Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kesehatan Reproduksi Perempuan: Deteksi Dini Kanker sebagai Langkah Awal
1 Mei 2025 12:56 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Annisa Indri Munahayati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kesehatan reproduksi perempuan muda merupakan fondasi penting dalam pembangunan kualitas hidup perempuan secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik, mental, dan sosial. Dalam masa remaja hingga usia dewasa awal, perempuan berada dalam fase yang sangat dinamis, di mana perubahan hormonal, pertumbuhan organ reproduksi, serta tekanan sosial dan psikologis berpotensi memengaruhi keseimbangan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Sayangnya, di tengah derasnya arus informasi digital dan modernisasi gaya hidup, masih banyak perempuan muda yang mengabaikan pentingnya perawatan kesehatan reproduksi, termasuk deteksi dini terhadap penyakit-penyakit berisiko tinggi seperti kanker serviks dan kanker payudara.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat kedua sebagai kanker terbanyak yang menyerang perempuan, setelah kanker payudara, dan ironisnya, sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut karena kurangnya kesadaran akan pentingnya skrining dini. Padahal, kanker serviks termasuk salah satu jenis kanker yang sangat bisa dicegah dan dikendalikan apabila terdeteksi pada tahap awal. Deteksi dini melalui Pap smear, tes HPV, serta pemeriksaan ultrasonografi (USG) serviks secara berkala merupakan langkah krusial yang dapat dilakukan oleh perempuan muda, bahkan sebelum mereka aktif secara seksual, sebagai bentuk investasi jangka panjang terhadap kesehatan tubuhnya sendiri.
Seperti yang dikemukakan oleh dr. Boyke Dian Nugraha, salah satu pakar kesehatan reproduksi, edukasi mengenai pentingnya pemeriksaan rutin masih minim di kalangan perempuan muda, sebagian besar disebabkan oleh stigma yang melekat dan rasa malu atau takut akan hasil pemeriksaan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Prof. Dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang menegaskan bahwa pendekatan edukatif harus disesuaikan dengan konteks budaya dan psikologis perempuan muda, sehingga mereka merasa nyaman dan tidak terintimidasi dalam memahami tubuh dan kesehatan reproduksinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sebagai perempuan muda yang menyadari pentingnya upaya pencegahan, saya secara rutin menjalani pemeriksaan kesehatan reproduksi, termasuk USG serviks dan mammae (payudara), sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tubuh saya sendiri. Melalui pengalaman pribadi, saya menyadari bahwa mengenali tubuh secara menyeluruh bukanlah sesuatu yang tabu, melainkan bentuk kepedulian yang nyata terhadap kualitas hidup di masa kini dan masa depan. Setiap kali menjalani pemeriksaan, saya merasa lebih tenang karena mengetahui kondisi kesehatan saya secara jelas, dan apabila terdapat kelainan, maka bisa segera ditangani sebelum berkembang menjadi penyakit serius. Rasa cemas yang sebelumnya muncul justru berubah menjadi dorongan positif untuk terus menjaga pola hidup sehat dan menjalani deteksi dini secara berkala.
Lebih jauh lagi, pengalaman ini mengajarkan saya bahwa perempuan tidak boleh menunggu sampai sakit untuk memeriksakan diri. Perempuan muda perlu menyadari bahwa deteksi dini bukanlah tindakan berlebihan, melainkan hak dasar yang harus dimiliki setiap individu terhadap tubuhnya. Dengan terbukanya akses informasi dan fasilitas kesehatan yang semakin mudah dijangkau, tidak ada lagi alasan untuk menunda atau menghindari pemeriksaan, terlebih ketika menyangkut keselamatan dan masa depan kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks yang lebih luas, negara juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perempuan muda untuk lebih peduli terhadap kesehatan reproduksi mereka. Program skrining gratis, penyuluhan berbasis sekolah atau kampus, serta kampanye kesehatan yang inklusif dan tidak menghakimi menjadi langkah strategis untuk meningkatkan partisipasi aktif perempuan dalam menjaga kesehatannya. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, lembaga pendidikan, tokoh agama, serta media sosial sangat diperlukan untuk membentuk opini publik yang lebih terbuka dan mendukung terhadap isu ini.
Dengan demikian, menjaga kesehatan reproduksi dan melakukan deteksi dini terhadap risiko kanker bukan hanya menjadi urusan medis semata, melainkan juga menjadi bentuk kesadaran kolektif dan upaya pemberdayaan perempuan. Melalui edukasi, keberanian, dan dukungan sistem yang baik, kita dapat mewujudkan generasi perempuan muda yang sehat, percaya diri, dan siap menghadapi masa depan dengan penuh harapan.
ADVERTISEMENT