Konten dari Pengguna

Bincang Pemimpin & Adab Demokrasi

Anis Matta
Pengamat Politik Internasional
28 April 2018 18:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anis Matta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bincang Pemimpin & Adab Demokrasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada Kamis (26/4) malam saya menghadiri acara Indonesia Leaders Forum yang digagas Ustad Bachtiar Nasir (UBN) dan ACT di Jakarta. Bersama saya hadir pula Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Fadli Zon, dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
ADVERTISEMENT
Saya mengapresiasi acara ini karena mengembalikan tradisi diskusi yang sehat. Leaders’ talks merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi demokrasi di negara-negara beradab. Dalam acara ini, para pemimpin yang diundang harus menunjukkan kekuatan gagasan dan daya persuasinya agar khalayak mau menerima gagasannya. Apalagi, UBN sejak awal merancang acara ini tidak dipancarsiarkan melalui media arus utama, melainkan live streaming melalui media sosial.
Kita mengerti bahwa media adalah institusi yang memiliki visi dan kepentingannya sendiri. Motivasinya bisa macam-macam: ideologi, politik, atau bisnis. Karena itu, langkah disintermediasi yang dilakukan UBN, dengan mem-“bypass” media-media arus utama, meminimalkan potensi pembingkaian (framing) informasi media sesuai kepentingan dan agenda masing-masing.
Dalam perspektif yang lebih “konspiratif”, langkah UBN ini bisa dibaca sebagai perlawanan terhadap media mainstream yang tak jarang mendistorsi perbincangan publik melalui framing dan pengambilan sudut pandang (angle) yang mengabaikan kepentingan publik mendapatkan informasi yang obyektif dan berimbang. Langkah berani ini patut diapresiasi. Adaptasi UBN dan tim terhadap teknologi digital juga harus diteladani. Ini menunjukkan berapa pun usia dan sejauh apa pun pengalaman kita dalam satu bidang, kita harus terus belajar hal-hal baru.
ADVERTISEMENT
Kembali ke leaders’ talks yang sangat saya nikmati semalam, sudah lama tidak ada ruang yang cukup luas untuk mengelaborasi isu-isu krusial bangsa ini. Topik yang diangkat semalam sangat strategis, yaitu “Sejarah Pergerakan Islam dan Masa Depan Bangsa”. Kita diajak melihat sejarah dan memproyeksikan masa depan. Sahabat-sahabat saya, Anies, Fadli dan Cak Imin memaparkan dengan referensi sejarah dan literatur yang mengagumkan. Kita berbeda pendapat dalam banyak hal, tapi diskusi tetap berjalan asyik. Bingkainya, kita semua ingin Indonesia lebih baik lagi ke depan.
Dalam forum seperti ini, pemimpin dituntut menunjukkan kemampuannya untuk meyakinkan (convincing) audiens. Kemampuan meyakinkan itu tidak bisa diganti dengan iklan bertubi-tubi, aksi naik sepeda motor, atau bagi-bagi semabko. Kemampuan itu harus keluar dari gagasan dan daya persuasi pemimpin itu sendiri. Ruang untuk memberi kesempatan pemimpin meyakinkan audiens ini adalah elemen penting demokrasi. Dari sini lahir pemimpin yang otentik sekaligus pembelajar, punya gagasan dan sekaligus siap meyakinkan orang tentang gagasannya.
ADVERTISEMENT
Pemimpin yang punya gagasan dan convincing akan menjadi pemimpin yang otentik karena orang mengikuti dia karena diyakinkan oleh gagasan sang pemimpin. Orang mengikuti pemimpin bukan karena rasa takut, bukan pula karena ada transaksi. Jika kita kembali melihat riwayat Nabi Sulaiman AS, pada akhirnya Ratu Bilqis menyatakan takluk karena diyakinkan oleh keluasan ilmu yang dimiliki Sulaiman, bukan oleh invasi atau serang militer.
Kesempatan seperti itu ini kini langka karena setiap acara diskusi, khususnya diskusi politik, selalu dicurigai “titipan siapa” atau “mau menohok siapa”. Ruang yang sempit dan anonimitas di media sosial juga memperkeruh ruang perbincangan publik. Orang jadi tidak terbiasa berpikir dan berargumentasi secara runtut serta bertanggung jawab dengan ucapannya.
ADVERTISEMENT
Yang kerap kita lihat adalah orang yang berada tapi tak beradab. Tak ubahnya seperti penumpang mobil mewah yang membuang sampah sembarangan ke jalan. Dia punya uang untuk membeli mobil, tapi tidak punya etika dan keasadaran untuk tidak membuang sampah ke jalan. Dalam politik pun kita melihat kondisi serupa.
Adab demokrasi harus kita kembalikan dengan membuka ruang-ruang diskusi yang jernih dan obyektif. Jika ada yang dikritik, silakan membalas dengan argumentasi yang tak kalah convincing juga. Semua dilakukan dalam suasana persahabatan dan komitmen terhada Indonesia yang lebih baik. Dengan demikian, rakyat disuguhi pertandingan gagasan kelas dunia, tak ubahnya menonton Liga Champion Eropa yang sudah mencapai babak semifinal itu.
Semoga akan muncul lebih banyak ruang-ruang diskusi yang jernih dan mencerahkan. Terima kasih, UBN dan tim Indonesia Leaders Forum.
ADVERTISEMENT