Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Dariku, yang Mencintaimu Hanya di Kala Senja
12 Januari 2018 2:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Anissa Sadino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Januariku tahun ini tidak akan sama seperti Januariku tahun lalu. Karena aku akan pergi, jauh dari kamu.
ADVERTISEMENT
Aku tahu ini klise, tapi alasanku tetap sama-- aku tidak mau maju karena aku hanya akan mempersulit keadaan.
Apa yang aku hadapi sekarang ini bukanlah suatu hal yang baru. Apa yang aku dan kamu lakukan hanya akan menjadi sebuah cerita yang repetitif. Mungkin, kita akan saling mengekang, memberi tekanan pada satu sama lain. Ya, represif.
Hingga detik ini, aku masih menyesali apa yang aku perbuat dulu. Kenapa catatanmu tidak aku baca? Kenapa pada saat itu aku berpikir bahwa buku catatan kecil bersampul hitam itu hanyalah catatan kosong seorang lelaki?
Sampai akhirnya, kamu memberiku catatan berhargamu itu--untuk kedua kalinya-- pada akhir tahun lalu. Segala bentuk coretan dan torehan lukamu menghiasi setiap halaman catatan kesayanganmu itu.

London, Ini tentang aku. Hingga halaman terakhir, namaku tertera di sana.
ADVERTISEMENT
Sekarang, izinkan aku untuk memaki diriku sendiri. Aku menolak untuk bicara padamu karena aku hanya akan menciptakan sebuah ilusi. Aku akan simpan kalimat itu baik-baik, dan aku akan membakarnya saat kita sudah jadi musuh.
Aku pikir ini adil. Aku tak mau menambah masalah. Kehadiranmu di depanku saja sudah menjadi masalah besar. Apapun yang kau lakukan, aku yang merasakan sakitnya.
Kamu akan pergi. Dan aku akan jatuh membentur tanah, bertekut lutut seraya memandangmu menjauh, dan menghilang dengan perlahan.
Kamu tidak akan menoleh ke belakang. Jika hal itu terjadi, berarti doaku selama beberapa minggu terakhir ini dijabah. Jika tidak, aku akan membisu, dan belajar untuk lebih menerima arti dari sebuah perpisahan.
Ini berat. Aku tahu, kamu juga merasakan hal yang sama. Kita hanya terlalu banyak membuang waktu, berharap mimpi akan datang merengkuh ekspektasi.
ADVERTISEMENT
Kita pergi untuk saling melukai. Dan aku bisa terima itu. Mungkin, aku bisa mengobati keangkuhan yang selama ini hidup di dalam darahku. Mungkin, kepergianmu akan menjadi salah satu momen favoritku untuk dikenang.
Mungkin, aku tidak mencintai kamu seperti kamu mencintai aku. Mungkin, aku mencintai kamu hanya di kala senja. Senja yang meronta dari kegelapan, melukis langit lembayung untuk menyambut malam yang dingin.
Mungkin, aku mencintai kamu di saat kamu tak ada. Wujudmu akan mendominasi pikiranku, menjadikan aku seorang perempuan yang tak lekang oleh waktu.
Kenapa hanya di kala senja? Karena senja itu indah, dan matahari terlihat berpendar dari kejauhan. Dan senja itu, menenangkan.
Dan apa hubungannya dengan kamu? Karena kamu adalah fenomena yang jarang sekali aku temui. Dan senja merepresentasikan warna yang membalutmu selama ini.
ADVERTISEMENT
Akan datang hari yang memaksamu untuk terus berlari. Senjaku bernyanyi, merintih memanggil nama yang sudah tak asing lagi. Senjaku bermusik, dan aku akan menemani hingga keresahan mengambil alih.

London,
Jika kamu meninggalkan aku di kala senja, aku akan berdiri di kaki langit, dan mencintaimu dari sana.