news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Video Pendek dan Literasi: Dampaknya pada Retensi Informasi

Annisa Khoirunnur Mulyono
Seorang mahasiswa program studi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University
12 Maret 2025 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Khoirunnur Mulyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang yang sedang menonton video. Sumber: Freepik.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang yang sedang menonton video. Sumber: Freepik.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia mengonsumsi informasi, terutama melalui media sosial. Salah satu bentuk konten yang paling populer adalah video pendek, seperti yang ditemukan di platform TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts. Konten ini dirancang untuk menarik perhatian dalam waktu singkat, biasanya berdurasi 15—60 detik dan sering kali disajikan dengan elemen visual dan audio yang mencolok. Meskipun menghibur, konten video pendek telah memicu kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap daya ingat dan retensi informasi.
ADVERTISEMENT
Penelitian menunjukkan bahwa paparan berlebihan terhadap konten video pendek dapat memengaruhi kemampuan kognitif, termasuk daya ingat jangka panjang dan kemampuan untuk memproses informasi secara mendalam. Menurut Carr (2010) dalam bukunya The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains, ketergantungan yang tinggi pada perangkat digital dan internet dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dan mendalam. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan mengingat minat literasi yang rendah di kalangan pengguna media sosial, yang cenderung lebih memilih konten visual cepat daripada teks atau materi yang memerlukan pemikiran mendalam.

Pengaruh Video Pendek terhadap Daya Ingat Pengguna

Konten video pendek sering kali dirancang untuk memberikan stimulasi instan, yang dapat menyebabkan ketergantungan pada dopamin dan mengurangi kemampuan mempertahankan informasi dalam memori jangka panjang. Paparan berlebihan terhadap konten digital yang cepat dan terfragmentasi dapat mengganggu proses konsolidasi memori, yaitu transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Hal ini terjadi karena otak tidak memiliki cukup waktu untuk mengolah informasi secara mendalam sebelum beralih ke konten berikutnya.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan pada konsumsi informasi cepat dapat mengurangi kapasitas working memory, sehingga informasi yang diterima tidak tersimpan dengan baik. Akibatnya, pengguna media sosial mungkin mengalami kesulitan dalam mengingat detail atau konsep yang lebih kompleks, yang dapat berdampak negatif pada pembelajaran dan produktivitas. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit individu yang mampu mengingat informasi yang sama setelah tujuh hari. Ini mengindikasikan bahwa konten video pendek kurang efektif dalam membangun retensi informasi jangka panjang.
Menurut teori Atkinson & Shiffrin (1968), penyimpanan memori terbagi menjadi tiga, yaitu sensory register, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Ketika seseorang terlalu banyak mengonsumsi informasi secara cepat, retensi informasi akan terpengaruh. Retensi informasi merujuk pada kemampuan individu untuk menyimpan dan mengingat kembali informasi yang telah diterima. Dalam konteks video pendek, tantangan utama adalah bagaimana informasi dapat bertahan dalam memori jangka panjang, mengingat durasi konten yang singkat dan aliran informasi yang cepat. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat berdampak pada penurunan kemampuan fokus serta pengolahan informasi secara lebih mendalam.
ADVERTISEMENT

Kemampuan Literasi yang Rendah

Minat literasi yang rendah di kalangan pengguna media sosial semakin memperparah dampak negatif konten video pendek terhadap daya ingat dan retensi informasi. Menurut data dari UNESCO (2019), meskipun tingkat literasi global meningkat, minat membaca dan kemampuan memahami teks kompleks justru menurun, terutama di kalangan generasi muda. Hal ini disebabkan oleh preferensi mereka terhadap konten visual yang cepat dan mudah dicerna, seperti video pendek, dibandingkan dengan teks yang memerlukan pemikiran kritis.
Data dari UNESCO (2024) menunjukkan bahwa minat membaca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu orang yang memiliki minat membaca. Kebiasaan mengonsumsi informasi secara cepat dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan memahami konsep yang kompleks. Akibatnya, pengguna media sosial mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan pemikiran analitis dan reflektif yang merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketergantungan pada konten visual dapat mengurangi keterampilan dalam memahami informasi berbasis teks. Individu yang kurang terampil dalam literasi cenderung kesulitan mengakses informasi berkualitas dan mengembangkan diri. Namun, video pendek juga dapat memberikan manfaat jika digunakan dengan bijak, seperti mempromosikan kesadaran sosial, mengajarkan keterampilan praktis, atau memperkenalkan informasi baru dalam format yang lebih mudah dipahami. Tantangannya adalah memastikan bahwa konsumsi video tidak mengurangi waktu yang dihabiskan untuk aktivitas literasi tradisional, seperti membaca buku dan menulis.

Menyeimbangkan Konsumsi Digital dan Literasi

Konten video pendek memiliki dampak signifikan terhadap daya ingat jangka pendek, tetapi kurang efektif dalam membangun retensi informasi jangka panjang. Peningkatan literasi media dapat membantu individu memahami cara mengonsumsi informasi secara kritis dan bertanggung jawab. Pendidikan literasi media dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, kampanye publik, atau program pelatihan yang mengajarkan cara mengevaluasi sumber informasi serta mengelola waktu penggunaan media digital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, platform media sosial juga dapat berperan dalam mengurangi dampak negatif konten video pendek dengan memperkenalkan fitur yang mendorong pengguna untuk mengonsumsi konten yang lebih berkualitas. Misalnya, platform dapat menyediakan rekomendasi konten edukatif yang dirancang untuk merangsang pemikiran kritis dan memberikan konteks yang lebih mendalam. Dengan demikian, keseimbangan antara konsumsi konten hiburan dan literasi dapat tercapai untuk meningkatkan kualitas daya ingat dan pemahaman informasi di era digital.