Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Representasi Mimikri Tokoh Hanafi dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis
6 Mei 2022 16:51 WIB
Tulisan dari ANISAH QOTRUNNADA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis terbit pada tahun 1928 di Balai Pustaka. Novel Salah Asuhan menggambarkan adanya representasi mimikri pada tokoh Hanafi yang menjadi tokoh utama di dalam novel tersebut. Mimikri dalam novel Salah Asuhan, yaitu meniru kebudayaan Barat agar dianggap sepadan. Hal ini terjadi lantaran awal mula tokoh Hanafi sebagai orang pribumi yang dari kecil oleh ibunya disekolahkan di Betawi tetapi tidak dinantikan tamatnya sekolah Belanda di Solok, lalu Hanafi dipindahkan ke kota tersebut lantaran ibunya sudah kepalang menyekolahkan Hanafi yang sudah ditinggal ayahnya. Kemudian, Ibu Hanafi yang berkecukupan hanya menitipkan Hanafi di rumah orang Belanda agar anaknya menjadi orang pandai, melebihi kaum keluarganya di kampung. Hal ini menunjukkan bahwa sosok ibu Hanafi yang terlebih dahulu meniru kebiasaan orang Belanda, dengan beranggapan bahwa ketika dititipkan maka Hanafi akan menjadi orang yang pandai layaknya orang Belanda. Oleh karena itu, Hanafi yang merupakan orang pribumi, bergaulnya dengan orang-orang Bangsa Belanda.
ADVERTISEMENT
Perihal meniru kebudayaan Budaya Barat yang dilakukan oleh tokoh Hanafi, yaitu ketika Hanafi dan ibunya tinggal bersama di Kota Solok. Saat itu, Hanafi berkata kepada ibunya bahwa ia sudah lama tinggal dengan orang Belanda sehingga Hanafi ingin rumah yang ditempatinya itu mengikuti aturan-aturan Belanda atau Budaya Barat sehingga Hanafi tidak senang apabila rumahnya tidak mengikuti aturan rumah budaya Barat. Dengan demikian, Hanafi meniru adat aturan rumah Belanda, yaitu setiap sudut rumahnya dipenuhi dengan meja kecil, tempat pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, Hanafi berkata kepada ibunya bahwa di kota Solok, tamu yang datang ke rumah Hanafi hanya orang Belanda saja. Dalam hal ini dapat menggambarkan bahwa Hanafi sudah meniru kebudayaan Budaya Barat, yakni bangsa Belanda.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, perihal meniru kebudayaan budaya Barat pada tokoh Hanafi, yaitu ketika Hanafi menikah dengan Rapiah. Hanafi harus mengikuti adat Minangkabau tetapi dirinya sudah kebarat-baratan sehingga ia tidak mau menggunakan adat Minangkabau dalam pernikahannya. Hanafi yang meniru kebudayaan Barat lebih memilih mengenakan pakaian sesuai dengan budaya Barat, yakni menggunakan jas hitam, celana hitam dengan berompi dan berdasi putih. Selain itu, Hanafi melarang Rapiah untuk tidak digilakan dengan anak joget yang berumbai-rumbai sesuai dengan adat pakaian Minangkabau, tetapi Hanafi ingin Rapiah memakai pakaian yang sederhana dengan mengenakan baju pendek gunting priangan, rambutnya tidak boleh dihiasi oleh apapun kecuali sisir hiasan atau tusuk kundal yang sederhana saja, pokoknya pakaian yang sesuai dengan kebiasaan budaya Barat. Hal ini menggambarkan bahwa kebudayaan Barat sudah melekat pada dirinya sehingga ia menginginkan pakaian yang dikenakan mengikuti kebudayaan Barat.
ADVERTISEMENT
Bentuk meniru kebudayaan barat selanjutnya, yakni ditandai dengan sosok Hanafi yang membandingkan sosok Rapiah dengan orang Eropa. Hanafi berkata kepada ibunya bahwa Rapiah adalah seorang yang takut melihat orang Belanda, kerjanya hanya di dapur sebagai koki dan tidak menurutkan gerak zaman serta hanya memandang rumah dan dapur sebagai alam dunianya sehingga Rapiah berbeda sekali dengan orang Barat. Hanafi yang sudah meniru kebudayaan Barat bahkan sudah melekat pada dirinya, justru membuat Hanafi durhaka kepada ibunya sehingga menyalahkan ibunya karena menikahkan dia dengan orang pribumi, seperti Rapiah. Bahkan, Hanafi beranggapan untuk apa ibunya menyekolahkan Hanafi dengan jenjang yang tinggi jika ia dinikahkan dengan Rapiah yang merupakan seorang pribumi.
Perihal meniru kebudayaan Budaya Barat yang dilakukan oleh tokoh Hanafi, dapat diperlihatkan juga ketika sosok Hanafi yang mengubah identitasnya dari bangsa pribumi menjadi bangsa Eropa. Hanafi meninggalkan Ibunya, Rapiah beserta anaknya. Saat itu, Hanafi diperintahkan oleh dokter agar segera ke Betawi untuk proses penyembuhan Hanafi yang telah digigit Anjing. Hanafi pada saat berada di Betawi justru bertemu dengan Corrie, yaitu seseorang yang ia cintai. Kebudayaan Barat sudah melekat pada Hanafi sehingga Hanafi selalu meniru budaya Barat bahkan saat di Betawi mengubah identitasnya menjadi budaya Barat agar bisa menikah dengan Corrie yang merupakan keturunan dari bangsa Barat. Selain itu, ingin disamakan haknya dengan bangsa Eropa. Hal ini Hanafi lakukan tanpa memikirkan bangsanya sendiri, bahkan ibunya pun ia tidak peduli.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya Hanafi ingin mengubah identitasnya dari dulu, saat ia masih berteman baik dengan Corrie bahkan saat Hanafi menaruh hati kepada Corrie tetapi Hanafi masih memikirkan ibunya bahkan masih tinggal dengan ibunya. Namun, Corrie yang berasal dari bangsa Barat tidak bisa menerima Hanafi lantaran Hanafi berasal dari Bumiputera. Corrie sebenarnya menyadari bahwa Hanafi jika dilihat dari rupanya, ia tidak memiliki kulit hitam bagai Bumiputera, lalu pelajarannya, tingkah lakunya, perasaanya, dan semuanya sudah mengikuti budaya Barat. Meskipun demikian, Corrie tetap menganggap identitas Hanafi sebagai Bumiputera. Akan tetapi, saat Hanafi di Betawi lalu bertemu dengan Corrie, Hanafi ingin disamakan haknya dengan Bangsa Eropa sehingga mengubah identitasnya menjadi bangsa Eropa sehingga Corrie menerima Hanafi menjadi suaminya.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa representasi mimikri pada tokoh Hanafi dalam novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis ditandai dengan sosok Hanafi yang dari kecilnya sudah tinggal di rumah orang belanda sehingga kebudayaan Barat sudah melekat dalam dirinya. Hal ini membuat tokoh Hanafi dari perilakunya bahkan kebiasaan meniru kebiasaan orang Barat. Di samping itu, Hanafi tidak hanya meniru bahkan ingin disamakan haknya dengan bangsa Eropa sehingga membuat dirinya mengubah identitasnya dari bangsa Bumiputera menjadi bangsa Eropa.