Konten dari Pengguna

Melawan Burnout: Cara Sederhana Menjaga Keseimbangan Hidup

Anne Pratiwi
Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
19 September 2024 14:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anne Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Burnout kini menjadi isu yang semakin sering dibicarakan, terutama di kalangan pekerja, pelajar, bahkan orang tua. Burnout merupakan suatu kondisi kelelahan mental, fisik, dan emosional yang terjadi karena tekanan yang berkepanjangan dan tidak tertangani dengan baik. Ketika mengalami burnout, seseorang akan merasa "habis," seolah tidak punya energi atau semangat untuk melanjutkan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
Ilustrasi. Foto: Dokumentasi Penulis
Mengenal apa itu burnout
ADVERTISEMENT
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada tahun 1974. Awalnya, burnout digunakan untuk menggambarkan kondisi kelelahan emosional para pekerja sosial. Namun, saat ini, burnout bisa dialami oleh siapa saja yang merasa kewalahan dengan rutinitasnya. Gejalanya mencakup kelelahan fisik dan emosional, sinisme terhadap pekerjaan, hingga penurunan produktivitas. Burnout juga dapat memicu gangguan fisik seperti sakit kepala, susah tidur, bahkan masalah pencernaan.
Faktor-faktor penyebab seseorang mengalami burnout
Burnout bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa diantaranya seperti; beban kerja yang terlalu berat, kurangnya kontrol atas pekerjaan, ekspektasi yang terus berubah, hingga kurangnya dukungan sosial bisa menjadi pemicunya. Perfeksionisme dan tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik juga sering memicu burnout. Selain itu, ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi membuat seseorang semakin rentan terhadap stres yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Selain beban kerja yang berlebihan dan tekanan emosional tadi, burnout juga dapat terjadi karena kurangnya penghargaan atau pengakuan atas usaha yang telah dilakukan. Ketika seseorang merasa bahwa kerja keras mereka tidak dihargai, baik oleh atasan maupun rekan kerja, muncul perasaan frustasi dan apatis. Kondisi ini umum terjadi di berbagai sektor, terutama di bidang pelayanan publik dan sosial, di mana tuntutan tinggi sering kali tidak diimbangi dengan pengakuan yang setimpal. Ketidakjelasan peran juga menjadi penyebab utama. Ketika tugas dan tanggung jawab tidak jelas atau terus berubah, pekerja akan merasa bingung dan kehilangan arah. Hal ini memicu rasa cemas dan stres yang berkepanjangan karena mereka tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka.
ADVERTISEMENT
Siapa saja yang rentan terhadap burnout?
Orang-orang yang rentan mengalami burnout sering kali bekerja di lingkungan dengan tekanan tinggi atau tanggung jawab emosional yang berat. Misalnya, tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat sering berada di garis depan menghadapi situasi darurat dan krisis, seperti menangani pasien dalam kondisi kritis. Tuntutan untuk selalu siaga, pengambilan keputusan cepat, dan tekanan emosional karena sering melihat penderitaan pasien, dapat membuat mereka kelelahan secara fisik dan mental. Tidak hanya itu, tenaga pengajar seperti guru dan dosen juga menghadapi ekspektasi tinggi dari murid, orang tua, serta tuntutan administratif yang terus meningkat. Mereka dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik, sering kali tanpa dukungan atau penghargaan yang memadai, sehingga burnout menjadi risiko yang nyata.
ADVERTISEMENT
Selain pekerja bidang kesehatan dan pengajar, pekerja sosial yang berinteraksi langsung dengan masalah-masalah kompleks dalam masyarakat, seperti kemiskinan, kekerasan, atau kesehatan mental, juga sangat rentan terhadap burnout. Hal ini karena mereka sering dihadapkan dengan kondisi emosional klien yang berat serta tanggung jawab yang besar yang dapat membuat mereka merasa kewalahan. Pekerja kreatif dan di bidang teknologi juga rentan mengalami burnout karena tekanan inovasi, tenggat waktu yang ketat, dan ekspektasi untuk selalu menghasilkan ide-ide baru. Tidak ketinggalan, mahasiswa dan pelajar yang menghadapi tekanan akademis serta orang tua atau pengasuh yang merawat anggota keluarga yang sakit atau lansia tanpa dukungan yang cukup, juga berisiko tinggi mengalami burnout. Beban tanggung jawab yang berat dan kurangnya jeda atau dukungan sosial membuat mereka sulit menemukan keseimbangan antara tanggung jawab dan kebutuhan pribadi.
Ilustrasi. Foto: Dokumentasi Penulis
Cara Mengantisipasi Burnout
ADVERTISEMENT
Mengatasi burnout sebenarnya tidak sulit selama kita bisa mengenali gejalanya sejak dini. Adapun langkah awal yang perlu dilakukan adalah belajar untuk menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Selanjutnya, kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik juga, seperti memecah pekerjaan besar menjadi tugas kecil, juga dapat membantu. Selain itu, istirahat yang cukup, menyempatkan diri untuk berlibur, atau melakukan aktivitas yang menyenangkan sangat penting untuk memulihkan energi yang .
Tidak hanya itu, dukungan sosial juga berperan penting dalam mengatasi burnout. Kita dapat membicarakan perasaan kepada teman, keluarga, atau bahkan konselor. Di tempat kerja, kita juga bisa mendiskusikan kemungkinan pengaturan jadwal yang lebih fleksibel atau perubahan tanggung jawab jika beban kerja terasa terlalu berat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Melawan burnout merupakan salah satu upaya penting demi menjaga keseimbangan hidup. Olahraga teratur, tidur cukup, dan pola makan sehat akan membantu tubuh dan pikiran tetap segar. Cobalah juga teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga untuk mengurangi stres. Ingatlah bahwa menetapkan harapan yang realistis untuk diri sendiri akan membantu mencegah kelelahan mental.
Burnout bukan akhir dari segalanya. Dengan langkah-langkah sederhana, kita bisa mengatasinya dan kembali menjalani hidup dengan lebih seimbang, bahagia, dan produktif.