Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Perawatan Paliatif, Solusi Humanisme di Tengah Larangan Euthanasiadi Indonesia
24 Oktober 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Anisah Wardatul Jannah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bayangkan jika Anda atau orang terkasih menderita penyakit terminal, terjebak dalam sakit yang tak tertahankan, dan hidup terasa tak lagi bermakna. Menurut data Kementerian Kesehatan, lebih dari 2 juta orang di Indonesia mengidap penyakit terminal setiap tahunnya. Di beberapa negara, euthanasia bisa jadi pilihan untuk mengakhiri penderitaan ini. Namun, di Indonesia, solusinya berbeda: perawatan paliatif diutamakan sebagai pendekatan yang lebih manusiawi dalam menghadapi akhir hidup.
ADVERTISEMENT
Diskusi mengenai euthanasia mungkin tidak sering terdengar oleh masyarakat Indonesia. Namun, bagi pasien dengan penyakit terminal, topik ini menjadi bahan renungan serius. Di negara-negara tertentu, euthanasia telah dilegalkan sebagai jalan akhir untuk meringankan penderitaan yang tak tertahankan. Meski begitu, Indonesia memiliki pendekatan berbeda dengan mengutamakan solusi yang berfokus pada perawatan pasien. Lantas, mengapa Indonesia memilih jalur yang berbeda?
Euthanasia: Antara Hukum dan Etika
Euthanasia atau ''kematian baik'', berasal dari bahasa Yunani ''eu'' (baik) dan ''thanatos'' (kematian). Di dunia medis, istilah ini merujuk pada tindakan sengaja mengakhiri hidup seseorang untuk mencegah penderitaan akibat penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Namun, di Indonesia, euthanasia jelas dilarang oleh hukum. Pasal 344 KUHP menegaskan bahwa siapapun mengakhiri hidup orang lain atas permintaan mereka, meskipun tujuannya untuk meringankan penderitaan dianggap melakukan pembunuhan. Pelanggar dapat menghadapi hukuman penjara hingga 12 tahun. Larangan ini didasari oleh nilai-nilai sosial dan agama yang dipercaya bahwa hidup adalah anugerah yang tidak boleh diakhiri secara sengaja.
ADVERTISEMENT
Perawatan Paliatif: Solusi yang Lebih Manusiawi
Dengan ketatnya aturan tentang euthanasia, dunia medis di Indonesia lebih menitikberatkan pada perawatan paliatif sebagai solusi alternatif yang legal dan etis. Berbeda dengan euthanasia yang fokus pada mengakhiri hidup, perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, terutama bagi mereka yang menghadapi penyakit terminal.
Perawatan paliatif tidak berupaya mempercepat atau menunda kematian. Sebaliknya, ia menyediakan perawatan holistik yang meliputi aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual. Bukan hanya pasien yang mendapatkan perawatan medis, tetapi keluarga juga diberikan dukungan penuh untuk menghadapi masa-masa sulit ini. Dengan begitu, pasien bisa menjalani sisa hidupnya dengan martabat, tanpa didera penderitaan fisik yang menyakitkan.
Tantangan dan Realita Perawatan Paliatif di Indonesia
ADVERTISEMENT
Meski menawarkan solusi yang lebih manusiawi, perawatan paliatif di Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Layanan ini belum merata di seluruh daerah. Sebagian besar rumah sakit yang menyediakan perawatan paliatif hanya terdapat di kota-kota besar, sementara daerah pedesaan sering kali kekurangan fasilitas kesehatan yang memadai.
Selain itu, edukasi mengenai perawatan paliatif di kalangan tenaga medis juga masih minim. Banyak dokter dan perawat yang belum sepenuhnya memahami pentingnya perawatan ini, sehingga pasien dengan penyakit terminal terkadang tidak menerima perawatan paliatif yang optimal. Kurangnya pelatihan dan pemahaman membuat banyak pasien penyakit terminal terabaikan, dan keluarga mereka sering kali merasa bingung mencari solusi terbaik.
Apa yang Menghalangi Euthanasia di Indonesia?
Di balik larangan euthanasia, terdapat pengaruh kuat dari nilai-nilai agama dan budaya yang masih dipegang oleh masyarakat Indonesia. Dalam agama Islam, Kristen, dan Hindu, kehidupan manusia dinggap sebagai anugerah Tuhan yang harus dihargai hingga akhir. Prinsip ini menegaskan bahwa hanya Tuhan yang memiliki hak untuk menentukan kapan hidup seseorang berakhir.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyetakan bahwa euthanasia bertentangan dengan ajaran Islam. Prinsip serupa dianut dalam agama lain yang menekankan bahwa manusia tidak berhak mengakhiri hidupnya sendiri atau orang lain.
Dari perspektif hukum, larangan terhadap euthanasia menegaskan komitmen Indonesia untuk menjaga nilai-nilai moral dan hukum yang melindungi kehidupan. Hukuman berat bagi pelaku euthanasia menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan hukum, budaya maupun moral masyarakat Indonesia.
Masa Depan Perawatan Paliatif di Indonesia
Menghadapi berbagai tantangan ini, pemerintah Indonesia terus berupaya memperluas akses terhadap perawatan paliatif. Beberapa langkah konkret diambil meliputi peningkatkan sistem rujukan agar pasien di daerah terpencil dapat memperoleh layanan paliatif yang layak.
Selain itu, kampanye kesadaran publik tentang pentingnya perawatan paliatif semakin gencar dilakukan. Masyarakat perlu lebih memahami bahwa perawatan paliatif bukan hanya soal mengelola rasa sakit, tetapi juga tentang dukungan penuh bagi pasien dan keluarganya dalam menghadapi situasi yang sangat sulit. Dengan meningkatnya kesadaran, diharapkan lebih banyak pasien yang memilih pendekatan ini sebagai solusi yang lebih manusiawi dibandingkan euthanasia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Di tengah masyarakat Indonesia yang kaya dengan nilai-nilai agama dan budaya, perawatan paliatif muncul sebagai solusi yang lebih sesuai secara etis, legal, dan moral. Dengan fokus pada kualitas hidup dan dukungan menyeluruh bagi pasien dan keluarga, perawatan paliatif menjadi pilihan yang lebih bermartabat. Di saat banyak negara memperdebatkan legalitas euthanasia, Indonesia menegaskan posisinya dengan menawarkan pendekatan yang lebih mengedepankan kualitas hidup. Dukunglah upaya perawatan paliatif di komunitas Anda, agar lebih banyak pasien bisa menjalani sisa hidup mereka dengan martabat.
Referensi:
ADVERTISEMENT