Wa’ad (Janji) dan Implementasinya dalam Pembiayaan KPR dengan Akad IMBT

Konten dari Pengguna
17 Desember 2022 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Dinda Rahmasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembangunan rumah KPR. Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembangunan rumah KPR. Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Wa’ad artinya janji. Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 85/DSN-MUI/XII/2012, janji (wa’ad) adalah pernyataan kehendak dari seseorang atau satu pihak untuk melakukan sesuatu yang baik (atau tidak melakukan sesuatu yang buruk) kepada pihak lain (mau’ud) di masa yang akan datang. Wa’ad secara bahasa juga dapat diartikan sebagai “hadda” atau ancaman. Wa’ad ini berbeda dengan akad, karena wa’ad hanya memerlukan ijab tanpa disertai pernyataan persetujuan (qabul). Wa’ad juga tidak mengikat secara hukum, namun mengikat secara moral dan agama.
ADVERTISEMENT
Walaupun wa’ad tidak memiliki hukum secara formal, tetapi Allah swt. berfirman dalam al-Qur’an Ash-Shaff (61) ayat 2-3 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah janji haruslah ditepati. Karena mengingkari janji adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah swt. Adapun hadits Rasulullah saw. yang menguatkan keharusan seseorang untuk menepati sebuah janji, yaitu: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: tanda-tanda orang munafik ada tiga: Jika berbicara ia berdusta, jika dipercaya dia berkhianat, dan jika berjanji dia mengingkari” (HR. Bukhari Muslim).”
Wa’ad banyak sekali digunakan dalam berbagai bentuk muamalah, salah satunya dalam akad IMBT atau Ijarah Muntahiya Bi At-Tamlik. Dalam Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 dijelaskan bahwa IMBT adalah praktik sewa-beli, yaitu perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah masa sewa selesai. Adapula pengertian IMBT dalam penjelasan atas UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, “Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik” adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
ADVERTISEMENT
Contoh penerapan akad IMBT pada kehidupan sehari-hari adalah kredit kepemilikan rumah (KPR). Saat ini masyarakat sudah banyak mengenal IMBT sebagai salah satu pembiayaan KPR pada bank syariah. Adapun skema yang ditawarkan oleh bank syariah kepada nasabahnya yang mengajukan pembiayaan KPR syariah dengan akad IMBT ini telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002.
Dimana pihak yang melakukan IMBT harus melaksanakan akad Ijarah (sewa rumah) terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan rumah, dengan jual beli, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai. Wa’ad atau janji pemindahan kepemilikan rumah yang disepakati di awal akad Ijarah hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan rumah yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya dalam Fiqh Muamalah, dua akad yang berbeda tidak boleh dilakukan dalam satu transaksi yang sama. Dalam IMBT terdapat akad sewa (Ijarah) dan akad jual beli (Ba’i), maka wa’ad disini berperan sebagai penghubung antara akad sewa dengan akad jual beli. Wa’ad menjadi muhallil (menghalalkan) larangan praktik multi-akad. Dalam hal ini, fatwa DSN menegaskan kembali janji dalam akad IMBT tidak mengikat dan dibuat oleh kedua belah pihak, nasabah yang berjanji untuk membeli rumah dan bank syariah yang berjanji untuk menjualnya. IMBT ini adalah produk pertama yang secara eksplisit terdiri dari dua akad yang disetujui oleh DSN-MUI.