Konten dari Pengguna

Perempuan dan Kapitalisme: Siapa yang Memegang Kendali?

Anis Nur Afiyah
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Bosowa
5 Januari 2025 16:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anis Nur Afiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di tengah arus kapitalisme global, perempuan sering kali dianggap menjadi figur utama yang terlibat langsung dalam rantai produksi dan konsumsi. Peran mereka begitu signifikan, yaitu menjadi buruh pabrik di negara-negara berkembang hingga konsumen yang menjadi target utama pemasaran. Namun, pertanyaan yang sering luput dari pembahasan adalah: sejauh mana perempuan benar-benar memegang kendali dalam struktur ekonomi politik global yang sangat maskulin ini?
ADVERTISEMENT
Kapitalisme modern menciptakan paradoks bagi perempuan. Di satu sisi, sistem ini menawarkan peluang ekonomi yang lebih besar melalui pekerjaan formal, wirausaha, dan akses terhadap pasar global. Di sisi lain, perempuan justru sering terjebak dalam eksploitasi yang tidak kasat mata. Misalnya, dalam sektor tekstil dan elektronik, perempuan mendominasi tenaga kerja manufaktur di banyak negara berkembang. Namun, mereka menghadapi upah rendah, kondisi kerja yang tidak aman, dan minimnya perlindungan sosial.
Dalam konteks ekonomi politik global, kapitalisme menciptakan struktur kekuasaan yang cenderung memperkuat dominasi laki-laki. Posisi perempuan dalam pengambilan keputusan strategis di perusahaan multinasional, lembaga keuangan internasional, dan politik ekonomi global masih sangat terbatas. Padahal, perempuan tidak hanya menjadi pemain penting dalam rantai pasok global, tetapi juga merupakan kontributor yang signifikan dalam perekonomian domestik melalui pekerjaan yang sering kali tidak dihargai, seperti mengelola rumah tangga dan mengasuh anak.
ADVERTISEMENT
Kapitalisme dan Eksploitasi Gender
Kapitalisme tidak hanya mendorong eksploitasi tenaga kerja, tetapi juga eksploitasi berbasis gender. Sistem ini secara sistematis memanfaatkan stereotip gender untuk memaksimalkan keuntungannya. Misalnya, perempuan sering dipekerjakan karena dianggap lebih telaten, patuh, dan tidak banyak menuntut dibandingkan laki-laki. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok rentan yang mudah dimanfaatkan oleh perusahaan atau pasar global.
Selain itu, kapitalisme juga membentuk standar kecantikan dan gaya hidup yang membebani banyak perempuan sebagai konsumen. Mulai dari industri kecantikan, fashion, dan diet, yang bernilai triliunan dolar, yang sebagian besar ditujukan untuk para perempuan. Sehingga menciptakan kebutuhan konsumtif yang sering kali tidak realistis. Di bawah kapitalisme, perempuan tidak hanya dieksploitasi sebagai pekerja, tetapi juga dijadikan target pasar yang rentan terhadap objektifikasi, di mana kebutuhan dan aspirasi mereka sering kali dimanfaatkan secara berlebihan demi keuntungan ekonomi, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis yang dihadapi.
ADVERTISEMENT
Jadi Siapa yang Memegang Kendali?
Meskipun perempuan memainkan peran penting dalam kapitalisme global, kendali tetap berada di tangan kelompok elit yang didominasi oleh laki-laki. Struktur hierarkis ini sulit ditembus karena kapitalisme cenderung memperkuat status quo yang ada. Meski begitu, tetap ada harapan. Bahwa gerakan feminisme transnasional telah menciptakan ruang bagi perempuan untuk bersuara dalam isu-isu global, termasuk kesetaraan dalam ekonomi politik global yang tercipta.
Perempuan kini mulai menantang dominasi ini dengan menduduki posisi strategis di berbagai sektor, memperjuangkan hak-hak buruh perempuan, dan mendorong reformasi kebijakan ekonomi yang lebih inklusif. Contohnya adalah gerakan “Fair Trade” yang berupaya memastikan kesejahteraan pekerja perempuan dalam rantai pasok global.
Menuju Kapitalisme yang Inklusif
ADVERTISEMENT
Kapitalisme global tidak akan hilang dalam waktu dekat, tetapi ia bisa diubah. Perempuan harus didorong untuk menjadi aktor utama dalam mendesain ulang struktur ekonomi global. Ini mencakup peningkatan akses terhadap pendidikan, pelatihan keterampilan, dan modal usaha bagi perempuan. Selain itu, penting untuk mendorong representasi perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal hingga internasional.
Kapitalisme yang inklusif membutuhkan perubahan paradigma. Bukan hanya soal memanfaatkan perempuan sebagai tenaga kerja atau konsumen, tetapi juga memberdayakan mereka sebagai pemimpin yang memiliki kendali atas masa depan ekonomi global.
Kesimpulan
Dalam dunia kapitalisme global, perempuan tidak hanya menjadi roda penggerak ekonomi, tetapi juga korban dari sistem yang tidak adil. Untuk itu, upaya bersama diperlukan agar perempuan tidak lagi sekadar menjadi pemain dalam kapitalisme, melainkan juga pemegang kendali dalam menentukan arah dan struktur sistem ekonomi yang lebih adil dan setara. Jadi, ayo kita bersama-sama berjuang mendukung peran perempuan dalam semua aspek kehidupan, untuk memastikan mereka memiliki kesempatan yang setara tanpa diskriminasi dan batasan berbasis gender.
ADVERTISEMENT