Animal Farm, Representasi dari Realita Politik Manusia

annisa rahma
mahasiswa Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
28 Juni 2022 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari annisa rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar novel Animal Farm (Sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar novel Animal Farm (Sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Novel Animal Farm ditulis pada tahun 1945 oleh Eric Arthur Blair atau yang lebih familiar dengan nama George Orwell. Novel Animal Farm ini bergaya fabel dan ceritaya cukup singkat, hanya terdiri dari 144 halaman. Di dalamnya berkisah tentang permainan kekuasaan yang dilakukan oleh binatang-binatang di sebuah peternakan. Para binatang tersebut ingin melakukan pemberontakan terhadap hegemoni dan superioritas kekuasaan umat manusia yang otoriter.
ADVERTISEMENT
Seekor babi tua yang bijaksana bernama Major menceritakan mimpinya kepada para binatang. Ia bercerita bahwa kelak para binatang dapat menciptakan dunia tempat mereka dapat berkuasa atas diri mereka sendiri dan meruntuhkan tirani manusia. Namun, tiga malam setelah menceritakan mimpinya dan memimpin para binatang untuk menyanyikan lagu yang melahirkan semangat perjuangan, Major meninggal dunia. Ia telah meninggalkan sebuah visi pemberontakan kepada binatang lainnya. Hal inilah yang kemudian melahirkan permainan kekuasaan di peternakan tersebut.
Dualisme kepemimpinan lahir, yaitu kepemimpinan Napoleon dan Snowball. Mereka merupakan dua ekor babi yang paling cerdas yang ada di peternakan milik Pak Jones. Di bawah dualisme kepemimpinan ini kekuasaan manusia atas peternakan ditaklukkan. Pak Jones, pemilik peternakan berhasil disingkirkan. Dan para binatang memperoleh kemerdekaan dari tirani manusia.
ADVERTISEMENT
Namun, kebahagiaan tak berlangsung lama. Kekuasaan telah membutakan mata penguasa. Dari sistem yang awalnya keputusan disepakati bersama, kini berganti menjadi kebenaran milik penguasa. Napoleon menjadi seorang diktator yang maha benar. Suara binatang lain seperti kedelai, ayam, kuda, dan sebagainya mulai diabaikan. Babi-babi memegang tahta tertinggi dalam kehidupan.
Dualisme tersebut mulai terpecah. Masing-masing merasa harus ada salah satu yang disingkirkan dan diusir dari kekuasaan. Lalu, terjadilah konflik internal yang melahirkan kekacauan di peternakan dan menyengsarakan binatang lain sebagai masyarakat yang setia kepada cita-cita awal pemberontakan mereka.
Novel ini bisa dikatakan sebagai sebuah alegori politik karena cerita di dalamnya merupakan sebuah representasi dari realita kehidupan politik manusia yang sebenarnya. Novel ini ditulis oleh George Orwell di masa Perang Dunia II sebagai sebuah satire terhadap totaliterisme Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, jika melepaskan konteks terhadap totaliterisme Uni Soviet kita masih dapat melihat alegori politik dalam rentetan kisah penguasa. Seperti cerita mengenai Napoleon Bonaparte yang awalnya merangkul rakyat untuk cita-cita bersama. Tetapi kemudian ia malah menjadi penguasa yang otoriter dan akan menyingkirkan siapa saja yang mencoba menentangnya. Dalam arti lain, novel ini merupakan sebuah sindiran terhadap kediktatoran dalam sistem pemerintahan.