Konten dari Pengguna

Danudirja Setiabudi dan Jiwa Nasionalismenya

Anisa Dewi Nilasari
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
29 Maret 2022 6:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisa Dewi Nilasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Danudirja Setiabudi merupakan tokoh pergerakan nasional. Dok.pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Danudirja Setiabudi merupakan tokoh pergerakan nasional. Dok.pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Danudirja lebih sering dikenal dengan nama Ernest Douwes Dekker yang biasanya dipanggil Nest, merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam pergerakan nasional. Mengenai namanya yang berganti menjadi Danudirja Setiabudi adalah pemberian dari Soekarno. Danu memiliki arti benteng yang bermakna ketangguhan dan kekuatan sedangkan Setiabudi sendiri memiliki arti berbudi setia. Sebutan DD merupakan kepanjangan dari Douwes Dekker hingga namanya berganti, sebutan DD menjadi singkatan dari nama Danu Dirja.
Museum Kebangkitan Nasional Foto: Helinsa Rapsutri/kumparan
Danudirja merupakan anggota dari organisasi Boedi Utomo, bersama kedua sahabatnya yaitu Suwardi Suryoningrat dan Tjipto Mangoenkoesoemo mengalami kekecewaan dikarenakan dominasi dari kaum priyayi yang terlalu moderat di dalam organisasi. Mereka akhirnya memutuskan untuk mendirikan sebuah partai yang pertama kali di Hindia Belanda berhaluan politik dengan nama Indische Partij, dari sinilah muncul julukan tiga serangkai untuk mereka. Indische Partij secara gamblang mengakui diri sebagai partai politik, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan masyarakat Hindia Belanda dengan tujuan kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Ras campuran bukan penghalang menjadi nasionalis.
Danudirja dilahirkan pada 8 Oktober 1879 di Pasuruan Jawa Timur dengan nama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker. Ayahnya seorang keturunan Belanda murni bernama Auguste Douwes Dekker dan ibunya keturunan Jerman-Jawa dengan nama Louisa Margaretha Neumann. Danudirja merupakan keturunan ras Indo-Eropa yang pada masa itu pemerintah kolonial memberikan keistimewaan bagi kaum Indo-Eropa untuk menjadi kaum Belanda namun Danudirja memilih hidup menjadi bumiputra. Masa mudanya dia habiskan untuk menempuh pendidikan HBS di Surabaya dan dilanjutkan ke Gymnasium Koning Willem III School. Sempat bekerja di perkebunan hingga ikut terlibat dalam perang melawan Inggris dan tertangkap kemudian dipenjara.
Bertemu dengan sastrawan asal India saat dipenjara, membuka pemikirannya tentang ketidakadilan kolonialisme di Hindia Belanda. Danudirja akhirnya memutuskan menjadi jurnalis, wartawan, aktivis politik dan juga menjadi pendidik yang dengan berani menentang kol0nialisme. Dia berulangkali keluar masuk bui ditangkap dan diasingkan tidak membuat nyalinya hilang justru semakin gentar memperjuangkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Danudirja tidak suka jika seseorang menyebut pribumi menggunakan istilah inlander. Dalam pidatonya dia mengatakan “Hanya karena nama saya Douwes Dekker bukan berarti saya golongan Eropa saya dilahirkan disini, makan disini, dan saya akan dikuburkan disini." Jiwa patriotismenya ini berkobar mewarisi semangat dari Edward Douwes Dekker (Multatuli) yang berapi api dalam mengkritik kolonialisme di Hindia Belanda. Kritikan Danudirja terhadap Belanda pertama kali dimuat dalam Koran Nieuwe Arnhemsche berjudul “Cara Bagaimana Belanda Paling Cepat Kehilangan Tanah Jajahannya?”. Banyak provokasi provokasi yang dilakukannya hinga membuatnya ditangkap. Dia juga pernah menjadi pendidik yang mengobarkan semangat patriotisme dia kembali ditangkap karena buku buku semi ilmiahnya menulis materi sejarah yang antikolonial dan larangan mengajar untuknya.
ADVERTISEMENT
Bersama rekan tiga serangkainya yang dihadapkan dengan diskriminasi terhadap pribumi membuat semakin berkobar semangat patriotismenya. Tiga serangkai menghimpun masa untuk mengagas revolusi Indonesia. Organisasi ini dapat membangkitkan nasionalisme rakyat dan akan membahayakan pemerintah Hindia Belanda. Kritikan Suwardi mengenai perayaan bebasnya Belanda dari Prancis menuai intrik dan berakhir pada penangkapan Suwardi, yang kemudian dibuang ke Pulau Bangka. Tjipto yang mencoba membelanya, menulis majalah mengenai kekuatan dan ketakutan yang mengakibatkan diasingkannya Tjipto ke Pulau Bangka. Mengetahui kondisi kedua sahabatnya Danudirja mengkritik pemerintah melalui tulisannya yang berjudul “Pahlawan kita : Suwardi Suryoningrat dan Tjipto Mangoenkoesoemo” dan ditangkap pula Danudirja karena tulisannya itu kemudian dibuang ke Nusa Tenggara Barat. Hal ini menjadi akhir dari Indische Partij.
ADVERTISEMENT
Cinta tanah air sampai mati
Danudirja yang berulangkali dibuang dan diasingkan bahkan ia pernah dibuang ke Suriname dan sempat kehilangan kemampuannya untuk melihat. Dia kembali ke Indonesia menggunakan nama Radjiman disambut oleh Bung Karno dengan sapaan “ Selamat datang Nest”. Danudirja sempat menjabat sebagai menteri pendidikan pada Kabiet Sjahrir kemudian dia pernah menjadi penasehat presiden. Ketika Agresi Militer Danudirja ditangkap dan ditahan. Dalam kondisi sakit dia dikirim kembali ke rumahnya yang sudah tidak layak ditempati di Bandung. Ada satu hal menarik yang setiap akhir pekan dia mengibarkan bendera merah putih di depan rumahnya. Danudirja wafat pada 28 Agustus 1961 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung.
Dari sini dapat dilihat dan kita teladani, jiwa nasionalisme dan patriotisme Danudirja Setiabudi tidak pernah luntur sekalipun banyak rintangan yang menghalang dia tetap mencintai tanah airnya. Meskipun ber-ras campuran dia tetap memilih hidup dan matinya untuk menjadi pribumi yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, padahal dia bisa memilih menjadi bangsa Eropa yang hidup tenang tanpa perlu diasingkan dan dibuang. Bercermin dengan keadaan saat ini ada banyak anak anak negeri yang tidak mencintai tanah airnya dan melupakan sejarahnya. Danudirja yang merupakan seorang keturunan campuran Indo-Eropa sangat kuat nasionalismenya apalagi kita yang merupakan keturunan murni.
ADVERTISEMENT
Ayo tingkatkan rasa nasionalisme dan cintai tanah air kita.