Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hilirisasi: Potensi dan Hambatan untuk Indonesia Maju 2045
13 Maret 2023 19:19 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Annas Zakky Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri lagi, Indonesia memang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun sayangnya pemanfaatan sumber daya alam yang ada masih sebatas ekspor dalam bentuk bahan mentah. Padahal, dengan menjadikannya bahan baku untuk industri dalam negeri, Indonesia dapat meningkatkan nilai ekonominya.
ADVERTISEMENT
Melihat hal itu, perlu adanya hilirisasi industri untuk bisa memanfaatkan sumber daya alam secara efisien. Hilirisasi industri merupakan proses pengolahan bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi. Bagi Indonesia, hilirisasi industri diperlukan untuk menaikkan nilai tambah ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Sebenarnya persoalan terkait hilirisasi ini sudah lama direncanakan oleh pemerintah. Pemerintah menilai Indonesia punya segalanya untuk bisa menjadi negara maju. Hal inilah yang membuat pemerintah ingin memaksimalkan sumber daya yang ada untuk membuat produk-produk yang dibutuhkan oleh negara lain.
Kebijakan terkait hilirisasi ini difokuskan pada industri berbasis agro, bahan tambang mineral dan migas. Khusus pada bidang bahan tambang mineral pemerintah menunjukkan keseriusan yang tidak bisa ditawar. Hal ini terlihat pada kebijakan larangan ekspor untuk beberapa hasil bahan tambang mineral.
ADVERTISEMENT
Pada Januari tahun 2020 lalu pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel. Pada Juni 2023 nanti bijih bauksit dan tembaga juga akan dilarang untuk diekspor. Mungkin beberapa waktu ke depan akan ada lagi pelarangan ekspor hasil bahan tambang mineral.
Kebijakan pelarangan ekspor ini bertujuan untuk membatasi ekspor hasil bahan tambang mineral terutama nikel yang menjadi bahan baku utama dari baterai kendaraan listrik. Nantinya hasil tambang mineral yang masih berupa bahan mentah akan diolah terlebih dahulu dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan.
Kebijakan larangan ekspor mineral mentah dapat dianggap sebagai langkah positif dalam upaya meningkatkan perekonomian Indonesia melalui sektor industri pengolahan. Dengan membatasi ekspor hasil bahan tambang mineral, pemerintah Indonesia berharap dapat mendorong pengembangan industri pengolahan mineral dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk dan membuka lapangan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Dibalik potensi yang menjanjikan, nyatanya proses hilirisasi tidaklah semudah yang dibayangkan. Pemerintah harus menghadapi dua persoalan utama yaitu gugatan dari Uni Eropa terkait kebijakan pelarangan ekspor hasil bahan tambang mineral dan dana investasi yang tidak sedikit.
Gugatan Uni Eropa ke WTO
Kebijakan larangan ekspor bahan hasil tambang mineral nampaknya membuat Uni Eropa tidak senang. Hal ini dikarenakan dengan adanya kebijakan larangan ekspor akan merugikan Uni Eropa dan kebijakan ini dianggap tidak sesuai dengan peraturan perdagangan internasional.
Hal ini yang kemudian mendorong Uni Eropa untuk menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) pada awal tahun 2021. Pemerintah Indonesia sendiri tidak diam begitu saja. Pemerintah telah mempersiapkan diri melalui pengacara-pengacara andal untuk bisa memenangkan gugatan terkait kebijakan larangan ekspor bahan hasil tambang mineral.
ADVERTISEMENT
Meskipun hasilnya Indonesia harus kalah atas gugatan yang diajukan Uni Eropa pada Oktober 2022. WTO menilai kebijakan yang dibuat Indonesia tidak selaras dengan peraturan perdagangan internasional yang telah ditetapkan. Dan hilirisasi di Indonesia sendiri dinilai masih jauh dari kata layak.
Kekalahan ini tidak membuat pemerintah diam begitu saja. Pada Senin, 12 Desember 2022, Indonesia mengajukan banding terkait gugatan ini dan akan dilakukan banding pada tahun 2025. Dengan demikian pemerintah Indonesia memiliki kesempatan untuk menyiapkan argumentasi dan memperbaiki hilirisasi industri di Indonesia.
Butuh Dana yang Besar
Untuk membuat hilirisasi industri yang layak tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana ini diperlukan untuk membangun fasilitas-fasilitas dan teknologi yang dibutuhkan. Salah satunya adalah smelter atau fasilitas pemurnian dan pengolahan smelter.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian ESDM pada tahun 2020 telah ada 17 smelter yang tersebar di Indonesia. Dan 35 smelter yang masih dalam tahap pembangunan. Targetnya pada tahun 2024 sudah ada 52 smelter yang telah dibangun dan dapat beroperasi.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pembangunan smelter membutuhkan dana yang cukup besar. Sebagai contoh pembangunan Smelter PTFI di Gresik yang membutuhkan dana lebih dari USD 1,15 miliar atau sekitar Rp 17 triliun.
Dana yang cukup besar ini membuat pemerintah mengajak pihak asing agar bisa berinvestasi dalam pembangunan smelter di Indonesia. Namun baru-baru ini, salah satu investor asing asal Amerika Serikat, Air Products and Chemicals, Inc mundur dalam investasi proyek hilirisasi batubara.
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM menilai mundurnya Air Products and Chemicals, Inc dikarenakan skema bisnis serta aspek keekonomian yang belum bertemu dan sebagainya. Mundurnya salah satu investor asing ini membuat pemerintah akhirnya mengajak sektor perbankan untuk ikut berpartisipasi dalam investasi pembangunan smelter.
Walaupun langkah pemerintah dalam hilirisasi di Indonesia tergolong sulit karena dua persoalan tersebut. Perlahan pemerintah menemukan cara untuk mengatasinya dan merealisasikan apa yang diharapkannya. Bukan tidak mungkin jika apa yang diharapkan terealisasi dan Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045.