Menaikkan Kualitas Sinetron Supaya Berdaya Ekspor Seperti Drama Korea

Anisa Nur Andina
Anisa Nur Andina, S.E., M.Si Dosen Universitas Amikom Purwokerto yang sangat mencintai musik Drama China, K-Pop, Thai series, Drama Korea, biasa menyelami Digital Marketing dan Digital Business
Konten dari Pengguna
5 November 2022 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisa Nur Andina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sinetron di negeri ini bukan tanpa pro dan kontra. Beberapa yang menggemari tentunya akan mengatakan bahwa sinetron dapat memberikan hiburan di saat waktu senggang. Sedangkan mereka yang kontra dapat mengatakan bahwa jalan cerita sinetron sangat tidak masuuk akal dan berlebihan. Kedua sisi itu baik dan penting menurut sudut pandang mereka yang membuat sinetron.
ADVERTISEMENT
Sejarah sinetron
Sinetron merupakan singkatan dari Sinema Elektronik yang dimana tayangan ini merupakan tayangan sinema berseri yang dapat disaksikan melalui media elektronik. Istilah sinetron pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono yang merupakan guru besar sekaligus pendiri Institut Kesenian Jakarta.
Sekitar tahun 1980-an muncul sinetron pertama kali yang berjudul Losmen di TVRI namun saat itu belum disebut sinetron. Istilah sinetron digunakan pada drama berseri yang berjudul Jendela Rumah Kita yang tayang di TVRI pada tahun 1989. Sejak saat itu mulai bermunculan sinetron dengan berbagai latar cerita dan jumlah episode yang banyak hingga saat ini.
Mungkin kita mengenal judul-judul sinetron seperti Si Doel Anak Sekolahan atau Keluarga Cemara. Sinetron yang bertema keluarga atau yang dibumbui sedikit kisah cinta memang membuat penonton tertarik saat itu.
ADVERTISEMENT
Bergeser sedikit sinetron mulai mengadaptasi dari film layar lebar yang dikatakan sebagai versi adaptasi untuk menjelaskan beberapa hal atau cerita yang terkesan hilang dari layar lebar dengan durasi yang lebih panjang. Sinetron dengan judul Lupus, Catatan Si Boy atau Olga mewarnai layar kaca generasi 90an. Cerita yang segar dengan pemain yang masih muda akan lebih menarik perhatian pemirsa.
Sinetron saat ini
Jujur saja saya bukan penggemar sinetron saat ini namun saya paham beberapa judul yang cukup dikenal oleh masyarakat. Sebut saja Ikatan Cinta yang sejak tahun 2020 hingga saat ini masih tayang di stasiun televisi. Bila melihat rating yang hingga saat ini masih bertahan baik, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sinetron masih sangat diminati oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ikatan Cinta hingga saat ini sudah memiliki 914 episode yang mana jumlah tersebut adalah jumlah yang sangat besar namun belum mampu menembus Tukang Ojek Pengkolan yang memiliki 3.410 episode saat ini hingga memecahkan Rekor MURI pada tahun 2021 lalu serta memiliki berbagai penghargaan lain.
Menonton melalui internet (doc: pexels.com)
Ekspor sinetron
Timbul pertanyaan yang menggelitik pikiran saya, mungkinkah kita melakukan ekspor sinetron karya anak bangsa ke negara lain yang lebih besar dari kita? Dengan jumlah episode yang fantastis agaknya akan sedikit sulit. Bisa kita bandingkan di Korea, drama keluarga biasanya memiliki episode lebih dari 50 namun jarang sekali yang melebihi 150 episode.
Pada tahun 2021, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjadi pembicara kunci dalam International Webinar bertema "ASEAN-Korea Cooperation Onwards: Outlining ROK’s Advanced Policy in ASEAN," yang digelar The Korean Center of RMOL secara hybrid mengatakan keinginannya untuk mengekspor sinetron dan musik dangdut ke Korea bukan hanya kita yang terus menikmati musik K-Pop atau drama Korea saja.
ADVERTISEMENT
Namun, kembali pada pertanyaan "sudah siapkah sinetron kita diekspor ke luar negeri?" Apa yang harus disiapkan selain jalan cerita yang menarik dan tidak bertele-tele? Jumlah episode yang panjang bukan merupakan daya tarik yang tepat karena tidak semua orang menyukainya namun di sisi lain, episode yang banyak bisa jadi menambah pemasukan.
Lalu kemudian sampai pada pertanyaan, melalui saluran apa sinetron ditayangkan? Sudah banyak saluran legal yang biasa digunakan baik oleh drama Korea maupun series dari Thailand dan lainnya. Saluran seperti WeTV, iQIYI, Netflix, Disney+ dan lainnya merupakan saluran legal yang berbayar ketika kita menggunakannya untuk menonton konten yang ekslusif. Sudah banyak serial Indonesia yang menggunakan saluran-saluran tersebut dan mendulang sukses karena promosi masif yang menyasar kepada anak muda yang lebih menyukai menonton melalui gadget mereka.
ADVERTISEMENT
Apakah selesai sampai di sini? Tentu saja tidak. Pengembangan cerita yang runtut, lugas, tidak melompat-lompat dan berlebihan tentunya harus menjadi perhatian. Bila kita kembali ke atas perkembangan sinetron Indonesia yang hampir bisa dipastikan memiliki banyak sekali episode bisa menjadi keuntungan sekaligus kerugian. Keuntungannya dengan memiliki banyak episode, berarti memberikan lebih lama dan besar baik dalam promosi maupun yang lainnya. Bila kita ingin meraup lebih banyak penonton dan mendapatkan keuntungan dari iklan di YouTube maka kita bisa memanfaatkan episode yang panjang. Namun bisa jadi kerugian apabila terlalu banyak episode dan membuat penonton bosan lalu memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi menonton.
Dengan melihat sedikit banyak tentang keuntungan dan kerugian, kita juga harus melihat penting adanya subtitle atau terjemahan ke dalam bahasa asing sehingga ketika penonton dari negara lain menonton, mereka dapat memahami apa saja yang ditampilkan dalam sinetron tersebut. Lebih lanjut, kesiapan dari rumah produksi, pemodal, bahkan pemerintah juga harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Sekarang, sudah siapkah sinetron Indonesia go international?