Konten dari Pengguna

Jalan Berliku Menuju Demokrasi Indonesia Yang Sesungguhnya

Anjeli Anastasya Essing
Mahasiswa Aktif Sosiologi, Universitas Kristen Satya Wacana
1 Juli 2024 11:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anjeli Anastasya Essing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Demokrasi Indonesia (Sumber: Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Demokrasi Indonesia (Sumber: Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia merupakan salah satu negara Asia yang menganut politik yang ditransplantasikan dari barat hingga nusantara, dalam bahasa Yunani disebut 'polis' atau politik yang berarti negara yang melakukan kegiatan yang diciptakan dan dipelihara untuk masyarakat, untuk menegakkan peraturan yang ada di Indonesia. Hal ini juga berkesinambungan dengan politik Indonesia yang berlangsung, dalam kerangka negara Republik demokrasi perwakilan presidensial dimana presiden Indonesia menjadi kepala negara dan pemerintahan dalam sistem multi partai.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1950-1959, Indonesia menganut sistem parlementer yang menetapkan presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dan pada tahun 1959-1966, Indonesia mengubah sistem parlementernya menjadi sistem demokrasi dimana pemimpin memusatkan segala keputusan dan pemikirannya pada kepala negara yang memimpin yaitu presiden. Pada masa Orde Baru (1969-1998), Indonesia menganut demokrasi Pancasila yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong royong. Berdasarkan informasi dari Kompas.com disebutkan bahwa: “Era pemerintahan Soeharto dikenal dengan Orde Baru dengan konsep demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru adalah melaksanakan Pancasila dan UUD secara murni dan konsisten dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia.” Namun pasca Orde Baru, sistem demokrasi pada era reformasi mengacu pada liberalisme yang memberikan kebebasan pada individu terutama hak sebagai manusia, individu dan warga negara dan salah satu tolak ukur keberhasilan demokrasi adalah dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
Dalam UUD 1945, amandemen tersebut memuat jaminan terhadap hak asasi manusia sehingga menjadi landasan penting dalam perlindungan hak asasi manusia dalam politik dan pemilu. Dengan memberikan kebebasan ruang, kita harus tetap berhati-hati dalam menyikapi kasus-kasus yang kerap terjadi di dunia aktivisme atau jurnalisme. Keterbukaan dalam proses politik dan pemilu erat kaitannya dengan hak masyarakat atas informasi dan kemajuan yang dalam satu hal seringkali saling mempengaruhi. Berdasarkan informasi dari Academia.edu disebutkan bahwa: “Jaminan perlindungan hak asasi manusia sudah ada dan tertuang dalam peraturan perundang-undangan, namun pada kenyataannya masih terdapat berbagai jenis pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Rezim Orde pada bulan Januari 1995 hingga Maret 1996. Meskipun telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam perlindungan hak asasi manusia selama era reformasi, masih banyak tantangan yang harus segera diatasi dan bahkan diselesaikan. Bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip hak asasi manusia diterapkan dan dipraktikkan secara efektif. Dalam politik dan pemilu Indonesia, saat ini terjadi fenomena konflik politik yang pada saat itu sangat kuat, partai politik telah menyesuaikan agendanya dengan iklim atau jadwal politik di tempat lain untuk menjangkau banyak khalayak dan masyarakat umum. Meskipun dapat menimbulkan konflik identitas dan partai politik, hal ini juga dapat dianggap sebagai moderasi politik.
Ilustrasi menjunjung Tinggi Demokrasi (Sumber: Pribadi)
Politik personalis atau politik yang mengarah pada kepentingan individu terjadi di Indonesia yang senantiasa memberikan ancaman. Untuk meraih suara, banyak partai politik yang masih terikat pada politisasi dan memiliki kader non-politik. Seperti tren saat ini, banyak artis dan orang terkenal yang berlomba-lomba mendapatkan kursi di kongres. Dengan diperbolehkannya pemilu jangka pendek, maka dalam jangka panjang hal ini dapat mempersulit pembentukan kader yang berkontribusi dalam memperkuat organisasi partai. Berdasarkan informasi dari Compasiana.com disebutkan bahwa: “Yang lebih parah lagi adalah fenomena yang terjadi saat ini: sebagian besar partai – tak terkecuali semua pihak – terjebak dalam domain ini. bersih atau tidak caranya, yang penting tampil di depan publik. Yang kita saksikan saat ini hanyalah kompetisi politik. Ujung-ujungnya yang dicari bukan kebijakan, tapi kepentingan politik rakyat, dipilih oleh mayoritas dan memperoleh kekuasaan. Sisanya melupakan cita-cita dan kepentingan politik itu sendiri.” Sistem kepartaian di Indonesia sedang mengalami kesulitan karena perpecahan politik yang semakin menjalar ke masyarakat lokal. Untuk menciptakan pemimpin yang demokratis dan berintegritas, perlu dilakukan politisasi aturan-aturan pelatihan yang efektif dalam mencapai tujuan. Pencapaian tujuan dapat dicapai melalui program pelatihan yang teratur dan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi atau mengambil bagian dalam pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Sejak jatuhnya rezim era Orde Baru (1998) Indonesia telah mengalami perubahan besar dari pemerintahan otoriter menjadi demokrasi. Dan saat itu Indonesia menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil. Dan saat itu Indonesia menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil, termasuk pemilihan langsung untuk presiden dan kepala daerah. Pemilu di Indonesia memberikan jaminan hak pilih umum bagi semua warga negara, termasuk upaya memfasilitasi. Dalam hal ini pengalaman pribadi, dimasa pemilu tahun 2023 yang seharusnya kita sebagai mahasiwa bisa secara langsung memberikan hak suara dengan cukup membawah Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), tapi dipersulit dengan harus mengurus pindah memilih. Dalam pengurusan surat pindah memilih mahasiswa diperlambat dengan banyaknya antrian, dan bahkan ada mahasiswa yang ikut antrian, tapi tidak kebagian untuk mengurus surat pindah memilih saat itu. Setelah itu diperintahkan pindah ke tempat lain untuk pengurusan persyaratan tersebut. Kemudian, diwaktu pemilihan mahasiswa yang sudah mengurus, mendapatkan wilayah pilih yang jauh dari tempat tinggal dan sebagai anak rantau (mahasiwa/i), kita mengalami kesulitan untuk pergi ke tempat pemilihan. Dan juga banyak hak pilih dari mahasiwa/i yang tidak ikut serta karena ribetnya mengurus pindah memilih, walaupun sudah membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) tapi tidak diizinkan selain mengurus surat pindah memilih tersebut.
Ilustrasi Pemilu (Sumber: Pribadi)
Dalam hal ini tidak sejalan dengan asas jujur adil (JURDIL) dan langsung umum bebas rahasia (LUBER) yang merupakan dasar dalam pemilu di Indonesia dengan tujuan menjamin dan menciptakan pemilu yang benar-benar demokratis serta memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Karena, dengan kedua asas ini kita berharap pelaksanaan pemilu akan terlaksan secara efektif dengan perlunya kesadaran dalam memahami dua asas tersebut, sehingga bisa terwujudnya pemilu yang demokratis dan berintegritas. Serta dapat kita implementasikan dalam beraktivitas terlebih, dalam kehidupan setiap hari. Tetapi pada kenyataanya tidak sesuai, karena pengurusan surat pindah memilih kurang efektif dan sangat menghambat dalam proses pemilu yang seharusnya semua warga negara memiliki akses yang mudah dalam berpartisipasi untuk pemilihan umum. Maka dari itu hal ini dapat memberikan jalan bagi mereka yang berniat untuk memanipulasi suara mahasiswa yang tidak berpartisipasi dalam pemilu. Serta ketidaksetaraan dalam akses terhadap hak pilih dan mempersulit tim pelakasana pemilu dalam mengkordinasi akurasi daftar pemilih yang berpengaruh pada integritas pemilu secara keseluruhan. Hal ini pun sangat bertolak belakang dengan semangat demokrasi. Berdasarkan informasi dari Compas.com, menyatakan bahwa:” Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai kinerja pemilu Indonesia masih lemah. Hal ini dibuktikan dengan tidak terselenggaranya pemilu yang benar-benar jujur dan adil. Padahal, asas pemilu, yaitu “umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”, adalah prinsip negara hukum”.
ADVERTISEMENT
Penting bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk para pemangku kepentingan, untuk mewaspadai situasi ini dan mengambil peran aktif di dalamnya. Mencapai yang lebih baik adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, partai politik, organisasi sipil, akademisi, media, dan seluruh warga negara. Bangsa Indonesia dapat terus membangun demokrasi, melestarikan prinsip-prinsip Pancasila, dan membangun pemerintahan yang lebih inklusif, terbuka, dan berkeadilan dengan bekerja sama dan berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut. Perubahan yang baik dimulai dari dalam, dengan partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses demokrasi. Kami memastikan bahwa setiap suara warga negara didengar dan dihormati dalam proses pembentukan negara dengan memupuk budaya politik yang kuat dan kehormatan.
Anjeli Anastasya Essing, Mahasiswa Aktif Sosiologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
ADVERTISEMENT