet anggrek. Pendirian rumah paranet anggrek di Purwosari ditujukan untuk dapat menjadi display anggrek dan untuk perbanyakan tanaman anggrek yang telah dikoleksi. Rumah paranet ini menjadi tempat utama untuk menampung anggrek yang secara tidak sengaja terjatuh dari ranting atau terpotong saat pembersihan lahan pertanian. Sekarang, para wisatawan yang berkunjung ke Purwosari tidak perlu melalui track sulit berbukit untuk menikmati keindahan anggrek asal Purwosari. Mereka dapat mengunjungi rumah paranet yang terletak di depan penginapan Arum Dalu dengan sangat mudah. Lebih lanjut lagi, rumah paranet ini diperlukan untuk budidaya anggrek lokal diperlukan agar menjamin keberlanjutan jenis yang ada di Purwosari. Inisiasi budidaya ini diharapkan agar masyarakat dapat memanfaatkan tanaman koleksi sebagai tanaman induk perbanyakan atau sebagai bahan penelitian awal untuk kosmetik dan obat.
Pelatihan aklimatisasi bibit anggrek botol. Foto: Rio
Dalam upaya konservasi dan penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, sangat penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam seluruh aspek. Oleh karena itu BRIN sebagai lembaga utama inisiator konservasi anggrek ini mengadakan pelatihan pengenalan anggrek serta budidaya anggrek. Pelatihan dilakukan pada tanggal 04 September 2024 lalu. Dalam pelatihan tersebut BRIN berkoordinasi dengan Kepala Desa dan dibantu oleh mahasiswa Biology’s Orchid Study Club (Biologi – UGM). Peserta pelatihan merupakan perwakilan dari 13 dusun yang ada di Desa Purwosari. Dalam pelatihan tersebut, dipaparkan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, keragaman anggrek di Purwosari, potensi yang dapat digali, dan cara perbanyakan anggrek baik secara vegetatif maupun generatif. Dengan transfer ilmu ini, diharapkan warga Purwosari dapat mengaplikasikannya dalam pengembangan desa ekowisata.
ADVERTISEMENT
Warga penggiat konservasi Purwosari sering mengadakan giat budidaya anggrek pada akhir pekan. Dalam keseharian perawatan anggrek oleh warga desa, tentu tak lepas dari monitoring peneliti BRIN. Pengunjung juga dapat berpartisipasi langsung untuk mengenal angrek-anggrek asal Purwosari dan dapat membantu kegiatan perawatannya. Ekowisata anggrek di Purwosari ini merupakan bentuk dari sinergi penelitian, gotong royong warga, dukungan pemerintah desa Purwosari, dan juga antusiasme pengunjung wisata.
Perwatan anggrek di dalam greenhouse. Foto: Murni
Kegiatan konservasi anggrek di desa Purwosari ini melibatkan berbagai pihak seperti BRIN yang didanai oleh Alumni Research Support Facility (ARSF) – Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Serta turut bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Kolaborasi berbagai pihak baik dari sektor pemerintah pusat, pemerintah daerah, instistusi pendidikan seperti universitas lokal dan juga peran aktif masyarakat yang berkelanjutan diharapkan mampu membantu suksesnya konservasi anggrek di tiap daerah. Penulis berharap model kolaborasi dengan terbentuknya ekowisata anggrek di wilayah desa Purwosari akan menjadi contoh yang dapat kemudian ditiru oleh Desa lain di wilayah Indonesia untuk dikembangkan dengan mengusung anggrek khas masing-masing daerah sehingga membantu konservasi anggrek Indonesia.
ADVERTISEMENT