Konten dari Pengguna

Contoh Cerpen Tema Meraih Bintang

An-Nisa Helby
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang
8 Desember 2022 22:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari An-Nisa Helby tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Contoh Cerpen Tema Meraih Bintang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
BINTANG TERBANG BERSAMA ANGKASA
Karya : Bysa
Aku adalah Bintang, anak kedua dari tiga bersaudara. Memiliki seorang Ayah dan Ibu yang berkarier sebagai Dokter. Kakak sebagai mahasiswa semester akhir jurusan psikolog sedangkan Adikku hanya berbeda setahun dariku. Dengan latar belakang besar di dalam ruang lingkup keluarga yang berkecukupan. Dari TK hingga SMA selalu ditentukan dengan pendidikan yang berkualitas. Memasuki usia 18 tahun dipenuhi kegiatan menjelang ujian akhir sekolah. Aku yang sedang memandangi langit dari kaca mobil selama perjalanan dari rumah menuju sekolah. Hanya ada satu yang terlintas di benakku, membosankan. Dihantui dari banyaknya ucapan mereka yang seakan-akan aku adalah manusia yang paling beruntung didunia ini. “Jadi Bintang beruntung ya, kalau butuh sesuatu pasti diwujudkan.” Kalimat yang berulang bagai kotak musik penghantar tidur. Salah kah jika aku memiliki sebuah pertanyaan “Bukankah kalian juga terlahir menjadi manusia berkecukupan? Mengapa kalian terlalu tamak?”
ADVERTISEMENT
Ruang lingkup yang seperti ini, membuatku sangat berpikir keras. Bahwa aku ingin menjalankan kisah hidupku sesuai dengan pilihan ku. Tanpa ada paksaan dan harus menuruti keinginan orang-orang di sekitar terutama keluarga, menurut ku mereka terlalu datar dalam membangun kehidupannya. Seperti detak jantung gelombang yang berhenti. Selama ini aku seperti manusia yang sedang memerankan suatu tokoh yang memakai topeng. Saat berada di meja makan saja, masih sempat membahas yang berhubungan dengan rutinitas mereka. Bahkan mereka juga yang menentukan setelah lulus SMA ini, aku akan mengarah sama seperti dengan keluarga. Aku yang sedang mengunyah sarapan sontak menjadi tak nafsu untuk menelannya. Mungkin bagi beberapa orang obrolan yang dilakukan saat sedang makan seperti ini menjadi hal yang lumrah. Namun bagiku tidak, aku muak dengan kehidupan ku.
ADVERTISEMENT
Tiba saat giliranku yang harus menemui Wali kelas. Duduk berhadapan, diberikannya secarik kertas yang berisikan minat untuk ke jenjang selanjutnya. Tubuhku terdiam serta pandangan kosong melihat pulpen yang berada di genggaman ku. Selesai Wali kelas memberikan penjelasan sampai sarannya. Tanpa aba-aba aku mengucapkan “Maaf bu, saat ini belum ada pilihan yang tepat untuk saya tuliskan.” Melangkahkan kaki menuju ruang kelas, namun aku melihat langit sedang cerah hingga aku duduki bangku yang berada dibawah pohon taman sekolah. Lagi dan lagi keahlian diriku hanyalah memandangi langit. Lebih tepatnya saat tadi bertemu dengan Wali kelas, aku sengaja berbohong. Sebenarnya sudah ada pilihan, saat sarapan tadi Ayah dan Ibu berpesan bahwa aku harus mengikuti jejak mereka untuk melanjutkan pendidikan kedokteran. Bisa dibilang seperti seseorang yang takut dengan gelapnya kedalaman air laut namun dipaksa untuk menelusurinya. Membayangkan nya saja aku sudah tidak sanggup. Beradaptasi dengan orang-orang yang berlalu lalang meminta pertolongan agar segera ditangani. Apalagi sampai mendengarkan tangisan jika ternyata mereka kecewa kalau aku menjadi penyebab kegagalan atas keselamatan mereka.
ADVERTISEMENT
Nyatanya aku adalah Bintang, seorang gadis diperlakukan bagai boneka yang dihiasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Jika tidak cocok dan jelek, maka akan dibiarkan hingga lusuh. Pikiranku kacau, ucapan mereka terus terbayang di benakku. Menjelang lima menit bel sekolah akan berbunyi. Aku bergegas mengirimkan pesan kepada Pak Sopir untuk tidak menjemput ku. Awalnya ragu, jelas aku sudah tahu jawabannya bahwa Pak Sopir akan menolak karena kalau sampai Ibu tahu aku pulang sendiri akan terjadi perdebatan. Kalau boleh jujur aku iri kepada anak-anak remaja lainnya. Ketika pulang sekolah bisa bermain dengan teman-teman nya pergi ke suatu tempat. Menghabiskan waktu berjam-jam hingga lupa akan waktu, setidaknya membuat suasana hati menjadi senang ketika kembali pulang.
ADVERTISEMENT
Dengan menaiki bus, aku memutuskan untuk pergi ke toko buku yang tidak jauh dari sekolah. Selama di perjalanan, aku matikan ponsel dan siap untuk menerima konsekuensi ketika pulang nanti. Melihat sekeliling rak buku yang tersusun rapi. Ketika menemukan buku yang aku inginkan, tubuhku yang mungil ini sulit untuk meraihnya. Tiba-tiba ada seseorang yang mengulurkan tangannya untuk membantu mengambil buku tersebut. Gadis dengan raut wajah menegangkan itu, membuat aku terlintas sebuah pertanyaan “Mengapa aku dikelilingi oleh orang-orang dingin seperti ini.” Tak lupa kata terima kasih aku sampaikan kepada gadis dengan gaya berpakaian menggunakan celana putih dan jaket biru yang dikenakannya. Setelah aku mengucapkannya, dengan senyuman tipis manisnya aku hampir tidak bisa berkedip karena terpesona melihatnya. Ternyata memang benar, alangkah baiknya untuk kita tidak mudah memberikan penilaian terhadap orang lain.
ADVERTISEMENT
Dua gelas es krim sangat cocok di saat cuaca panas seperti ini. Tak cukup dengan berterima kasih saja maka aku membalas kebaikannya dengan mengajak Kak Aurora yang sudah membantu ku. Tanpa sadar langit pun berubah menjadi jingga. Perasaan nyaman saat ini berat sekali harus berpisah dengannya. Aku yang memiliki seorang Kakak saja hampir tidak ada waktu untuk saling mengobrol seperti ini. Lain hal dengan Kak Aurora rasanya seperti sudah lama mengenal dirinya. “Apakah ini yang disebut dengan satu selera yang sama?” atau “Apakah bisa aku jadikan seorang teman?” Dimulai dengan memperkenalkan diri masing-masing, cerita lucu yang pernah dialami, sampai menimbulkan rasa penasaran Kak Aurora untuk apa aku membeli buku tersebut. Aku bergumam “Untuk pertama kali ada seseorang menanyakan sesuatu yang aku nantikan.” Sayangnya selama ini hanya diriku yang bisa melihat dari sekian koleksi buku–buku tentang astronomi hingga beberapa hiasan unik sehingga kondisi di dalam kamar aku jadikan seperti berada diluar angkasa. Tanya Kak Aurora “Mengapa buku astronomi yang kamu pilih?”
ADVERTISEMENT
Sebulan menjelang ujian akhir sekolah akan tiba. Aku memfokuskan untuk belajar dengan giat. Bisa dibilang aku termasuk seseorang yang sangat ambisius terutama dalam mencapai satu hal yang aku inginkan. Akan aku gunakan usaha yang besar jika memang itu sangat layak di gapai. Terutama dalam meraih cita-cita, aku sudah menemukan jawabannya. Namun, mulutku seperti sedang di bekap oleh penjahat agar tidak dapat mengatakan sekata pun. Setelah dua bulan berlalu bertemu Kak Aurora tak lupa aku meminta kontaknya agar dapat bisa bertemu kembali. Tepat dihari minggu siang ini, aku sudah berjanji untuk menemuinya. Aku yang diantar Pak Sopir menuju resto di pusat Kota, sudah tidak sabar untuk segara sampai. Komunikasi antara kita hanya dilakukan melalui pesan singkat saja. Memang kurang memuaskan jika bercerita dan saling bertukar pendapat secara daring.
ADVERTISEMENT
Dari sekian nya banyak obrolan yang dibicarakan, pada akhirnya aku memberanikan diri untuk bercerita atas kebimbangan yang aku alami. Kak Aurora yang sedang menjalankan pendidikannya saat ini di jurusan seni rupa murni. Dan aku sudah cukup mengetahui tentang dirinya yang dia ceritakan padaku. Bagaimana dia melalui naik turunnya perjalanan dalam kehidupannya. Sehingga membuatku termotivasi dan yakin bahwa dia bisa membantu diriku yang masih diombang ambing oleh banyaknya pikiran-pikiran yang sebenarnya harus ditentukan segera mungkin. Sebelum tertidur tenaga sangat terkuras hanya memikirkan “Apakah aku bisa menjalankan pilihan yang sudah aku tentukan?” dan “Bagaimana jika aku gagal?” Kalimat yang terucapkan dari seseorang yang sudah aku anggap Kakak sendiri adalah “Kamu saja tidak yakin dengan diri sendiri, percaya diri itu sangatlah penting!”
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu Kak Aurora juga paham betul dengan apa yang ku rasakan saat ini. Terutama dengan harus memiliki keberanian yang besar untuk menyampaikan kepada orang tuaku. “Tidak perlu pengakuan dari orang lain bahkan sampai untuk menjadi sempurna. Cukup dengan tunjukkan pada diri sendiri bahwa kamu dapat menaklukan atas pilihanmu.” Selama di perjalanan pulang melamun tanpa henti membuat Pak Sopir bertanya “Apakah aku baik-baik saja?” Saat pertemuan bersama Kak Aurora, banyak sekali topik yang kita bicarakan mulai serius, bercanda hingga merasakan sedih bersama. Dikarenakan jurusan yang aku pilih ini hanya ada di Universitas yang kebetulan Kak Aurora juga kuliah di sana membuat aku sangat bersemangat. Apakah ini hanya sekadar kebetulan saja atau memang Tuhan sudah menuliskan nya untukku. Inilah perasaanku, seperti berada di tengah Kota yang sedang terjadi pertempuran, aku hanya bisa merunduk pasrah dengan keadaan.
ADVERTISEMENT
Hari ini Aula sekolah dipenuhi oleh murid-murid kelas 12. Pengumuman kelulusan yang terpajang di papan tulis besar itu, membuat detak jantung ku tak stabil. Aku adalah seseorang yang mudah cemas ketika dihadapi oleh sesuatu apapun itu. Muka pucat disertai telapak tangan yang dingin dan basah. Bahkan muka memerah setelah itu pasti menangis. Terucap pelan “Lulus!” Terkadang aku berpikir, semua murid-murid itu pasti lulus tidak mungkin sekolah mau menyimpan murid yang sama di sekolah dengan masa belajar yang lebih lama. Tapi aku harus terbuka dengan dunia, bahwa hidup bukan tentang canda yang mudah ditertawakan. Semua akan berat dialami terutama tentang duka. Pemandangan saat ini seperti di pasar ada yang terharu dengan hasil memuaskan, ada kecewa yang dianggap tidak adil, apapun itu semua tetap harus dirayakan itulah kehidupan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Mendapat waktu istirahat yang tak cukup banyak dari hari kelulusan SMA, aku menghabiskan waktu untuk persiapan ujian masuk Universitas. Saat setelah dari bertemu dengan Kak Aurora, aku memutuskan untuk bertemu kembali dengan Wali kelas. Memberikan jawaban atas pilihan ku, membuat sedikit terkejut Wali kelas bahwa aku akan memilih salah satu Universitas dengan jurusan astronomi. Memberanikan diri ini untuk menyampaikan kepada orang tuaku tentang rencana yang sudah dipersiapkan, serta penilaian yang salah dari orang-orang terhadap diriku. Pernah aku menuliskan di notes ponsel “Ungkapkan yang selama ini dibungkam. Mungkin dari apa yang tersampaikan adalah perwakilan dari ribuan manusia yang tidak bisa mengungkapkan nya.”
Aku yang sedang duduk di dekat jendela yang dibasahi oleh rintik hujan. Mendengarkan suara rekaman diriku “Aku percaya bahwa apa yang diusahakan, dikorbankan beserta dengan harapan yang diserahkan kepada Tuhan. Semua akan menjadi hadiah yang terbaik, tentunya di waktu yang tepat.” Hari ini ada kelas favorit ku bahkan semua pelajaran yang ada memang aku menyukainya. Saat ini usia ku tepat 23 tahun, aku yang sudah memasuki semester akhir. Dengan bantuan Wali kelas ku waktu itu untuk mengikuti ujian masuk Universitas, terjadi perdebatan saat awal aku menyampaikan pilihan ini kepada orang tuaku. Ingat sekali pada saat itu, diantara kami saling menyakiti perasaan satu sama lain. Aku mengeluarkan semua perasaan yang ku pendam, sadar sekali sebagai seorang anak melakukan banyaknya kesalahan yang sangat tidak pantas untuk diperlakukan kepada orang tuaku. Dan orang tuaku yang tidak pernah jauh dari anaknya bahkan merasa apa yang diberikan sudah menjadi didikan terbaik.
ADVERTISEMENT
Belajar membangun kehidupan di Kota yang pertama kali aku berpijak. Merantau adalah kehidupan baru dengan berbagai alur cerita. Aku memutuskan untuk menjadi pribadi yang baru lahir kembali. Dari kebebasan hingga kesulitan semua aku hadapi dengan kesendirian. Beradaptasi dengan ruang lingkup yang berbeda dari sebelumnya. Namun ada di titik aku tak berdaya “Aku ingin pulang!” Mungkin itu adalah hal yang wajar sebagai anak merantau. Aku adalah Bintang yang diciptakan untuk menyinari dan menghiasi langit terutama untuk kehidupan ku. Sebelum aku terlelap beristirahat di malam hari, selalu memandangi langit yang dihiasi ribuan bintang dan aku selalu mengatakan “Hai bintang, bisakah kita bertemu untuk saling melihat keindahan satu sama lain.” Semua terbukti di kehidupan ku saat ini, bersyukur kepada Tuhan telah menciptakan aku sebagai manusia bernama Bintang beserta mereka yang telah hadir dan menjadi pelengkap di hidup ku. Apapun yang dilewati dalam hidup itu adalah proses pembelajaran meskipun terkesan tak adil, namun kehidupan adalah pertunjukkan yang mengejutkan.
ADVERTISEMENT
Serta dihantui dengan kalimat dari Ayah “Jika tidak berhasil. Takdir mu adalah kedokteran.” Ini merupakan beban terberat yang aku pikul beserta kisah dari sekian nya perjalanan yang aku lewati. Begitulah egois nya orang tua, terlalu menutup sebelah mata dan telinganya terhadap anaknya. Sebagai seorang anak juga terlalu menutup diri bahkan membangun tembok tinggi kepada orang tuanya. Apakah ini yang dinamakan saling menyakiti namun rasa sayang begitu sangat mendalam. Berkurangnya usia muda memang kita saling merasa bahwa diri ini menjadi lebih dan lebih. Padahal kenyataannya hanya tidak mau kalah dan mengalah saja. Namun dengan begitu, hubungan antara aku dan keluarga jauh menjadi lebih harmonis atas pembelajaran hidup yang terjadi sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Aku menjadi perwakilan saat wisuda untuk menyampaikan beberapa pesan dan kesan “Semua akan terkesan melelahkan bahkan seperti hambar yang tak ada wujudnya. Namun percayalah, bahwa diri ini banyak memiliki sisi yang tak terlihat. Sehingga pada akhirnya akan bersinar dari segala perjuangannya. Hidup terus berjalan, tanpa adanya aba-aba kita harus bersiap. Percayalah semua akan baik-baik saja dan akan menjadi terasa begitu indah layaknya musim semi yang bermekaran. Jika memang bukan hari ini yakin lah esok jauh akan lebih baik.” Dan setelah ini aku harus bergegas untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Mendaki gunung sangat melelahkan bahkan terjangnya membuat ketakutan namun jika sudah sampai di puncak semua yang dirasakan hilang, yang ada hanya perasaan membanggakan karena berhasil mencapai ketinggian dan melihat keindahan langit.
ADVERTISEMENT
Aku memandangi hasil pemotretan kelulusan. Ini adalah foto terbaik bersama keluargaku, kami tersenyum. Hari ini keberangkatan ku untuk pergi melanjutkan pendidikan ke luar negeri dengan beasiswa. Bersyukur masih diberikan kesempatan untuk terus berkembang menjadi pribadi lebih baik, memang sepertinya aku merasa haus akan ilmu. “Hai angkasa mari kita bertemu, tunggu aku! Dan kita terbang bersama,” ucap dalam hati.