Bingkai Koperasi, Perlunya Narasi Baru untuk Brand Awareness Koperasi

anis saadah
Mahasiswa Magister Manajemen UNSOED - Managing Director ICCI - Founder Innocircle Initiative
Konten dari Pengguna
13 Juli 2022 11:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anis saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : Anis Saadah
zoom-in-whitePerbesar
sumber : Anis Saadah
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan sejarah yang panjang, koperasi telah mewarnai perekonomian di Indonesia. Koperasi dinyatakan dalam Undang Undang Dasar sebagai dasar ekonomi atas asas kekeluargaan sesuai dengan corak masyarakat di Indonesia. Jatuh bangun gerakan koperasi tidak membuatnya padam hingga hari ini. Sudah banyak yang telah tercapai, tapi masih banyak pula yang harus dikerjakan. Janji menjadikannya sebagai soko guru ekonomi masih jauh dari genap.
ADVERTISEMENT
Sampai di manakah kita membangun koperasi selama tujuh puluh lima tahun ini? Bersumber dari data BPS, Koperasi pada tahun 2021 berjumlah 127.000 dengan sumbangan ke PDB sebesar 5%. Dari koperasi yang aktif terdapat 28.7 Juta anggota koperasi (8% dari jumlah penduduk), hal ini masih jauh dari rata-rata global yang mencapai 16%.
Pada 25 Mei 2020 ICCI melakukan terkait dengan persepsi orang Indonesia terhadap koperasi dengan 1007 responden. Dari riset tersebut, sebanyak 71% responden melihat koperasi sebagai usaha bersama, 46% koperasi sebagai simpan pinjam dan 30% koperasi adalah gotong royong. Meskipun persepsi responden cenderung positif melihat koperasi, namun 26% tidak tertarik untuk berpartisipasi di koperasi baik menjadi anggota maupun mendirikan koperasi.
ADVERTISEMENT

Koperasi : Menakjubkan, Dijelek- jelekan dan Disalahpahami

Sebagai lembaga ekonomi yang berpusat pada nilai-nilai kemanusiaan, koperasi telah berkontribusi menciptakan dunia yang lebih baik. Perusahaan koperasi yang berdiri di atas fondasi nilai self-help, demokratis, solidaritas, kesetaraan, menjadi salah satu perusahaan yang memiliki daya tahan di tengah gelombang krisis dunia.
Terlepas dari kontribusi koperasi di kancah ekonomi Indonesia, koperasi masih belum menjadi pilihan utama kelembagaan ekonomi dan bahkan tidak disukai oleh sebagian orang. Apakah koperasi perlu berubah? Apakah masyarakat kita saat ini perlu memandangnya dari dimensi yang lain?
Bukannya dilihat sebagai soko guru yang menjadi fondasi ekonomi, koperasi justru dilihat sebagai bisnis yang gagal di tengah masyarakat. Koperasi digambarkan sebagai semata entitas simpan pinjam, Ketua Untung Duluan (KUD), wajah lain rentenir dan lain sebagainya. Sementara para pegiat koperasi cenderung gagal menarasikan koperasi dengan jargon yang kurang menginspirasi.
ADVERTISEMENT
Kesalahpahaman terkait koperasi juga mendominasi di tengah masyarakat. Koperasi dilihat sebagai bisnis kecil-kecilan untuk sekelompok kalangan tidak mampu. Koperasi dipersepsikan sebagai perkumpulan bukannya sebagai perusahaan bisnis. Dari kacamata generasi milenial dan zillennial melihat koperasi bagus untuk sistem ekonomi, tetapi mereka dengan tegas menjawab tidak akan bergabung di koperasi karena lebih tepat bagi generasi Baby Boomer.
Dalam bingkai koperasi di media, saya melakukan riset pemberitaan koperasi selama bulan tiga bulan di tahun 2022. Dari total berita terkait dengan koperasi terdapat 92 berita. Dari 90 berita tersebut 58 berita berisi kegiatan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah. Laku 27 berita berisi dengan berita koperasi bermasalah dan 2 lainnya berisi kolom koperasi. Dari seluruh berita yang ada, tidak berita cerita sukses koperasi yang diliput.
ADVERTISEMENT

Efek Bingkai dan Perlunya Menarasikan Ulang

Salah satu contoh efek bingkai dari pemberitaan memiliki dampak yang signifikan terhadap persepsi masyarakat melihat koperasi. Pemberitaan koperasi bermasalah seputar menggelapkan dana, koperasi pinjaman online, dan lain sebagainya. Framing media tidak menekankan pada brand bisnis yang gagal, tetapi kelembagaannya. Sehingga hal ini memberikan persepsi buruk di kalangan masyarakat. Koperasi sudah tidak lagi dilihat dari sisi idealnya, tetapi secara dangkal dari segelintir praktik yang buruk.
Dalam teori framing menjelaskan sebagai proses tentang bagaimana pesan media massa memperoleh perspektif, sudut pandang, atau bias. Dari proses ini framing akan berdampak pada pengambilan keputusan yang identik mempengaruhi pilihan orang dan evaluasi mereka terhadap berbagai pilihan yang disajikan oleh media.
Framing media terkait koperasi menurut saya sangat bias. Sebagai contoh pemberitaan penggelapan dana startup dengan judul "Akui Ada Masalah, Tanijoy Buka Suara soal Dugaan Penggelapan Dana Rp 4,5 Miliar" oleh Kompas pada 28 Juli 2021. Pemberitaan dengan kasus serupa dari koperasi berjudul "Penggelapan Dana Koperasi Indosurya Capai Rp15,9 Triliun, Pendiri Diamankan Polisi" diterbitkan oleh suara.com 27 Februari 2022
ADVERTISEMENT
Apa yang membedakan dari kedua contoh diatas adalah bagaimana media mem-framing secara berbeda. Pada contoh pertama yang diungkapkan adalah brand bisnis yang bermasalah, sedangkan contoh kedua mengungkapkan brand bisnis beserta kelembagaannya. Sehingga masyarakat yang melihat bahwa lembaga koperasi lah bisnis yang sering bermasalah.
Tentu saja hal ini merugikan bagi koperasi yang ideal dan orang akan mendirikan koperasi takut akan persepsi yang terlanjur skeptis. Bias inilah yang perlu diluruskan narasinya agar keluar dari jebakan kesalahpahaman.
Kita perlu sebuah narasi yang lebih kaya dan meyakinkan secara etis untuk menunjukan kepada dunia yang terlanjur skeptis terhadap koperasi. Kita perlu menyampaikan terkait kebenaran, cerita sukses, heroisme koperasi, dan keberhasilan koperasi mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesetaraan dan demokrasi dalam sebuah perusahaan.
ADVERTISEMENT
Mengapa narasi penting? Narasi adalah proses pemaknaan dari sebuah proses pengalaman. Narasi yang saat ini dominan di koperasi sebagai suatu bisnis yang tidak menguntungkan, fraud, dan bodong itu harus dihentikan. Jika pemahaman masih dilanjutkan seperti itu maka, praktek tersebut akan dilanggengkan dan didukung oleh oknum-oknum sebagai pembenaran.
Narasi yang perlu dibangun bisa dimulai dengan berpartisipasi di koperasi masyarakat telah berkontribusi pada kemakmuran bersama, mengentaskan masyarakat keluar dari kemiskinan . Saat orang sadar ketika berpartisipasi di koperasi sebagai bagian dari kekuatan terbesar dari sejarah dalam perubahan sosial yang positif, persepsi diri terhadap koperasi pun berubah.
Berikut narasi yang ingin sampaikan di Hari Koperasi 12 Juli 2022 ini, berharap millennial dan zillennial akan mendominasi 20 tahun Indonesia mendatang turut berpartisipasi di koperasi.
ADVERTISEMENT

Bayangkanlah

Bayangkanlah bisnis lahir dari sebuah cita-cita ke arah yang semestinya. Sebuah bisnis yang langgeng, yang bertahan lebih lama dari para pendirinya, dan memberikan nilai manfaat bagi setiap individu yang disentuhnya.
Bayangkanlah sebuah bisnis yang dibangun atas dasar cinta untuk kepedulian alih-alih stres dan ketakutan, di mana para pekerjanya berkomitmen dalam pekerjaan. Jauh dari perasaan terkuras dan kelelahan. Dan memberikan kesempatan untuk menjadi bagian yang lebih besar dari sebuah perubahan.
Bayangkanlah bisnis yang peduli terhadap kesejahteraan pelanggan yang tidak hanya semata konsumen tempat mencari laba tapi manfaat yang akan diterimanya. Memberikan layanan yang tidak menjerumuskan dan mengabaikan kepentinganya
Bayangkanlah bisnis yang memperlakukan pihak pihak yang berada di dalamnya sebagai keluarga, yang menjadikan bagian dari lingkungan. Bisnis yang berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik lagi
ADVERTISEMENT
Bisnis semacam itu bukan lah khayalan belaka di alam utopia. Bisnis tersebut sudah menyebar ribuan di seluruh dunia dan bahkan jutaan orang di dalamnya. Dan akan lebih banyak lagi menanti dari Anda semua turut bergabung dan menjadi bagian dari koperasi.
Selamat bergabung dalam kontribusi nyata membuat perubahan, melalui Koperasi !