Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fondasi Indonesia Inspirasi Negeri Sulaiman
25 April 2018 15:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Anis Matta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di dalam Al Quran banyak pembahasan mengenai bernegara, baik yang bersifat rujukan aturan maupun kisah sejarah. Salah satu yang menarik dan telah saya sampaikan dalam beberapa kesempatan adalah kisah negeri Nabi Sulaiman AS yang ada dalam surat An Naml.
ADVERTISEMENT
Penjelasan mengenai negeri Sulaiman dimulai dengan penegasan pentingnya ilmu pengetahuan dalam islam. Ayat 15 Q.S. An Naml berbunyi, “Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengatakan: ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman.'”
Kecintaan kepada ilmu pengetahuan diajarkan oleh Islam dalam banyak kesempatan dan dalam konteks negeri Sulaiman, kecintaan kepada ilmu pengetahuan menjadi dasar berkembangnya kekuatan teknologi, ekonomi, dan militer, serta berujung pada kesejahteraan negeri di bawah kekuasaan Nabi Sulaiman AS.
Kemampuan militer negeri Sulaiman tidak hanya bertumpu pada kekuatan fisik yang digambarkan dengan tentara jin, manusia, dan burung yang diatur tertib dalam barisan, tetapi juga kemampuan surveillance yang disimbolkan oleh informasi yang dibawa burung hudhud.
ADVERTISEMENT
Penjelasan betapa Islam mengapresiasi unggulnya ilmu dibanding otot juga bisa kita pelajari dari dialog tentang keinginan untuk membawa singgasana Ratu Balqis dari Kerajaan Saba (di sekitar Yaman sekarang) ke istana Sulaiman di Palestina. Anggota pasukan Sulaiman yaitu Ifrit dari bangsa jin mengatakan ia mampu membawa singgasana itu sebelum Sulaiman bangkit dari duduknya.
Ifrit juga menepuk dada dan mengatakan dirinya benar-benar kuat dan dapat dipercaya. Kekuatan Ifrit kalah oleh seseorang yang mempunyai ilmu dari kitab. Ia berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”
Ketika melihat singgasana itu sudah ada di sisinya, Sulaiman berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”
ADVERTISEMENT
Akhirnya Ratu Balqis menyatakan menyerahkan diri bersama Sulaiman kepada Allah SWT setelah melihat istana terbuat dari kaca yang licin, yang disangkanya air hingga tersingkap gaun dan memperlihatkan betisnya. Balqis menyerahkan diri bukan karena invasi senjata atau kekerasan, melainkan diyakinkan oleh keluasan ilmu, dan kecanggihan teknologi yang dimiliki Sulaiman.
Working Ideology di Gelombang Ketiga
Dalam buku Gelombang Ketiga Indonesia (2014) saya menjelaskan pentingnya working ideology bagi suatu bangsa. Working ideology adalah sistem nilai yang mampu bekerja membentuk konsensus, cara pandang, dan tindakan kolektif masyarakatnya.
Working ideology penting bagi Indonesia yang tengah memasuki gelombang sejarahnya yang ketiga, sebuah periode sejarah yang baru saja kita masuki setelah dua gelombang sebelumnya. Gelombang pertama adalah menjadi Indonesia yang ditandai dengan proklamasi kemerdakaan 17 Agustus 1945. Gelombang kedua terentang sejak Orde Lama, Orde Baru hingga era Reformasi.
ADVERTISEMENT
Pada gelombang kedua tersebut, kita berusaha mencari sistem politik dan ekonomi yang cocok serta mencari keseimbangan baru antara kebebasan dan kesejahteraan. Di Orde Lama ada kebebasan tapi rakyat lapar; di Orde Baru perut kenyang tapi mulut dibungkam.
Pada era Reformasi yang sudah berjalan 20 tahun ini kita mulai menemukan titik keseimbangan melalui penataan sistem dan kelembagaan politik, reposisi militer dalam politik, otonomi daerah, dan banyak lagi.
Dalam mencari suatu working ideology, kita ingat perdebatan Islam, keindonesiaan, dan kemodernan yang sangat menggugah dari Nurcholish Madjid pada 1980-an hingga 1990-an. Setelah sekian tahun berjalan, wacana itu masih relevan. Saya menggali konteksnya bagi masyarakat gelombang ketiga dan menemukan bahwa nilai-nilai yang berkembang pada era ini adalah agama, pengetahuan, dan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia sekarang adalah masyarakat yang religius (religious society) dan tidak canggung mengekspresikan identitas keislamannya. Namun, selain religius dalam konteks individu dan sosial, masyarakat kita juga semakin berpengetahuan bersemangat untuk menjadi pembelajar (learning society). Ini bisa dilihat dari semakin tinggi tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Indonesia, serta semakin terbukanya akses informasi.
Jika dianalogikan sebagai segitiga sama sisi, maka sisi ketiga adalah kesejahteraan sebagai hasil dari implementasi nilai agama dan pengetahuan. Menjadi sejahtera dinilai sebagai kebaikan sepanjang kesejahteraan itu berfaedah bagi masyarakat. Dalam bahasa sederhana, manusia Indonesia gelombang ketiga adalah orang saleh, cerdas, dan sejahtera. Walau “tajir” tapi tetap zuhud, dan terus belajar.
Kombinasi agama dan pengetahuan melahirkan kemajuan teknologi, kekuatan militer, dan kemakmuran ekonomi. Nilai dan kompetensi itu dapat tumbuh pada basis sosial masyarakat religius dan berpengetahuan (knowledge society). Agama, pengetahuan, dan kesejahteraan inilah working ideology di gelombang ketiga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di bidang teknologi, Indonesia perlu segera mengejar ketinggalan atau mempersempit gap dengan negara lain, apalagi dunia kini sudah masuk ke teknologi kompuasi generasi ke-6 (6G). Komputer ke depan akan makin cerdas, mempunyai kemampuan sensorik (melihat, mendengar, mendeteksi suhu), serta mengambil keputusan.
Pengembangan robot untuk menggantikan manusia adalah keniscayaan sehingga manusia harus berjuang dan belajar agar tak tergantikan oleh robot. Bukan hanya teknologi “tinggi” seperti robot, revolusi teknologi juga memungkinkan komputer masuk ke alat rumah tangga sehari-hari seperti kulkas, mesin cuci, hingga saklar lampu.
Satu catatan penting dalam pengembangan teknologi di Indonesia adalah usaha itu harus tetap berorientasi mewujudkan kesejahteraan jangka panjang. Kemajuan teknologi tidak boleh hanya dieksploitasi untuk kemakmuran segelintir pebisnis teknologi, namun harus kembali menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh seluruh rakyat.
ADVERTISEMENT
Di bidang ekonomi, karakter sebagai knowledge society relevan dengan perkembangan zaman yang makin memasuki knowledge economy (ekonomi berbasis pengetahuan) karena tantangan kita adalah mecari mesin pertumbuhan ekonomi baru yang menjadi fondasi kemakmuran jangka panjang.
Indonesia harus semakin menumpukan daya saing ekonominya pada manusia bekualitas bukan manusia yang diupah murah. Mesin baru inilah yang akan menempatkan kita sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia sekaligus membawa kita keluar dari jeratan utang luar negeri yang membuat kita lemah dan mudah didikite pihak lain.
Itulah arah baru Indonesia di dalam gelombang ketiga sejarah bangsa ini. Indonesia akan bertransformasi menjadi religious society yang mempunyai karakter kuat, learning society yang terus menumbuhkan semangat pembelajar, dan akhirnya menjadi knowledge society, yang berbasis pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Ketiga fondasi itu akan menjadi lahan bertumbuhnya kekuatan ekonomi, teknologi, dan militer. Ternyata, semua itu sudah tertulis di Al Quran dalam kisah negeri Sulaiman.
Perkenankan saya akhiri tulisan sederhana ini dengan mengutip ayat terakhir dari Surat An Naml: Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (selesai)
*) Anis Matta, Pengamat Politik Internasional.