Konten dari Pengguna

Sistem Merit: Solusi Masalah Manajemen Kepegawaian

Anintha Kinanti
mahasiswa universitas indonesia, fakultas ilmu administrasi
14 Juni 2021 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anintha Kinanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay
ADVERTISEMENT
Apa yang terbesit di benak anda saat mendengar kata ASN?
ADVERTISEMENT
Sebuah profesi yang bekerja di dalam tata kelola birokrasi pemerintah? Atau mungkin seseorang yang berperan dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat?
Lebih Jelasnya, aparatur sipil negara atau ASN merupakan sebuah profesi bagi pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah. Uniknya, saat ini profesi ASN sedang menjadi incaran para generasi millennial, mengapa? Hal itu karena ASN merupakan sebuah profesi yang mampu memberikan posisi aman dalam menghasilkan gaji atau upah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan jenjang karier yang panjang dan jabatan yang beragam.
Namun, sayangnya untuk menjadi seorang ASN bagi generasi millenial tentunya bukan perkara yang mudah mengingat adanya problematika yang terjadi di dalamnya. Biasanya, intervensi antara sebuah sistem politik dengan rasa kekeluargaan antara pegawai lama dengan calon pegawai baru masih tumbuh di dalam birokrasi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Weingrod (1968) menyebut hubungan tersebut sebagai patronage atau adanya hubungan quid pro quo antara partai yang berkuasa dan politik pendukung, di mana pekerja sektor publik digunakan sebagai hadiah dan ditukar dengan dukungan politik. Selain itu, terdapat spoil system di mana pimpinan partai politik yang berkuasa menganggapnya sebagai eksklusif dalam memberikan jabatan publik kepada para pendukungnya.
Jika permasalahan itu terus diabaikan tentunya hal tersebut akan membuat birokrasi menjadi tidak adil, memihak, dan menindas kaum minoritas, sehingga seruan reformasi (secara administratif hingga birokrasinya) diserukan oleh para pelaku politik, masyarakat, maupun ilmuwan sosial.
Untuk itu, yuk kita telisik lebih jauh apakah penerapan sistem merit di Indonesia dalam sistem seleksi dan penempatan pejabat dalam jabatan, serta komponen yang mewakili sistem merit dari waktu ke waktu sudah sejalan dan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sistem rekrutmen ASN ternyata sudah diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2014 terkait sistem merit pada aparatur sipil negara (ASN) yang mengamanatkan bahwasanya manajemen ASN harus berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja dan dilakukan tanpa adanya diskriminasi, di mana seorang ASN dituntut untuk mampu bekerja secara profesional dan netral sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Pengalihan spoil system menjadi merit system dalam rekrutmen ASN ini ditujukan agar negara mampu membuat sebuah sistem rekrutmen yang bersifat terbuka untuk umum dengan tujuan menyerap calon ASN yang didasarkan pada kompetensi masing-masing atau berdasarkan manajemen talenta dan asas kenetralan.
Selain itu, perekrut juga ingin memastikan setiap jabatan yang ada dalam birokrasi di pemerintah diduduki oleh ASN yang profesional dan berkompeten di bidang yang sesuai.
ADVERTISEMENT

Lalu, Apa Kunci Suksesi Sistem Merit dalam Manajemen Kepegawaian?

Melihat ketertarikan generasi millenial untuk menjadi ASN cukup tinggi, maka pemerintah sudah semestinya mempunyai strategi pendekatan kontemporer tertentu untuk mampu menjaga branding dari ASN sebagai sebuah profesi kepada generasi millenial ke depannya.
Dalam kasus pengisian jabatan sendiri, sistem merit ini memang sudah menjadi gerbang awal yang baik dalam menyaring SDM yang berkualitas, tetapi untuk lebih mengoptimalkan kegiatannya, proses penyaringan SDM ini juga harus didasarkan pada kebutuhan organisasi dan tuntutan dari masyarakat.
Maka dari itu, perlu dilakukan proses analisis jabatan yang efektif dan tepat agar tidak terjadi overlapping staff yang justru akan menghambat jalannya birokrasi dalam sebuah instansi.
Bagaimana caranya? Hal itu dapat dilakukan misalnya dengan menelisik profil pegawai yang memang mampu mendukung dan mendorong kinerja dari organisasi dan juga dengan membuat rencana strategis dalam menyusun pedoman yang sesuai seiring dengan tuntutan yang ada dari masyarakat akan pemenuhan pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Kita bisa lihat bahwa salah satu solusi yang telah diterapkan yakni dilaksanakannya seleksi terbuka untuk mengatasi praktik spoil system. Seleksi terbuka berlaku pada jabatan kecil juga pada proses memilih pejabat pimpinan tinggi secara formal dan objektif sehingga mampu menghapus praktik pengangkatan jabatan pimpinan tinggi (JPT).
Dengan demikian, seleksi terbuka dapat dikatakan cukup berhasil dalam menghapus praktik spoil system secara perlahan-lahan. Namun, keberhasilan tersebut kurang disesuaikan dengan penempatan jabatan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Buktinya, masih saja ditemukan pegawai yang belum siap untuk ditempatkan di jabatan yang akan didudukinya.
Bagaimana cara mengantisipasinya? Hal itu dapat dilakukan sejak awal, misalnya dimulai dari menyusun strategi perencanaan kebutuhan pegawai, analisis jabatan, rekrutmen calon pegawai, pembinaan karier pegawai secara berkesinambungan, manajemen kinerja serta benefit seperti reward dan punishment agar dapat menyeleksi pegawai mana yang benar-benar memiliki kinerja yang optimal selama ia berkarier menjadi ASN dan seberapa baik output yang dikeluarkannya dalam memenuhi tuntutan dari masyarakat serta tujuan dari instansi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk bisa mewujudkan ASN yang profesional, perlu adanya perubahan pola pikir yang sebelumnya berorientasi pada jabatan struktural menjadi fungsional, di mana nantinya para calon ASN diarahkan untuk berprestasi pada jalur yang kompetitif dan formal sesuai dengan hukum yang berlaku.
Referensi
Frank Meyer (1940) Merit System: A “Civil Service” Reform at Grand Haven Junior High, The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas.
Frasher, C. (1947). Merit System Problems. The American Journal of Nursing.
Ismail, N. (2019). MERIT SYSTEM DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI PEMBINAANKARIER APARATUR SIPIL NEGARA, 1–10.
PARLIAMENT, I. (2016). Spoils System - Why it is bad?
Weingrod, A. (1968). Patrons, Patronage, and Political Parties. Comparative Studies in Society and History.
ADVERTISEMENT