Gagal Paham Para Pendukung Bjorka

Anneila Firza Kadriyanti
Pemerhati perilaku digital. Co-founder Obserf.co. Pegiat literasi media digital Mari Melek Media. Feminis.
Konten dari Pengguna
16 September 2022 17:41 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anneila Firza Kadriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Akun Twitter Bjorka disuspend. Foto: Twitter
zoom-in-whitePerbesar
Akun Twitter Bjorka disuspend. Foto: Twitter
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aksi peretas Bjorka masih menjadi trending topic di jagat media sosial hingga saat ini, terutama di platform Twitter. Setelah membuat kegaduhan lewat membocorkan sejumlah data pribadi pejabat negara beberapa waktu silam, akun Twitter sang peretas dengan nama @bjorkanism ditangguhkan oleh Twitter sehingga tidak dapat
ADVERTISEMENT
diakses.
Lewat beberapa upaya pemerintah Indonesia yang gagal mengidentifikasi identitas asli Bjorka, tiba-tiba sang peretas mengeluarkan unggahan lewat melalui Telegram yang berisi olok-olokan terhadap kebodohan pemerintah mempercayai Dark Tracer dalam memberikan informasi palsu tentang dirinya.
Unggahan ini semakin menaikkan popularitas Bjorka dalam percakapan di ruang virtual. Cuitan tentang Bjorka didominasi oleh komentar positif warganet Indonesia yang menganggap aksi Bjorka sebagai tindakan heroik yang berani mempermalukan pemerintah Indonesia. Walhasil sosok virtual Bjorka menjelma sebagai simbol figur rebellious melawan pemerintahan yang korup dan merugikan rakyat.
Namun benarkah seperti itu makna Bjorka yang sesungguhnya?

Bjorka: Pembuat Onar dan Pencari Ketenaran Semata

Pada saat Bjorka mengunggah data pribadi para pejabat negara di media sosial, aksinya sontak menuai kekaguman warganet. Ratusan ribu cuitan di Twitter memuji peretasan Bjorka, terutama ketika terkuak cerita Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani yang merayakan ulang tahun di tengah sidang paripurna, dan bertepatan pula dengan momen demo kenaikan harga BBM.
ADVERTISEMENT
Selayaknya Bjorka yang mengejek pemerintah Indonesia dengan penyebutan a bunch of idiots, demikian pula Netizen +62 yang mendukung aksi peretasan Bjorka. Those netizens are also a bunch of idiots, sebab dengan tololnya warganet mendukung seorang peretas yang meretas data warga sipil yang diretas oleh Bjorka.
Bjorka diketahui pernah meretas 26 juta history browsing pelanggan IndiHome berupa keyword, password, hingga Nomor Induk Kependudukan (NIK). Implikasi dari kebobolan data history browsing ini adalah, Bjorka dapat mengetahui situs-situs apa yang pernah dibuka, hingga akses seperti apa yang pernah dilakukan oleh pelanggan. Bjorka pun pernah pula ketahuan menjual 1,3 miliar data SIM Card para pengguna operator seluler sebesar Rp 745,6 juta. Kemudian Bjorka membocorkan sejumlah data pribadi para pejabat publik, seperti mengungkapkan bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan belum disuntik booster Vaksin Covid-19.
ADVERTISEMENT
Setelah aksi pembocoran data pejabat negara, Bjorka dielukan oleh warganet Indonesia sebagai pembela rakyat tertindas tak ubahnya seperti whistleblower Julian Assange (pendiri WikiLeaks), dan Edward Snowden yang mengungkap data intelijen pemerintah Amerika Serikat ketika pemerintah negara Paman Sam tersebut membohongi publik dalam mengawasi dan mengoleksi data pribadi warga negaranya.
Aksi pembocoran data yang dilakukan oleh Bjorka tidak sama seperti yang dilakukan oleh Assange dan Snowden. Bjorka tidak membocorkan rahasia negara tentang suatu keputusan pemerintah yang berpotensi memiliki implikasi buruk pada kehidupan rakyat. Sementara Assange dan Snowden berupaya memberitahukan pada publik tentang kebohongan yang dilakukan pemerintah yang dapat memberi preseden buruk kepada warga negara.
Data yang disebarkan oleh Bjorka tak lebih dari sekedar kumpulan informasi pribadi pengguna internet. Seharusnya hal itu bersifat rahasia, sebab data privat yang bocor rawan mengalami kejahatan siber seperti pemalsuan identitas. Bjorka tidak pantas dianggap sebagai pahlawan, atau disebut peretas dengan level dewa. Mereka yang menganggapnya sebagai pahlawan adalah sekumpulan orang yang tidak mengerti tentang bahaya kebocoran data pribadi di ruang digital.
ADVERTISEMENT
Tindakan Bjorka menyebarkan sejumlah dokumen yang konon katanya confidential seperti kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir pun, sebenarnya tidak memberikan gebrakan apa pun dalam aksi leaking (pembocoran). Mengutip pernyataan Suciwati, istri mendiang Munir, yang disebutkan Bjorka dalam dokumen tersebut adalah apa yang telah diungkap ke publik sehingga bukan lagi rahasia.
Bjorka sama seperti kebanyakan warganet lain yang marah tatkala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merugikan publik. Namun tak pantas menyamakan sosoknya seperti pemberontak ideologis yang membela kepentingan warga negara. Bjorka sama sekali tidak berdiri pada ideologi politik apa pun selain hanya untuk mencari kebisingan dan keriuhan pada momen yang tepat.
Sebaliknya, sejumlah data pribadi yang saat ini dimilikinya berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan doxing para pihak yang berupaya mencari keuntungan materi di balik kepemilikan data para pengguna digital. Jika ternyata data pribadimu dibocorkan oleh Bjorka, masihkah kau mengatakan dia seorang pahlawan pembela rakyat lemah dari pemerintah?
ADVERTISEMENT

Fokus Isu Harusnya Pada Perlindungan Data Pribadi

Di ruang virtual yang semuanya serba terhubung dalam Internet of Things (IoT), satu nomor telepon seluler atau satu alamat email saja dapat mengungkap hampir segala sesuatu tentang diri kita: sepatu apa yang baru kita beli, ke mana kita berlibur dua bulan yang lalu, restoran apa yang sering kita kunjungi, hingga yang bersifat sangat rahasia seperti nomor rekening bank dan pelacakan nomor IMEI telepon pintar yang mungkin memuat dokumen pribadi dalam galeri dan aplikasi mobile phone.
Manakala data-data seperti ini bocor dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok kepentingan tertentu, betapa akan kacaunya kehidupan pengguna internet di dunia nyata. Kebocoran dokumen pribadi seperti video adegan seks yang sebenarnya diperuntukkan diri sendiri kemudian menjadi konsumsi audiens dan diunggah ke situs porno. Simpanan tabungan yang dikumpulkan selama bertahun-tahun kemudian menghilang karena dicuri oleh hacker. Data kependudukan kita disalahgunakan oleh pihak lain untuk berhutang, atau bahkan untuk melakukan aksi kejahatan siber lainnya.
ADVERTISEMENT
Kebocoran data pribadi jelas bukan suatu hal yang menyenangkan. Pihak manapun yang memegang kendali atas sejumlah informasi privat, memiliki kuasa untuk menginvasi ruang pribadi yang mengarah pada eksploitasi, manipulasi, dan kehilangan kebebasan (Michael Patrick Lynch, The Internet of Us, 2016).
Seharusnya persoalan kebocoran data pribadi inilah yang menjadi fokus masalah dari aksi peretasan Bjorka, dan juga menjadi kritik atas kegagalan pemerintah dalam memperkuat sistem digital yang dapat melindungi dan mencegah kebocoran data digital warga. Alih-alih memperkuat sistem, sejumlah instansi negara malah mengelak bahwa telah terjadi kebocoran data dan seakan tidak terlihat melancarkan usaha apapun untuk melindungi privasi warganya. NEGARA TELAH GAGAL MELINDUNGI WARGA NEGARANYA DARI TINDAKAN PERETAS SEPERTI BJORKA!
Boleh jadi, dukungan terhadap Bjorka merupakan perwujudan dari kemarahan warga negara terhadap pemerintah yang menyepelekan pentingnya arti privasi data. Jikalau Bjorka membocorkan rahasia-rahasia intelijen negara yang dianggap sebagai pembohongan publik dengan merugikan hak-hak sipil warga negara, maka benar lah Bjorka pantas digadang sebagai figur virtual yang memiliki sikap politik dalam melawan pemerintahan yang korup dan gagal melindungi warganya.
ADVERTISEMENT
Namun Bjorka pun telah terbukti mencuri data pribadi warga sipil lainnya, dan “menyandera” jutaan warga Indonesia dengan menyimpan informasi privat mereka. Bjorka pun pernah menjual data pribadi tersebut. Hanya karena Bjorka mengunggah informasi pribadi para pejabat publik, tak serta-merta menjadikan dia sebagai whistleblower. Bahkan bisa disebutkan informasi pribadi para pejabat publik itu tidak esensial bagi kepentingan publik karena tak ada sangkut pautnya dengan hajat hidup orang banyak.
Hanya soal waktu juga kapan data warga sipil yang dia simpan akan dijual kepada penawar tertinggi di deep web. Setiap dari kita yang tercatat dalam pencatatan sipil Dinas Kependudukan dan menggunakan operator seluler di Indonesia, berpotensi untuk menjadi orang yang datanya siap dibocorkan oleh Bjorka.
ADVERTISEMENT
Tidak kah kau marah dengan Bjorka jikalau itu sampai terjadi? Who’s the bunch of idiots now?