Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Luka Dončić x LeBron James, dan Masalah Defense Setelah Kepergian Anthony Davis
4 Februari 2025 22:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Annajm Islamay Wisyesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Trade Luka Dončić ke Los Angeles Lakers adalah salah satu momen paling mengejutkan dalam sejarah NBA. Pada tanggal 2 Februari 2025, Lakers mengumumkan bahwa mereka telah berhasil memboyong Dončić dari Dallas Mavericks dalam sebuah trade tiga tim yang melibatkan Utah Jazz. Lakers mengirim Anthony Davis, Max Christie, dan first-round pick 2029 ke Mavericks, sementara Jazz menerima Jalen Hood-Schifino dan dua second-round pick 2025 (satu dari Lakers dan satu dari Mavericks).
ADVERTISEMENT
Trade ini terjadi secara tiba-tiba dan dirahasiakan dengan sangat ketat. Bahkan LeBron James, bintang utama Lakers, tidak diberi tahu sebelumnya. Menurut laporan, negosiasi antara GM Lakers Rob Pelinka dan GM Mavericks Nico Harrison berlangsung selama beberapa minggu tanpa kebocoran informasi ke media atau pemain.
Dončić, yang kala itu sedang pulih dari cedera betis, menunjukkan performanya sebagai bintang muda berusia 25 tahun. Ia telah memimpin Dallas Mavericks ke Final NBA musim sebelumnya, dan menjadi kandidat MVP liga. Sementara itu, Anthony Davis (31) yang dilepas ke Mavericks, adalah bintang utama Los Angeles Lakers yang membantu tim ini memenangkan gelar NBA pada 2020 silam. Pertukaran ini tentu mengagetkan banyak pihak, termasuk fans Mavericks yang sampai membuat pesta pemakaman di luar arena mereka.
ADVERTISEMENT
Rob Pelinka, GM Los Angeles Lakers, menyatakan Luka Doncic adalah bintang muda yang punya mentalitas juara. Ia diproyeksikan akan meneruskan legacy LeBron James setelah dirinya pensiun tidak lama lagi dari NBA. Sementara itu, Nico Harrison, GM Dallas Mavericks, menjelaskan bahwa timnya membutuhkan seorang bigman bintang seperti Anthony Davis untuk memperkuat pertahanan paint area, dan bersaing di perebutan juara NBA.
Trade ini tidak hanya mengubah masa depan kedua tim, tetapi juga menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam, menandai perpindahan dua bintang All Star-NBA dalam satu kesepakatan.
Skema Permainan LeBron x Luka: Bagaimana Mereka Bisa Bersinergi?
Menyatukan LeBron James dan Luka Dončić dalam satu tim adalah tantangan besar, tapi juga peluang emas. Keduanya adalah playmaker dan scoring machine kelas dunia yang terbiasa memegang bola dan mengontrol permainan. Namun, perbedaan usia, ritme, dan gaya bermain mengharuskan penyesuaian taktis yang cermat.
ADVERTISEMENT
Pertama, penyesuaian peran atau role menjadi kunci. LeBron, di usianya yang sudah kepala empat, perlu mengurangi dominasinya terhadap bola dan lebih fokus pada permainan off-ball. Skema ini bukan hal baru baginya—di Miami Heat, ia sukses bermain tanpa bola saat Dwyane Wade memegang inisiasi serangan. Begitu pula sebaliknya, saat ia dominan dan Wade mengambil langkah mundur. Pola serupa bisa diterapkan di Los Angeles Lakers: Luka nantinya diplot sebagai primary ball-handler, sedangkan LeBron fokus pada cutting, spot-up shooting (39% 3PT musim ini), dan low post isolation. Misalnya dalam skema pick-and-roll, Luka bisa menjadi handler sementara LeBron sebagai roller. Mereka akan memaksa lawan memilih antara mau menutup ruang pergerakan Luka atau membiarkan LeBron melakukan tomahawk slam di ring.
ADVERTISEMENT
Kedua, taktik kombinasi mematikan bisa jadi ujung tombak Lakers mencetak poin. Salah satunya adalah double layer pick-and-roll. Luka bisa mengoper LeBron di elbow, kemudian melakukan off-ball screen guna membuka ruang tembak bagi Austin Reaves untuk mencetak 3 angka. LeBron, dengan visi playmaking yang bagus seperti Nikola Jokic, juga bisa mengirim pocket pass ke roller atau kick-out ke shooter. Luka juga berpeluang untuk menjadi popper setelah memberi screen, memanfaatkan akurasi 3 angkanya yang cukup mengerikan (35,6% 3PT musim ini)
Selain itu, skema staggered minutes bisa jadi solusi untuk memaksimalkan dominasi keduanya. LeBron dan Luka tidak perlu selalu bermain bersama. Misalnya, Luka bisa memimpin serangan di mayoritas kuarter pertama sementara LeBron istirahat. Di kuarter kedua, LeBron bisa bermain dengan bench unit seperti Rui Hachimura dan Gabe Vincent sedangkan Luka beristirahat. Di menit-menit kritis kuarter ketiga dan keempat, keduanya bisa masuk bersama. Skema ini pernah sukses diekseskusi oleh Golden State Warriors dengan mengandalkan Kevin Durant dan Stephen Curry, memastikan keberadaan playmaker di arena.
ADVERTISEMENT
Dominasi isolation juga dapat diandalkan oleh Lakers. Keduanya masuk 5 besar isolasi scorer NBA (Luka: 1.15 PPP, LeBron: 1.10 PPP). Namun, untuk menghindari stagnansi, Lakers perlu mengelilingi mereka dengan shooter seperti Austin Reaves (37.8% 3PT), dan Dalton Knecht (35.5% 3PT). Contoh formasi yang dapat digunakan: Luka atau LeBron di wing, tiga shooter di perimeter, dan satu rim runnner seperti Jaxson Hayes untuk eksekusi lob threat.
Perbandingan dengan duet bintang lain bisa memberikan gambaran lebih jelas. Di Miami Heat, LeBron dan Dwyane Wade awalnya kesulitan karena tumpang tindih peran. Namun, Wade mengurangi usage rate-nya dari 34% ke 29% dan fokus pada cutting serta transition, yang akhirnya membuahkan 2 gelar NBA. Di Golden State Warriors, Kevin Durant dan Stephen Curry sukses karena keduanya ahli dalam off-ball movement dan shooting. Curry bahkan mengurangi usage rate-nya dari 30% ke 24% untuk memberi ruang Durant. Sebaliknya, duet James Harden dan Russell Westbrook di Houston Rockets gagal karena keduanya memaksakan isolasi tanpa spacing yang memadai.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya masih menunggu di skema defensif. LeBron, di usianya yang sudah 40, dan Luka yang sering malas melakukan defense, rentan untuk dieksploitasi di perimeter. Lakers perlu menambah wing defender seperti Jarred Vanderbilt atau mencari trade untuk pemain seperti Mikal Bridges, Alex Caruso, atau Brandin Podziemski . Selain itu, kepergian Anthony Davis jelas meninggalkan lubang besar di rim protection (2.3 block/game). Solusinya, Lakers harus bisa merekrut center kuat seperti Daniel Gafford, atau bahkan memanggil Dwight Howard dari bangku pensiunnya. Keduanya masih cukup dalam skema salary cap Lakers.
Manajemen ego juga menjadi faktor krusial. LeBron harus mau menerima peran sekunder, sementara Luka perlu menghormati hierarki veteran. Komunikasi terbuka, seperti yang terjadi di Cleveland Cavaliers silam, antara LeBron dan Kyrie Irving akan penting untuk menghindari konflik.
ADVERTISEMENT
Jika berhasil, duet ini bisa jadi mesin offensive tertinggi di NBA, mirip Durant-Curry di Warriors pada 2018. Mereka berdua berhasil mencetak rata-rata 114 poin/game, dan memenangkan gelar NBA. Namun, jika amblas, Lakers akan menjadi tim "iso-heavy" dengan defense yang mudah dirobohkan. Mirip dengan kondisi Harden-Westbrook kala di Rockets. Rekomendasi taktisnya adalah menggunakan LeBron sebagai point forward di setengah lapangan, Luka sebagai primary initiator, meningkatkan off-ball screening, dan memperkuat bench dengan 3-and-D wings serta rim protector.
Duet LeBron-Luka adalah eksperimen high risk, high return. Dengan penyesuaian taktis dan manajemen ego yang jempolan, mereka bisa menjadi kombinasi terganas di NBA. Namun, jika roster tetap dibiarkan pincang, hal itu sangat sulit dijangkau.
Dampak Kepergian Anthony Davis & Kekurangan Lakers
ADVERTISEMENT
Kehilangan Anthony Davis bukan sekadar kehilangan sosok NBA All Star, tetapi juga pukulan telak bagi identitas Lakers di kedua ujung arena. Davis, dengan kombinasi kelincahan, kecepatan, dan insting bertahan yang langka, adalah tulang punggung taktis Lakers. Tanpa keberadaannya, Lakers kehilangan pemain dengan badge unik sebagai elite rim protector (2.3 block/game), ancaman lob yang mengubah dinamika bertahan, dan switchability defensif yang memungkinkan Lakers bertahan dari serangan pick-and-roll modern. Statistik dari ESPN menyebutkan, ketika Davis absen dari pertandingan, Lakers mengalami kemerosotan drastis dalam defensive rating (112.3 → 118.9) dan rebound (47.2 → 41.5 per game).
Dari sisi ofensif, Davis adalah safety net Lakers dalam setengah lapangan. Sekitar 57% poinnya berasal dari dalam paint area, dengan kemampuan finish di sekitar 71% di sekitar rim—angka yang tak tergantikan oleh Christian Wood (63%) atau Jaxson Hayes (68%). Davis juga menjadi target utama alley-oop dari LeBron James, sebuah senjata yang memaksa pertahanan lawan selalu waspada. Tanpa ancaman ini, Lakers kehilangan elemen kejutan dan spacing yang sebelumnya membuka peluang bagi shooter seperti Austin Reaves.
ADVERTISEMENT
Solusi jangka pendek? Lakers harus agresif di pasar trade. Target seperti Andre Drummond (10.8 rebound, 1.5 blok/game) atau Daniel Gafford (6.7 rebound, 2.2 blok/game), atau Nic Claxton (7.5 rebound, 1.2 blok/game). Mereka bisa jadi tambahan darurat untuk mengisi lubang di paint. Namun, mereka tak akan menyamai pengaruh Davis yang multidimensi. Opsi lain adalah beralih ke small-ball ekstrem dengan memainkan LeBron James di posisi 5. Meski berisiko memperparah beban fisik LeBron, strategi ini bisa meningkatkan kecepatan transisi dan spacing ofensif. Namun, tanpa Davis, Lakers akan terus kalah dalam duel fisik melawan tim dengan frontcourt besar seperti Nuggets atau Timberwolves.
Di sisi taktis, pelatih J.J. Reddick harus merevolusi skema defensif. Tanpa Davis sebagai help defender, Lakers perlu meningkatkan tekanan di perimeter untuk mencegah penetrasi. Ini berarti pemain seperti Jarred Vanderbilt harus lebih agresif dalam on-ball defense. Namun, pemain ini rentan foul trouble (Vanderbilt: 3.2 fouls/36 menit) dan minim kontribusi ofensif—trade-off yang bisa memperlambat ritme serangan.
ADVERTISEMENT
Sisi psikologis juga terancam, dengan hilangnya hierarki kepemimpinan defensif. Davis adalah komando pertahanan di lini belakang, mengarahkan rotasi dan menutup celah. Tanpa teriakannya, Lakers terlihat kacau dalam transisi bertahan. Seperti yang terlihat pada kekalahan 131-114 melawan Memphis Grizzlies awal musim ini, di mana mereka kebobolan 62 poin di paint.
Kesimpulan: Apakah Duet LeBron-Luka Layak Dipertaruhkan?
Duet LeBron James dan Luka Dončić di Los Angeles Lakers adalah sebuah eksperimen high risk, high reward yang bisa mengubah peta kekuatan NBA—atau justru menjadi bumerang. Di atas kertas, kombinasi dua basketball genius ini menjanjikan serangan paling mematikan di liga: LeBron dengan visi passing-nya yang legendaris dan Luka dengan kreativitas playmaking yang tak terduga. Bersama, mereka bisa menghasilkan 50+ poin dan 15+ assist per game, menciptakan pertunjukan ofensif yang memukau. Namun, di balik potensi gemilang itu, ada jurang risiko yang dalam. Kepergian Anthony Davis meninggalkan lubang besar di pertahanan, mengubah Lakers dari tim berlapis baja menjadi raksasa rentan yang mudah ditembus di paint. Tanpa rim protector sekaliber Davis, Lakers kini bergantung pada Christian Wood dan Jaxson Hayes—dua big man yang konsistensinya dipertanyakan—serta LeBron yang di usia 40 mustahil diminta menjadi anchor defensif.
ADVERTISEMENT
Sejarah NBA mengajarkan bahwa duet bintang dominan bisa sukses jika ada pengorbanan ego dan penyesuaian taktis. LeBron-Wade di Miami dan Durant-Curry di Golden State adalah contoh bagaimana dua alpha male bisa berbagi peran. Tapi kegagalan Harden-Westbrook di Houston juga mengingatkan: tanpa chemistry dan sistem yang mendukung, dua bintang hanya akan saling menginjak kaki. Bagi LeBron dan Luka, kunci suksesnya terletak pada kemauan LeBron mengurangi peran sebagai primary ball-handler—sesuatu yang ia pernah sempat ia lakukan di Miami demi Wade—sementara Luka harus meningkatkan komitmen defensif dan kecepatan bermain.
Lakers juga perlu gerakan cepat di pasar trade untuk menambahkan 3-and-D wings dan rim protector. Tanpa itu, mereka hanya akan jadi tim ofensif spektakuler dengan pertahanan sekelas tim berkembang. Apakah ini layak dipertaruhkan? Jika tujuannya adalah hiburan dan tiket playoff, jawabannya "ya". Tapi jika ambisinya adalah juara, Lakers harus realistis: tanpa perbaikan roster dan revolusi taktis, duet LeBron-Luka hanya akan jadi rollercoaster emosional—sesekali memukau, tapi kerap jatuh di saat kritis. Ini adalah pertaruhan berisiko, tapi dalam dunia NBA yang haus akan drama, mungkin risiko itulah yang membuatnya menarik.
ADVERTISEMENT
Live Update