Konten dari Pengguna

Sembuh Tanpa Bercerita? Mungkinkah?

Annisa Nilam Cahya
Mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pamulang yang suka semua hal berwarna biru
24 Juni 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Nilam Cahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang menyembunyikan luka, enggan bercerita. Foto: Dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang menyembunyikan luka, enggan bercerita. Foto: Dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Ada masa di mana dalam hubungan sosial kita tidak menyanggupinya. Masalah pikiran yang berkecamuk, ingin rasanya resign menjadi manusia. Namun, pada dasarnya menjadi manusia adalah sebuah pekerjaan seumur hidup bukan?
ADVERTISEMENT
Kita sebagai makhluk sosial tak dapat terlepas dari hubungan dengan sesama manusia. Ketika dalam kehidupan kita dilanda dengan berbagai masalah, baik dari keluarga maupun lingkungan sosial pasti semua itu tidak lain melibatkan sesama manusia.
Namun, masalah yang paling berbahaya adalah masalah yang kita hadapi dalam diri sendiri, karena masa depan kita ditentukan oleh tindakan dan pilihan yang kita ambil.
Saat emosi dan pikiran pada tengah malam di kamar yang gelap, ketika arus keduanya sedang kencang dan kadang menyesatkan hingga kita terseret pada kesedihan yang mendalam, kemarahan yang buas, atau tiba-tiba menemukan semangat untuk memulai hal baru di hidup dan jalan keluar untuk keresahan kita, namun semua dorongan itu sering hilang saat kita terbangun di pagi hari?
ADVERTISEMENT
Saking berisiknya kepala saat malam, kita kewalahan untuk keluar dari keresahan-keresahan ini termasuk melarikan diri dari isi kepala sendiri. Beberapa emosi dan pikiran itu kadang datang tiba-tiba secara acak, seperti rasa lelah karena semua perjuangan yang entah kapan selesai, yang membuat kita ingin menangis tiba-tiba tanpa benar-benar tahu sebabnya. Hanya lelah, dan ingin menangis.
Berbagai tekanan semua itu, emosi yang bercampur itu kadang membuatmu sesak karena pikiran jahil membawa ingatan luapan kemarahanmu. Perasaan-perasaan ini, seringnya berasal dari hal-hal yang kita resapi—bergumul dalam dada sehingga kita terperangkap dalam kepala kita sendiri dan terisolasi dalam asumsi hingga hadir perasaan ingin menyerah.
Kadang, saat melakukan apa pun untuk pergi dari kesepian dan kebosanan, pergi ber-haha-hihi dengan teman-teman, dan sepulangnya ke rumah kembali ber-huhu-huhu di kamar.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah POV yang di akui relate dengan kisah nyata, ini karya pengguna TikTok dengan user @_itsnotyou.fi. Seorang remaja 15 tahun di temukan tewas di dalam kamarnya. Penyebab kematiannya di karenakan overdosis obat dan infeksi pada luka besar di pergelangan tangannya.
Di duga dia melakukan bunuh diri dengan cara mengkonsumsi obat berlebihan dan memotong nadinya. Dugaan itu di perkuat dengan banyaknya luka irisan yang dalam pada kedua tangan dan kakinya, juga banyak bungkus obat yang berserakan di kamarnya.
Dia hanya tinggal sendiri di rumahnya, ibunya berada di luar kota sedangkan ayahnya tinggal agak jauh dari rumahnya. Orang tuanya telah bercerai sejak dia berusia tujuh tahun dan mulai tinggal sendiri sejak berusia sembilan tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut kesaksian teman-temannya dia adalah anak yang sangat aktif dan ceria saat berada di sekolah. Namun keluarganya bersaksi bahwa dia sangatlah tertutup dan pendiam. Dia lebih suka berada di dalam kamar bahkan sampai seharian daripada berkumpul bersama keluarganya.
Saat ditemukan dia sudah tidak bernyawa dengan sekujur tubuh penuh darah. Setelah menggeledah isi kamarnya, polisi menemukan sebuah buku diary yang berjudul “Mari Sembuh Tanpa Bercerita”. Sampul buku itu sudah sangat lusuh dengan bercak-bercak merah di setiap lembarnya.
Dua hari setelah kepergiannya, polisi menyimpulkan jika kasus ini adalah keputusan dia yang sudah tidak bisa menjalani hidupnya. Hingga kemudian dia memilih mengakhiri semuanya.
Ada sebuah hal yang janggal. "Mari Sembuh Tanpa Bercerita", judul ini sangat kontroversial jika melihat tindakan yang dilakukan oleh korban di atas. Katanya sembuh, kenapa memilih pergi?
ADVERTISEMENT
Banyak kepala-kepala pikiran manusia yang memilih jalan dari judul ini, karena pikir mereka orang-orang di hidup kita hanya akan datang dan kemudian pergi, tanpa tahu apa yang sedang terjadi pada kita, karena terkadang kita hanya perlu diam karena semua orang belum tentu mau di dengarkan.
Sangat berat rasanya tapi terkadang meski bercerita sekalipun mereka tidak bisa menampung cerita kita dengan baik, tak sanggup menjadi wadah dari cerita kita. Dan juga semua orang pasti mempunyai masalah, mereka tidak ingin menambah beban orang lain hanya demi mereka.
Jadi sembuh tanpa bercerita, apakah bisa? Apakah mungkin? Hal yang pasti, mereka ingin didengar, dimengerti. Butuh pelukan untuk menyelamatkan mereka yang berada di fase ini. Pikiran saat di fase ini memanglah sulit untuk berpikir jernih.
ADVERTISEMENT
Saat itu kalanya kita butuh sesuatu untuk menuntun kita, menyelamatkan kita dari pikiran kelam yang bergumul, membantu kita untuk melewati masa-masa sulit. Karena pada kenyataannya, mereka tidak ingin menyerah, mereka hanya ingin merasa baik dan hidup mereka menjadi damai, masalah selesai.
Yang jadi pertanyaan, siapa seseorang yang dapat membantu kita melewati masa-masa sulit? Sedangkan merasa tidak ada yang dapat memahami kita? Jawabannya adalah diri kita sendiri. Namun, dalam proses sembuh, kita juga tidak boleh melupakan peran Tuhan dalam hidup kita.
Meskipun terkadang kita merasa sendiri dan terisolasi, kita harus ingat bahwa Tuhan selalu ada bersama kita. Dia adalah sumber kekuatan dan penghiburan yang tak terbatas. Ketika kita berdamai dengan diri sendiri dan membuka diri, kita akan menemukan jalan untuk sembuh.
ADVERTISEMENT
Terkadang, kita terlalu fokus pada diri sendiri dan melupakan bahwa ada orang-orang di sekitar kita yang peduli terhadap kita. Mungkin mereka tidak selalu bisa memahami sepenuhnya apa yang kita alami, namun memberikan kesempatan pada orang lain untuk mendengarkan cerita kita dan mengatasi rasa takut untuk berbagi adalah langkah penting dalam proses kesembuhan.
Dengan memberikan kesempatan pada orang lain, kita juga memberikan kesempatan bagi diri kita sendiri untuk menerima dukungan dan pemahaman.
Kesembuhan tidak selalu berarti sembuh secara fisik. Terkadang, penyembuhan yang sejati adalah ketenangan dan kebahagiaan dalam diri kita sendiri. Tidak ada jaminan bahwa proses kesembuhan akan berjalan mulus dan cepat.
Setiap individu memiliki perjalanan yang unik dalam menghadapi masalah dan melawan pikiran negatif. Namun, dengan kesediaan untuk berdamai dengan diri sendiri, mengatasi rasa takut, dan membuka diri, kita dapat menemukan jalan menuju kesembuhan.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan menuju kesembuhan, penting untuk menjaga harapan dan kepercayaan. Meskipun ada saat-saat yang sulit dan putus asa, kita harus ingat bahwa setiap masalah memiliki solusi. Mari kita tidak menyerah pada pikiran-pikiran negatif yang menghantui kita, tetapi berjuang untuk menemukan kekuatan dalam diri kita sendiri.
Proses kesembuhan diri dari beban pikiran negatif dan masalah yang melingkupi kita tidaklah mudah. Namun, dengan menghadapi diri sendiri dan mengatasi rasa takut, kita dapat menemukan jalan untuk sembuh. Dan ingat ini, bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan ini, karena Tuhan selalu ada bersama kita dan ada orang-orang yang peduli terhadap kita.
Sebagai penutup, satu hal yaitu kekeliruan dalam berbagai emosi, membuat kita tidak sadar bahwa itu adalah pupuk yang justru dapat membantu menumbuhkan kasih sayang dan mimpi. Jika kita sudah mampu mengolahnya, hal-hal yang menimbulkan rasa benci akan berubah bagaikan sungai deras yang mengalir ke samudra. Perlahan-lahan permasalahan terurai dan kalian akan kembali tenang.
ADVERTISEMENT