Konten dari Pengguna

Dini Hari yang Kelam di Pinggir Sirkuit Berkelas Internasional

Annisa Dyah Novia Arianto
Annisa Dyah Novia Arianto, mahasiswi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara. Perempuan Jawa yang lahir di tanah Sunda ini sering lapar pada dini hari ketika menulis.
27 November 2021 19:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Dyah Novia Arianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Anjing dari freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anjing dari freepik.com
ADVERTISEMENT
Siang itu, berbagai sumber suara membisingkan salah satu titik di pinggiran Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Logam yang beradu, beton yang diletakkan bertingkat, dan mandor yang berteriak kepada para pekerja bertopi kuning dan berompi oranye. Dari atas, tampak kerangka tribune sirkuit yang hendak dibangun guna menambah kenyamanan para penonton pada 19-21 November 2021 dalam seri terakhir ajang balap World Superbike (WSBK).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, beberapa orang mengeluhkan bau tak sedap yang tiba-tiba muncul ketika menikmati makanan di area UMKM Sirkuit Mandalika. Di sisi lain, sejumlah warga Desa Ebunut, desa asli daerah tersebut juga mengeluhkan anjing-anjing mereka yang hilang. Kejadian ini memberikan tanda tanya dan bekas kehilangan di hati penduduk Ebunut lantaran anjing-anjing liar yang selalu menjaga mereka.
Sebelumnya, anjing-anjing liar senantiasa menemani warga Desa Ebunut sambil sesekali memajukan moncongnya dan mengibaskan ekornya agar para warga berbaik hati membagikan makanannya pada mereka. Meskipun demikian, terdapat beberapa anjing liar yang menerobos pagar sirkuit dan berlenggang kangkung di sana.
Mungkin ada makanan yang jauh lebih enak daripada makanan warga Desa Ebunut, pikir seekor anjing liar yang hidungnya kembang kempis mengendus aroma sumber makanan.
ADVERTISEMENT
Kedua matanya membulat tatkala melihat beberapa motor bagus terpakir di pinggir sirkuit. Berbekal rasa lapar dan keingintahuan, anjing yang masuk ke arena sirkuit dianggap sebagai pengganggu jelang WSBK. Selain dapat membahayakan pembalap yang bersaing, anjing liar dalam arena sirkuit juga dapat membahayakan keselamatannya.
Maka dari itu, seseorang yang mengaku petugas dari Sirkuit Mandalika menemui Muchlis, salah seorang warga Desa Ebunut. Muchlis dimintai tolong oleh petugas tersebut agar menangkap, bahkan meracuni anjing liar yang disinyalir dapat mengganggu kelancaran WSBK. Sebagai imbalan, Muchlis akan mendapatkan uang sebesar Rp 100.000,00 per anjing yang diracuni.
“Saya tidak mau. Masa kita tega meracuni anjing yang selama ini menjaga kita?” tolak Muchlis dengan tegas. Rahangnya mengeras.
ADVERTISEMENT
“Pokoknya, mau anjingnya ditangkap atau dibunuh dengan imbalan uang Rp 100.000,00, saya juga tidak mau,” timpal Abdul Kadir, warga Desa Ebunut lain.
Namun, bukan “petugas” Sirkuit Mandalika namanya jika mudah menyerah demi kelancaran jelang WSBK.
Malam harinya, di bawah temaram cahaya bulan, Seneng dan Inaq, sepasang warga Desa Ebunut berkeluh kesah atas hilangnya anjing peliharaan yang sudah lama menemani mereka. Walaupun berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, Seneng dan Inaq sudah menganggap anjingnya sebagai anggota keluarga yang mencintai mereka tanpa syarat.
Tak perlu menunda lama, kejadian hilangnya beberapa anjing Desa Ebunut menggerakkan hati warganya untuk melakukan pencarian dengan TKP pertama, yaitu luar pagar UMKM Sirkuit Mandalika, tempat dikeluhkannya bau tidak sedap siang itu.
ADVERTISEMENT
Dugaan terbukti. Hati Seneng dan Inaq mencelus kehilangan kala meratapi anjingnya yang sudah membiru dan membengkak di sana. “Sudah sehari semalam anjing saya tidak pulang. Tidak ada suaranya. Sedih hati saya ketika melihat dia mati sebab sudah lama anjing itu bersama kami,” kata Inaq dengan suara serak. Inaq berusaha untuk mengikhlaskan kematian anjingnya yang dia yakini telah diracuni oleh seseorang.
Tak hanya seekor anjing, warga Desa Ebunut juga menemukan enam ekor anjing lain dengan kondisi yang sama mengenaskannya. Sejumlah pertanyaan akan keadilan menyeruak dalam benak warga terkait penemuan jasad anjing liar yang dianggap mengganggu kelancaran WSBK, ajang balap bergengsi internasional itu.
Waktu menunjukkan pukul 3.00 ketika anjing Seneng dan Inaq ditemukan. Luapan emosi warga Desa Ebunut seakan mampu mengalahkan dinginnya udara yang menusuk kulit. Namun, di balik pagar yang melintang, terdapat keraguan akan rakyat kecil yang berani bersuara. Jika anjing liar yang mengganggu saja dibungkam, bagaimana dengan manusianya?
ADVERTISEMENT
Kematian anjing-anjing tidak hanya menyisakan memori kelam, tetapi mampu mengubah perspektif warga sekitar pada Sirkuit Mandalika yang dikumandangkan lantang oleh negara. Layaknya kesenjangan di ibu kota, antara Sirkuit Mandalika dan Desa Ebunut juga dipisahkan oleh pagar tinggi dan kekuasaan yang tak kasat mata.
Setelah dini hari yang kelam itu, berbagai klarifikasi dan dukungan muncul. Kepala Dinas Pertanian, Lombok Tengah, Lalu Iskandar, mengkonfirmasi bahwa pihaknya tidak pernah meracuni anjing di sekitar sirkuit sebagai wujud eksekusi. Kemudian, Budi Santoso, Kepala Pengamanan Mandalika Grand Prix Association (MGPA), menyebutkan bahwa pihaknya tidak melakukan tindakan apa pun untuk menangani hewan seperti sapi dan anjing yang masih ada di pemukiman warga. Selain itu, Corporate Communication ITDC, Ester Ginting, mengatakan bahwa ITDC selalu menghormati hak masyarakat dan menjaga keberlangsungan kehidupan lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Klarifikasi dianggap seadanya. Para anjing tetap mati, para warga tetap meneruskan kehidupan di balik pagar, dan para motor pembalap tetap berderu kencang.
Namun, desakan dari Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI), Doni Herdaru, memberikan secercah harapan bagi warga Desa Ebunut. Doni mengancam akan menempuh jalur hukum terkait kematian anjing-anjing yang diduga teracuni tersebut.
“Apakah sirkuit tersebut tidak mengamankan wilayahnya dengan membangun security barrier sebelum menghantam hewan-hewan yang sudah ada lebih dulu di sana?” kecam Doni.
Akan tetapi, Lalu Iskandar memungkasi pembicaraan. “Kita pernah rapat bersama tentang anjing itu. Kesulitannya banyak. Kita tidak punya bius, tidak punya apa-apa. Setelah itu, tidak ada tindak lanjut, tidak ada rapat-rapat lagi.”
Dengan demikian, anjing-anjing liar di sisi Tuhan tertawa. Kedua mata mereka menyipit kala melihat kalutnya keserakahan dan kepedulian manusia yang saling bertubrukan. Satu hal yang pasti, para hewan berkaki empat itu akan selalu mendoakan kebaikan hidup pemiliknya, termasuk Inaq dan Seneng yang senantiasa mencintainya tanpa syarat.
ADVERTISEMENT
Referensi: