Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Konflik Suriah: Aktor dan Kepentingannya
20 Januari 2021 8:14 WIB
Tulisan dari Anna Zakiyyah Derajat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak dari terjadinya revolusi Arab Spring adalah dengan ditandai lahirnya pihak oposisi yang menghendaki reformasi terhadap rezim Bashar Al-Assad yang sejak dulu telah dijalankan dengan sistem monarki. Pada akhirnya, terjadi perang domestik yang sampai hari ini masih berlanjut. Namun, jika dilihat dari sisi lain, konflik yang terjadi di Suriah ini dimanfaatkan banyak pihak untuk mencapai kepentingan mereka.
ADVERTISEMENT
Dua negara besar yang memang sedang berebut untuk mendapatkan hegemoni saling melemparkan manuver, yang kemudian melibatkan banyak sekutu negara tersebut di Timur Tengah. Dua negara tersebut adalah Negara Rusia dan Amerika Serikat (AS). Hal tersebut membuat persoalan di tanah Suriah semakin runyam. Adanya perdamaian dan kedaulatan yang diharapkan rakyat Suriah di negaranya, nampak semakin utopis untuk diraih.
Perang Suriah telah menarik perhatian banyak masyarakat internasional. Banyak bantuan yang diberikan oleh pihak asing yang bukan hanya ditujukan untuk pemerintah Suriah saja, tetapi ditujukan juga kepada para pemberontak. Hal ini menjadi dasar bahwa kekuatan pihak luar dalam konflik Suriah ini sangat besar untuk mencapai kepentingan mereka.
Misalnya, Negara Rusia yang memang telah mengirimkan delegasinya untuk menyatakan dukungan terhadap rezim Al-Assad, mereka juga memasok senjata, serta melatih tentara Suriah. Sedangkan dari Negara Iran, Suriah bukan hanya mendapatkan dukungan diplomatik saja, tetapi juga mendapatkan penyediaan senjata, serta Iran pun telah mengirimkan tentaranya dan bantuan finansial kurang lebih $9 miliar.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, AS sendiri lebih memilih untuk mendukung pihak pemberontak atau oposisi, dengan menyalurkan banyak bantuan logistik dan senjata. Bukan hanya itu saja, AS juga mendesak mereka untuk melengserkan rezim Bashar Al-Assad.
Tanah Suriah, Medan Pertempuran
Tidak heran memang jika tanah Suriah menjadi medan pertempuran, baik pertempuran internasional maupun regional, baik selama dan setelah Perang Dunia I. Dalam hal ini, mencerminkan bahwa Suriah menjadi poros yang sangat strategis untuk kekuatan-kekuatan regional maupun internasional. sehingga kekuatan-kekuatan tersebut secara rutin bersaing untuk dapat mengambil pengaruh atau kekuatan hegemoni atas wilayah dan otoritas dari Negara Suriah.
Rezim Bashar Al-Assad dihadapkan dengan berbagai arus perlawanan yang datang dari berbagai kelompok, seperti kelompok pemberontak, jihadis, bahkan aktor asing. Al-Assad sendiri memiliki dukungan dari tentara Angkatan Darat Suriah sekitar 300.000 tentara, serta ia juga memiliki pasukan sekutu untuk berperang melawan kelompok-kelompok pemberontak yang sangat anti rezim Assad. Assad sendiri telah berjanji untuk mengembalikan seluruh wilayah yang direbut dari Suriah.
ADVERTISEMENT
Kelompok oposisi Suriah terdiri dari para pemberontak yang anti dengan rezim Bashar Al-Assad. Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh Assad. Sedangkan, kelompok para jihadis lebih terfokus untuk merebut sebagian wilayah Suriah yang mengalami kekosongan politik karena adanya peperangan. Tujuan kelompok jihadis ini tentu saja untuk memperluas wilayah kekuasaan kekhilafahan di Suriah dan Irak.
Sedangkan, adanya kelompok asing dalam perang Suriah ini dianggap cukup krusial dalam membangun proxy war. Hal ini bertujuan untuk memperlancar kepentingan kelompok asing tersebut di wilayah Suriah. Sebagaimana yang terjadi pada Negara Rusia dan Iran, walaupun dua negara ini mendukung pemerintahan Suriah, tetapi keduanya tidak luput untuk memperoleh kepentingan nasional mereka sendiri, khususnya dalam bidang ekonomi dan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Intervensi Militer Israel ke Suriah
Suriah merupakan salah satu negara yang mendukung secara penuh perjuangan perlawanan Palestina, serta mendukung kelompok Hizbullah dalam menghadapi Israel. Pada tahun 2012, Ketua Biro Politik Hamas, yaitu Khaled Mash'al telah meninggalkan Damaskus sehingga menyulitkan pemerintahan Suriah untuk melakukan koordinasi dengan Hamas. Tentu dalam hal ini, Israel sangat diuntungkan.
Tahun 2001 merupakan tahun hadirnya Hamas di Suriah yang berpindah dari Qatar. Hal ini dilakukan karena Suriah telah berkomitmen untuk membela rakyat Palestina. Pihak Hamas sendiri merasa menempati rumahnya sendiri di Damaskus, karena telah difasilitasi pemerintahan Suriah, khususnya dalam masalah keamanan.
Maret 2003, Menteri Luar Negeri AS, Colin Powel mencoba membujuk Bashar Al-Assad untuk segera mengusir Khaled Mash'al dari Suriah. Hal ini dilakukan sebagai komitmen Suriah dalam memerangi terorisme. Tetapi, rezim Assad menolak melakukan itu, karena Assad sendiri menganggap bahwa ia tidak sedang melindungi teroris dan mendukungnya, tetapi ia sedang melindungi kelompok perlawanan Palestina.
ADVERTISEMENT
Dalam konflik Suriah sendiri, Israel membantu untuk menghilangkan ancaman yang ada di Suriah melalui sekutunya AS. Pergolakan yang terjadi di Suriah merupakan kemenangan yang diterima Israel untuk mengalihkan perhatian Hizbullah. Upaya yang dilakukan Israel adalah dengan mengirimkan serangan melalui jalur udara ke Suriah pada 30 Januari 2013. Kemudian, Israel juga menggempur konvoi truk yang membawa persenjataan dari Suriah ke Damaskus.
Bukan hanya itu saja, baru-baru ini, Israel kembali menggempur Suriah melalui jalur udara dengan tujuan menyasar target-target yang didukung oleh Iran. Serangan udara Israel dijatuhkan pada sejumlah lokasi, seperti di Kota Al Bukamal. Tepatnya, pada sebuah jalah raya yang menghubungkan Ibu Kota Baghdad, Damaskus, Irak, dan Suriah. Ada dugaan pula bahwa pemerintahan Iran tengah mengirimkan persenjataan militer ke Suriah dan Lebanon melalui jalur tersebut.
ADVERTISEMENT
Serangan yang diberikan Israel juga menggempur sejumlah provinsi Deir al Zor. Di mana, daerah tersebut merupakan markas dari milisi dan anggota-anggota Korps Garda Revolusi Iran yang berada di Suriah. Adanya penyerangan ini tentu saja dengan tujuan untuk melemahkan, menghambat, dan menekan pengembangan kekuatan Iran di Suriah.