Cerpen: Seikat Bunga Latulip Terakhir

ANJELIA RATU OASIS
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
24 November 2022 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ANJELIA RATU OASIS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Seikat Bunga Latulip Terakhir. Sumber foto: shutterstock (https://www.shutterstock.com/id/image-photo/little-boy-on-blue-background-holds-1646139481).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Seikat Bunga Latulip Terakhir. Sumber foto: shutterstock (https://www.shutterstock.com/id/image-photo/little-boy-on-blue-background-holds-1646139481).
ADVERTISEMENT
Masa remaja adalah masa yang paling indah bagi kebanyakan orang. Masa dimana perasaan dua buah insan yang masih lugu saling bertaut dan merajut kasih. Berbagi kisah bersama dan saling ada satu sama lain. Akan tetapi, hal yang menyenangkan itu tidak terjadi pada seorang gadis berusia 16 tahun bernama Nara. Nara adalah gadis yang tidak seberuntung anak-anak sebayanya. Ia menyukai laki-laki sebayanya sejak dirinya masih duduk di bangku SMP. Setiap jam istirahat, ia selalu saja memperhatikan laki-laki yang disukainya dari jauh. Katanya, melihatnya dari jauh saja sudah membuat dirinya bahagia.
ADVERTISEMENT
Nara menyukai laki-laki bernama Valen. Laki-laki itu cukup populer di lingkungan sekolahnya. Karakter dingin dan penuh misteri lekat pada diri laki-laki itu. Tidak seperti gadis lainnya, Nara bertahan dengan cinta diam-diamnya itu. Nara beranggapan, bahwa tak mungkin Valen menyukainya. Karena, gadis-gadis lain lebih cantik dan populer dibandingkan dirinya. Sampai suatu ketika, ia ingin membeli makan siang di kantin dan lantai tiba-tiba saja sangat licin. Nara tidak sempat menyeimbangkan posisi badannya. Ia pun terhuyung jatuh dan sudah tidak sadarkan diri.
Seorang laki-laki yang melihat kejadian itu tepat berada di depannya, segera membawa gadis yang sudah pingsan itu ke UKS. Ia meminta petugas UKS segera menangani Nara secepatnya. Tampak kecemasan terlihat di raut wajah anak laki-laki itu. Hari sudah menunjukkan pukul 3 sore. Murid-murid lain di sekolah, telah bersiap untuk bergegas pulang ke rumahnya masing-masing. Saat itu, kedua pelupuk mata Nara baru terbuka. Timbul raut kelegaan di muka petugas UKS saat itu.
ADVERTISEMENT
“Nak, syukurlah kamu sudah siuman, bagaimana kondisimu? apakah ada bagian tubuh yang masih sakit?” tanya petugas UKS dengan raut muka khawatir.
“Tidak apa-apa kok Bu, hanya kepala saya masih sakit” jawab Nara dengan keadaan muka yang masih pucat.
“Ya sudah kalau begitu, ini minum obat pereda sakit kepala dan teh hangatnya dulu ya” pinta petugas UKS.
“Baik Bu terima kasih, saya penasaran siapa yang membawa saya kemari, Bu?” tanya Nara dengan keingintahuannya.
“Oh anak itu, Ibu juga tidak tahu namanya, yang Ibu tahu hanya Ia siswa kelas 11, bertubuh tinggi dan memakai kacamata” jelas petugas UKS.
“Baiklah kalau begitu, saya izin pulang dahulu Bu” ujar Nara.
“Hati-hati ya nak, ini tasmu sudah dibawakan anak laki-laki itu tadi sebelum kamu siuman” ungkap petugas UKS itu.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi yang masih lemah, Nara meninggalkan sekolahnya. Ia berjalan kaki menuju halte bus yang terletak tak jauh dari sekolahnya.
“Anak laki-laki yang dimaksud petugas UKS tadi siapa ya? jadi penasaran” gumam Nara dalam hati.
“Tapi ciri-cirinya mirip Valen sih, tapi mana mungkin dia nolongin aku, tahu aku aja mungkin tidak” sahut Nara dalam hati.
Bus yang dinanti pun datang, Nara segera naik ke bus dan bus melaju ke arah rumahnya. Di lain waktu, Valen ternyata diam-diam mengingat gadis yang ia tolong itu. Muka gadis yang ditolongnya baginya sangat familiar. Ia merasa pernah melihatnya sebelumnya. Keesokan harinya, Nara sudah berada di kelasnya pagi-pagi buta. Kata Nara, ia menjadi semangat belajar karena anak laki-laki yang menolongnya itu. Meski belum tahu siapa orang yang menolongnya, akan tetapi Nara sangat berterima kasih kepada orang itu.
ADVERTISEMENT
Setelah jam pelajaran usai, Nara memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumahnya. Ia ingin menikmati pemandangan indah dari sekolah menuju rumahnya. Perhatiannya tertuju pada satu toko bunga yang sangat menarik perhatiannya. Toko bunga itu berisi berbagai jenis bunga yang indah. Nara memutuskan mengunjungi toko bunga itu. Ia membeli seikat bunga latulip, bunga kesukaannya. Bunga itu mengingatkan kepada almarhum Ayahnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Ayahnya sempat membelikan bunga latulip kesukaan Nara.
Tidak sadar, di seberang sana terdapat seorang laki-laki yang sedang memperhatikan Nara. Laki-laki itu ikut tersenyum kecil ketika melihat Nara berjingkrak-jingrak tanda kegembiraan dengan bunga latulip yang ia miliki. Karena bunga latulip mengingatkan Nara dengan almarhum Ayahnya, Nara pun memutuskan untuk menuju makam Ayahnya saat itu.
ADVERTISEMENT
“Ayah, kangen Nara tidak? Nara sekarang sudah besar Yah, tahun besok Nara sudah masuk kuliah” ucap Nara sambil mengelus batu nisan Ayahnya.
“Nara kangen banget sama Ayah, Nara masih ingat kali terakhir Ayah memberi seikat bunga latulip kesukaan Nara” ucap Nara sembari tidak sadar air mata Nara mengalir dengan deras.
“Nara pergi dulu ya Yah, Ayah bahagia ya di sana, Nara janji akan menjadi anak yang baik” ucap Nara sambil menaruh bunga latulipnya di makam Ayahnya.
Ketika ia beranjak pergi dari makam Ayahnya, Nara merasa ada yang mengawasinya. Nara mengecek sekelilingnya tapi tidak ada siapa-siapa. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak kanannya. Saat Nara menoleh, iya terkejut bahwa orang yang dilihatnya itu adalah Valen.
ADVERTISEMENT
“Kamu Valen kan?, ke..na..pa kamu ada disini?” tanya Nara terbata-bata. Gadis itu berusaha bersikap santai, tetapi jantungnya menolak.
“Eemm begini..arah rumah Valen lewat sini soalnya, kebetulan lihat kamu disini jadi, Valen samperin” jawab Valen dengan berbohong tentunya.
“Oh kalau begitu, aku duluan ya” ucap Nara kebingungan.
“Eh tunggu!” teriak Valen.
“Nara nggak kenapa-napa kan? Ada yang sakit ga?” tanya Valen cemas.
“Ke..na..pa tiba-tiba kamu ngomong begitu? Nara nggak kenapa-napa kok” jawab Nara dengan keadaan jantung yang sudah tidak aman.
“Soalnya kemarin…”ungkap Valen ragu.
“Eh, Nara duluan ya, sudah sore waktunya pulang ke rumah nanti dicariin Bunda” ucap Nara dengan terburu-buru.
Belum sempat Valen menyelesaikan perkataannya, Nara sudah pergi berlari meninggalkannya. Tapi di balik itu, Nara sudah tidak kuat menahan detak jantungnya yang berdegup kencang.
ADVERTISEMENT
“Lucu banget dia” ujar Valen dalam hati.
Setelah membersihkan tubuhnya, Nara pun merebahkan dirinya di kasur. Lagi, asyik-asyiknya ngescroll social media, tiba-tiba muncul notif chat masuk dari nomor yang tidak dikenal. Isi pesannya seperti ini.
+6284569073100
Nar, ini Valen
Nggak usah tanya-tanya ya, Valen dapat nomor Nara darimana
Intinya, besok sepulang sekolah ketemuan di taman belakang kantin
Harus ya Nar, jangan nolak
Sontak setelah membaca isi pesan tersebut, Nara bingung sekaligus kaget. Ia merasa ada yang janggal, semenjak kejadian dirinya yang tidak sadarkan diri itu. Namun disisi lain, Nara merasa ada kesempatan bahwa cintanya akan terbalas. Mengingat akan sikap perhatian yang dilakukan Valen secara tiba-tiba padanya. Keesokan harinya setelah pulang sekolah, terlihat sesosok laki-laki sudah terduduk manis di bangku taman. Terlihat anak laki-laki itu menggenggam seikat bunga latulip kesukaan Nara.
ADVERTISEMENT
“Valen, sudah nunggu lama ya? maaf tadi Nara ada piket kelas dulu” ucap Nara sambil nafas tersengal-sengal.
“Tidak apa-apa kok, sini duduk dulu Nar” ucap Valen dengan nada menenangkan.
“Oh iya bye the way, Valen ada perlu apa ya? tanya Nara cemas.
“Gini Nar, Valen ingin bicara sesuatu” ucap Valen.
Nara kurang begitu memperhatikan ucapan Valen, ia sibuk memperhatikan sesuatu yang disembunyikan di balik tangan kiri Valen.
“Maaf sebelumnya Valen minta ketemuan mendadak gini, cuman yang mau memperjelas disini bahwa Valen adalah orang yang bantu Nara waktu itu” ungkap Valen.
“Jadi, yang bantu aku itu kamu?”tanya Nara dengan mata terbelalak.
Tiba-tiba Valen mengeluarkan tangan kiri yang disembunyikannya sedari tadi. Mata Nara langsung terbelalak melihat seikat bunga latulip yang disukainya itu.
ADVERTISEMENT
“Ini bunga kesukaan kamu kan, ambil gih” ucap Valen dengan manis.
Valen pun mengucapkan sepatah dua patah kalimat lagi yang membuat kedua pipi Nara memerah.
“Nar, kalau ada apa-apa bilang ke Valen ya? jangan sungkan ok? sebenernya Valen sudah mengetahui Nara semenjak SMP. Valen juga tahu Nara suka diam-diam ngasi snack dikolong meja dan Nara juga suka perhatiin Valen kan kalo lagi main basket di lapangan. Valen juga sudah suka sama Nara sejak lama tapi tunggu waktu yang tepat buat ngungkapinnya” ucap Valen panjang lebar kali tinggi.
Lagi-lagi jantung Nara rasanya ingin melompat keluar dari tubuhnya. Bibir Nara tidak sanggup berbicara sangking gugupnya. Ia lalu, berlari meninggalkan Valen sendirian untuk menenangkan dirinya. Nara berlari sangat kencang menuju halte bus sekolah di seberang jalan. Gadis itu menyebrang jalan tanpa melihat mobil yang sedang melaju kencang kearahnya.
ADVERTISEMENT
“NARAAA AWASSSS!!!” teriak Valen dari seberang jalan.
Mobil yang melaju kencang itu tak dapat mengurangi laju kecepatannya dan kecelakaan mengenaskan itu pun terjadi. Nara berhasil selamat dan jatuh tersungkur di samping halte Bus. Ia mendengar suara riuh ambulan dan segerombolan warga yang ramai mengitari korban kecelakaan itu. Ketika ia membuka matanya, tampak seorang remaja laki-laki dengan kondisi mengenaskan sedang diangkut oleh petugas rumah sakit.
Air mata Nara mengucur dengan derasnya. Ternyata, Valen lah yang menyelamatkan nyawanya. Valen yang mendorong tubuh Nara dan menggantikannya dengan nyawanya. Lagi-lagi dua laki-laki yang dicintainya harus kehilangan nyawa karena dirinya. Nara kemudian berlari ke tempat Valen dirawat.
Sesampainya di sana dengan keadaan hati yang sangat berantakan, Nara bertanya kepada dokter yang keluar dari kamar rawat Valen.
ADVERTISEMENT
“Dok, Valen tidak kenapa-napa kan dok? JAWAB DOK!!!!” tanya Nara dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir.
“Maaf nak, saya harus mengatakannya dengan berat hati, Valen saat ini dalam keadaan kritis sehingga, harus melakukan operasi untuk menghentikan pendarahannya, kemungkinan hidupnya sangat kecil” ucap Dokter.
Mendengar perkataan itu, Nara merasa hancur-sehancurnya. Ia hanya bisa melihat Valen dari kaca kecil ruang ICU itu. Nara mengatakan bahwa seharusnya dirinyalah yang berada di posisi Valen sekarang ini. Lagi-lagi seikat bunga latulip yang digenggamnya itu menjadi saksi bisu bahwa ia kehilangan dua lelaki yang sangat ia sayangi.
TAMAT
Anjelia Ratu Oasis, Mahasiswa Semester 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ADVERTISEMENT