Konten dari Pengguna

Mengaktifkan Mode Irasional Dalam Strategi Pemasaran

anis saadah
Mahasiswa Magister Manajemen UNSOED - Managing Director ICCI - Founder Innocircle Initiative
16 September 2022 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anis saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi belanja online Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi belanja online Foto: shutterstock
Setiap hari kita semua adalah pelanggan yang dihadapkan oleh puluhan penawaran produk dan jasa untuk kita pilih mulai dari minuman, pakaian, dan film. Bagaimana pelanggan mengambil keputusan untuk memilih produk atau jasa, maka kita perlu mengetahui bagaimana arsitektur berpikir manusia yang berdampak pada perilaku konsumen.
ADVERTISEMENT
Dalam teori ekonomi klasik dikenal manusia sebagai makhluk ekonomi (Homo Economicus) yang berarti manusia mengambil keputusan ekonomi secara logis dan rasional. Termasuk membuat keputusan dalam membeli sebuah produk diukur dari informasi yang tersedia seperti biaya, manfaat, preferensi.
Namun, teori ini dibantah oleh Daniel Kahneman penerima nobel ekonomi tahun 2002 dengan bukunya berjudul "Thinking Fast and Thinking Slow". Kahneman memiliki pengaruh kuat dalam psikologi pengambilan keputusan, dan salah satu orang yang bertanggung jawab membuktikan bahwa manusia bukanlah makhluk rasional.

Membongkar Apa Yang Dipikirkan Pelanggan

Daniel Kahneman dan Amos Tversky mendedikasikan penelitiannya selama 40 tahun dalam membongkar bagaimana otak manusia bekerja dalam mengambil keputusan. Dalam penelitiannya Kahneman menyebut dikotomi dual pemikiran yakni Sistem 1 dan Sistem 2. Sangat penting bagi seorang pemasar mengetahui kedua sistem ini berdampak pada perilaku konsumen dan bagaimana mengkalibrasi strategi yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Sistem 1 adalah mode berpikir otomatis, irasional, cepat dan emosianal. Sedangkan sistem 2 adalah mode lebih lambat, logis dan membutuhkan konsentrasi. Hampir sebagian besar aktivitas kita menggunakan sistem 1 yang cenderung mudah layaknya mengikuti arus, misalnya mengendarai mobil, menjawab pertanyaan 2x2, maupun membeli tisu wajah.
Tetapi ada kalanya kita harus mengalokasikan energi untuk berpindah ke mode sistem 2. Misalnya kita tumbuh dan besar di Indonesia dengan bahasa sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Suatu ketika kita pergi ke Inggris yang mengharuskan kita menggunakan bahasa Inggris, maka kita akan menjawabnya secara lebih lambat dan penuh konsentrasi. Di saat seperti itu otak kita bekerja lebih keras untuk melawan arus sistem berpikir 1.
Bagi konsumen, mereka tidak punya banyak waktu dalam pengambilan sebuah keputusan. Studi Google menggarisbawahi landasan ilmu perilaku konsumen membuat keputusan yang cepat dan intuitif biasanya dalam waktu lima hingga 10 detik dan jarang memikirkan apakah keputusan mereka baik atau buruk.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh saat kita membeli cappuccino Starbucks dihadapkan tiga varian ukuran tall seharga Rp46.000,00 grande seharga Rp51.000,00 dan venti seharga Rp53.000,00. Berdasarkan laporan Starbucks, 52% permbeli memilih ukuran grande, 27,5% tall dan 20,5% ukuran venti.
Dalam teori prospek Kahneman kondisi di atas adalah sebuah anomali atau bias pengambilan keputusan. Teori prospek menggambarkan pilihan yang bertentangan dengan teori pilihan rasional ekonomi. Pada tahun 1979, Kahneman menunjukkan bahwa kerugian psikologis dari kerugian adalah dua kali lebih besar dari keuntungan psikologis dari kemenangan. Dengan kata lain, kualitas kesedihan lebih dirasakan daripada kualitas kegembiraan.
Dari kasus Starbucks, ketika pelanggan dihadapkan pada beberapa pilihan maka pelanggan akan melihat selisih harga untuk menghindari kerugian terbesar. Selisih antara tall dan grande Rp4.000,00 dan selisih antara grande dan venti Rp2.000,00. Sehingga, mengapa sebagian besar pelanggan memilih grande karena pelanggan berusaha menghindari merasa kerugian terbesar dari pilihan yang ditawarkan.
ADVERTISEMENT
Gerald Zaltman, menyarankan dalam salah satu buku "How Customers Think" bahwa hanya 5% dari perilaku pembelian konsumen yang logis dan didasarkan pada proses pemikiran rasional. Fakta ini juga menunjukkan bahwa 95% konsumen hanya membeli karena faktor bawah sadar.

Membajak Keputusan Pelanggan

Pergeseran perilaku ekonomi hari ini memaksa pelaku pemasar untuk membangun jangkar dalam membajak pikiran pelanggan mengambil sebuah keputusan. Pemasar didorong untuk mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pelanggan. Sehingga menjadi penting bagaimana pemasar membangun strategi memanfaatkan sebaik-baiknya dalam 10 detik.
Salah satu strategi pemasaran dikenal dengan Anchoring Effect atau efek jangkar, efek yang menyebabkan orang fokus pada kesan pertama yang diberikan kepada seseorang dan berdampak pada pengambilan keputusan. Kesan pertama dalam strategi jangkar menjadi kunci pemasaran yang akan menentukan apakah pembeli akan membeli produk tersebut atau tidak.
ADVERTISEMENT
Misalnya ketika kita pergi ke supermarket kita melihat salah satu item dengan harga tinggi yang dicoret dan diberikan diskon membuat kita lebih tertarik untuk membelinya. Strategi jangkar tersebut menanamkan ke persepsi pelanggan harga terlihat lebih murah.
Strategi jangkar menjadi salah satu yang paling efektif digunakan oleh pemasar. Menghabiskan waktu 70 jam untuk melakukan analisis segmentasi, ketertarikan, psikografis untuk membajak pikiran pelanggan dalam membuat keputusan pembelian 10 detik.
Pemasar bisa mengkalibrasi strategi pemasaran lainnya, yang menjadi kunci adalah mengkombinasikan antara perilaku dan psikologi pembeli digunakan bersama-sama untuk mengurangi stres berbelanja, serta mempersonalisasi, merampingkan, dan meningkatkan pengalaman pelanggan.