Konten dari Pengguna

Menyikapi Stigma Sosial: Mengapa Mahasiswa Enggan Melaporkan Kasus Kekerasan?

Anisa Nur Asyah J
Seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam. Memiliki hobi membaca novel dan menulis tulisan fiksi seperti puisi dan cerpen.
24 Februari 2025 13:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisa Nur Asyah J tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh RDNE Stock project dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-berkemeja-ungu-menutupi-wajah-dengan-tangan-6003787/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh RDNE Stock project dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-berkemeja-ungu-menutupi-wajah-dengan-tangan-6003787/
ADVERTISEMENT
Kekerasan di lingkungan kampus menjadi masalah serius yang dapat mempengaruhi suasana akademik dan kehidupan yang sejahtera bagi mahasiswa. Meski saat ini berbagai institusi pendidikan berupaya untuk mengatasi masalah ini, kenyataannya tidak sedikit mahasiswa masih enggan melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami. Stigma sosial yang membelenggu mengelilingi para korban kekerasan menjadi salah satu faktor utama yang melatarbelakangi korban memilih bungkam daripada bersuara.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kasus-kasus kekerasan di lingkungan kampus semakin menyoroti media-media informasi baik media digital maupun media cetak. Kekerasan ini terjadi dalam berbagai macam bentuk dengan dampak serius pada setiap korbannya. Kekerasan fisik, seperti pemukulan atau penyerangan, sangat jelas terlihat dan bisa menimbulkan cedera fisik yang nyata dan membekas. Kekerasan emosional yang menyerang psikologis mahasiswa melibatkan perilaku berupa merendahkan atau mengintimidasi korban dengan melakukan bully, mengakibatkan dampak luka yang mendalam pada kesehatan mental. Kekerasan seksual, seperti pelecehan atau pemerkosaan, adalah masalah fatal yang seringkali menginggalkan trauma jangka panjang dan tak jarang berujung pada aksi bunuh diri oleh korban.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi ini tentu memiliki dampak multifaset yang mempengaruhi mahasiswa secara menyeluruh. Ditinjau dari sisi psikologis, korban kekerasan sering mengalami trauma, stress, dan kecemasan yang berkepanjangan. Sisi akademis juga menjadi dampak yang signifikan, terjadi penurunan prestasi hingga yang fatal yakni hilangnya motivasi mahasiswa untuk melanjutkan lagi pendidikannya. Selain itu, dampak sosial menjadi sangat krusial dialami, isolasi dan perubahan dalam hubungan interpersonal dapat memperburuk kondisi mental korban. Dampak-dampak kekerasan ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan dan pencegahan kekerasan secara efektif.
ADVERTISEMENT
Stigma sosial yang melekat seringkali menjerat mereka dalam opini negatif publik pada korban. Anggapan bahwa mereka “mencari masalah” atau bahwa mereka “tidak cukup kuat dan berkuasa” untuk menghadapi pelaku kekerasan. Stereotip gender dan budaya juga menempati peran sentral, di mana norma-norma tertentu dapat membuat korban berada di posisi paling bawah, malu, dan tertekan untuk berbicara.
Selain itu, adanya rasa ketidakpercayaan terhadap sistem pelaporan juga menjadi hambatan besar yang terjadi. Mahasiswa yang menjadi korban merasa bahwa sistem yang ada tersebut tidak menyediakan dukungan yang memadai atau perlindungan yang cukup aman. Rumitnya prosedur pelaporan dan ketidaktransparannya sistem seringkali membuat korban semakin merasa tidak yakin tentang proses tersebut. Ketakutan akan reaksi negatif dari pihak kampus atau pelaku juga menjadi alasan signifikan, korban khawatir akan timbulnya aksi pembalasan dendam atau dampak negatif lain yang jurtru mempengaruhi reputasi dan karier akademis mereka.
ADVERTISEMENT
Mengatasi stigma dan upaya meningkatkan pelaporan memerlukan berbagai langkah untuk diambil. Pendidikan dan kesadaran di lingkungan kampus merupakan solusi yang sangat penting. Pemberian program pelatihan dan seminar dapat membantu mahasiswa menyadari dan memahami kekerasan dan dampaknya, sementara kampanye anti-kekerasan dapat turut mengubah persepsi sosial dan mendorong sikap dukungan terhadap para korban.
Peningkatan sistem pelaporan juga diperlukan untuk membuatnya menjadi lebih mudah diakses dan bersifat transparan. Penyederhanaan prosedur pelaporan dan penyediaan layanan konseling serta perlidungan bagi korban akan sangat membantu mengurangi kekhawatiran dan meningkatkan rasa percaya korban terhadap sistem yang dibuat oleh pihak kampus. Penting juga kiranya untuk membangun terciptanya budaya kampus yang inklusif dan mendukung dengan mendorong empati dan menegakkan kebijakan anti kekerasan.
ADVERTISEMENT