Konten dari Pengguna

Anjing Jantan

Anissa Sadino
Provehito in Altum
4 Mei 2020 1:55 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anissa Sadino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anjing Jantan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Aku membanting tubuhku ke tempat tidur. Aku mengembuskan napas panjang dan berdecak. Aku tak pernah melihat Padma semarah itu.
ADVERTISEMENT
Padma tiba di rumahku sekitar tiga jam yang lalu. Entah apa yang membuatnya mau menyambangiku malam-malam di rumah.
Aku tertegun melihatnya duduk manis di sofa ruang tamuku. Sebatang rokok sudah bertengger di tangan kanannya. Tangan kirinya bergerak menyibak rambutnya yang hitam berulang kali.
"Ada apa, Pad?" tanyaku seraya duduk di sebelahnya.
"Apakah urusanmu dengan bajingan itu sudah selesai?"
Aku mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Seharian ini kau menyinggungnya di Instagram. Tiga story yang kau buat itu, kau tujukan untuknya, aku tahu."
Padma menatapku. "Apa yang terjadi?"
Aku mendengus. "Dia masih mencariku dan aku muak, Pad."
"Urusanku dengannya sudah selesai, tentu saja. Tidak ada alasan untuk kembali ke masa-masa menyeramkan itu. Aku tak mau membuang waktuku untuknya."
ADVERTISEMENT
"Nyatanya, kau membuang waktumu untuknya seharian ini," kata Padma. Suaranya pelan dan terdengar menyeramkan. "Lalu?"
"Dia mencariku bukan karena butuh, tapi untuk menanyakan sesuatu yang bodoh dan tak ada sangkut-pautnya dengannya. Aku pikir, tidak memblokir nomornya adalah pilihan yang tepat. Ternyata, aku salah."
Padma terdiam sejenak. "Kau menjawab pertanyaan-pertanyaan bodohnya?"
"Ya, tentu saja," aku mendengus. "Dia mengakhiri pembicaraan dengan menanyakan kabarmu."
Padma tertawa. Keras.
"Tolol," Padma terkekeh-kekeh. "Apa yang diinginkan bajingan itu, hah? Berikan saja dia nomorku. Dia bisa bertanya langsung padaku dan aku akan menjawab dalam bentuk memar di wajahnya."
Kedua bola mataku berputar. "Sudahlah, Pad. Aku memang akan menceritakan ini padamu lewat telepon. Tapi, ternyata kau di sini."
ADVERTISEMENT
"Kenapa kau bisa memungut anjing seperti dia untuk kau asuh, Sa?" suara Padma meninggi. "Aku benar-benar heran. Perempuan sepertimu yang punya kelas dan wibawa, memelihara anjing kampung kudisan yang tak tahu diri. Biarkan dia memadu kasih dengan anjing betina lain. Orang seperti dia pantas untuk mendapatkan pasangan yang sama tidak beresnya dengan otaknya."
"Pad, jangan bicara melewati batas," kataku. "Kau kasar sekali."
Padma menghela napas panjang. Dia mengisap rokoknya untuk menenangkan diri, dan mengembuskan asapnya dengan perlahan.
"Apakah kau sadar bahwa kau telah mengalami kemunduran saat kau bersanding dengannya?" tanyanya.
Aku mengangguk. "Pada akhirnya, ya."
Padma menggelengkan kepalanya. "Kau menurunkan levelmu untuk membawa bajingan itu naik ke singgasanamu. Kau tahu dia tidak bisa berada di sana. Bahkan, kau tahu dia belum siap untuk itu. Kau mengerahkan seluruh kekuatanmu untuk menerima dia apa adanya, dan kau tahu kau salah."
ADVERTISEMENT
"Manusia tidak akan berubah hanya dengan satu atau dua kali sentuhan. Jangankan sentuhan, manusia tidak akan berubah meski dia sudah pernah mengalami mati suri. Menampar orang seperti dia dengan cinta hanya membuatnya semakin keras kepala. Karena, di saat kau mengalah, memaafkannya, dan mengatakan, 'Ayo, kita jalani ini bersama-sama', kau memberinya ruang untuk diberikan rasa sakit. Dia menyukai hal itu."
"Bajingan itu tidak akan berubah dengan segala upayamu. Dia berubah karena 'ingin', karena 'mau', bukan karena 'harus'. Dengan apa yang terjadi di antara kalian, hanya ada dua kemungkinan. Dia membencimu sampai mati tanpa mau mengakui dosa-dosanya, atau menyesali perbuatannya sampai mati. Tergantung, apakah bajingan itu belajar dari semua kesalahannya."
"Hal yang mungkin membuatnya sadar bahwa dia telah kehilangan perempuan yang seharusnya dia jaga baik-baik adalah, ketika kelakuannya yang kurang ajar itu berimbas pada orang lain yang dia cintai. Ibunya."
ADVERTISEMENT
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Akan datang waktu dia menyesal dan kecewa sampai menangis. Ya, doamu didengar. Di saat itulah, ibunya yang membasuh luka-luka batinnya membuatnya sadar bahwa dia adalah orang paling tolol di dunia ini."
"Pad, sudahlah," aku mendengus keras. "Aku tak perlu mendengar ocehanmu tentangnya. Semua yang aku alami sudah berlalu. Membicarakannya seperti ini membuatku mual."
"Aku di sini bicara untuk perempuan yang aku hormati. Kau," kata Padma. "Ini suara hatiku yang yakin akan pilihanku. Memutuskan untuk hidup bersamamu, mengangkatmu untuk kembali ke singgasanamu, adalah hal-hal yang harus aku lakukan. Aku harus menyelamatkanmu dari kekacauan yang membuatmu hancur."
"Kita berada dalam satu frekuensi yang sama. Aku tahu kau tidak akan melarangku untuk merokok. Kau juga tahu aku tidak akan melarangmu pergi dengan teman-temanmu sampai larut malam. Kau dan aku menjunjung tinggi asas kepercayaan, dan kita menggenggam satu sama lain begitu erat. Kita saling menghormati satu sama lain, dan itu sebuah keharusan."
ADVERTISEMENT
"Tak hanya kau yang bekerja keras dengan sepenuh hati untukku, tapi aku juga begitu. Aku menghormatimu, dan aku akan terus melakukannya walau kita sedang bertengkar. Kita adalah cerminan satu sama lain, dan aku percaya akan hal itu. Dan aku mengharamkan diriku untuk membuatmu kecewa. Itu yang benar."
"Pad, kau berlebihan. Tak usah gunakan kata 'haram'. Sungguh, itu tak perlu," ucapku.
"Terserah," Padma mematikan rokoknya di asbak. "Aku hanya ingin kau tahu kalau kau punya harga tinggi di mataku. Jujur, aku benci masa lalumu dengan bajingan itu. Dia terlalu memikirkan dirinya sendiri, terlalu takut pada hal-hal yang belum terjadi, menjalani hidup dengan keraguan, dan merasa dirinya yang paling bermasalah. Tololnya lagi, dia membuang perempuan yang sudah mau berbagi nyawa dengannya begitu saja."
ADVERTISEMENT
Padma menatapku. Wajahnya terlihat sangat kesal.
"Kau beruntung. Aku datang ke hidupmu sebelum kau hangus bersamanya," kata Padma. "Aku tidak akan menzalimi kamu. Berlebihan? Memang. Karena aku bisa menghargai manusia dan aku adalah laki-laki dewasa."