Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Resep Warisan Jagung Bakar Pak No sebagai Penyambung Hidup
28 November 2022 22:06 WIB
Tulisan dari Annisa Nurul Shadrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pencinta jagung bakar wajib banget datang ke Jagung Bakar Pak No yang dimana menjadi salah satu rekomendasi jagung bakar dengan citarasa khas yang memiliki banyak pengunjung. Dibalik keunggulan dari resep warisan jagung bakar beliau, terdapat kisah inspiratif yang patut diancungi jempol. Berangkat dari kisah Bu Sarti (60) dan anaknya, Mas Santo (40) menjual jagung bakar dengan resep asli buatan sendiri bersama almarhum suaminya, Pak No.
ADVERTISEMENT
Akrab disapa Bu Sarti, seorang penjual jagung bakar di depan Pasar Pangestu Legi, Kasihan, Bantul. Beliau sudah berjualan selama 10 tahun, di mana 6 tahun pertamanya merupakan tahun perjuangan dan terberat untuk memulai usahanya. Sepeninggal suaminya, Bu Sarti melanjutkan usaha berjualan jagung bakar bersama anaknya.
“Sebelum kami mulai bisnis ini mbak, suami saya punya becak. Ternyata bapak tidak pernah dapat penumpang dan tidak pernah dapat uang ketika pulang. Saya bingung mau jualan apa. Lalu kami dapat ide untuk jualan jagung karena belum banyak yang jual pada waktu itu. Akhire bapak kulak jagung 30 awalnya, abis. Terus 50 juga abis. Terus 300 tapi sempat turun lagi mbak,” ujar Bu Sarti.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, beliau sempat bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) dengan gaji Rp300.000,00. Lalu beliau merantau ke Kalimantan menjadi karyawan pabrik. Namun, Bu Sarti memutuskan untuk kembali ke Jawa membawa anak-anaknya dan memulai kehidupan baru dengan usaha jagung bakar. Beliau mengandalkan usaha ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Setelah kembali ke Jawa, Bu Sarti berjualan di sekitar rumahnya yang berada di sebuah gang. Hanya tetangga dan anak kecil saja yang meramaikan dagangannya. Seiring berjalannya waktu, beliau berpikir untuk berpindah tempat di mana banyak orang yang bisa melihat dan mengetahui dagangannya dengan mudah. Karena itu, beliau pun memutuskan untuk pindah di depan Pasar Pangestu Legi yang dilewati banyak orang.
Tempat yang kini digunakan untuk berjualan jagung bakar adalah lokasi yang disediakan oleh desa, sehingga Bu Sarti tidak perlu membayar apapun. Ide berjualan jagung serut didapatkan dari pembeli yang ingin praktis dalam mengonsumsi jagung bakar.
ADVERTISEMENT
Bumbu yang dioleskan ke jagung bakar merupakan racikan sendiri sehingga memiliki rasa yang khas. Hal ini yang membuat banyak orang penasaran dengan cita rasa jagung serut. Varian rasa yang kini ada adalah hasil dari perkembangan dan saran pembeli untuk terus explore cita rasa jagung bakar serut.
“Dari dulu emang ada sambalnya, tapi gak melimpah seperti ini, aku pedasin tapi kok katanya masih kurang pedas. Jadi, aku buat 2 varian yang pedas banget sama pedas biasa. Dulu awal cuma 1 kilogram cabai aja, lalu tambah jadi 5. Tambah lagi sekarang yang pedas banget 15 kilogram cabai mbak," ucap Bu Sarti.
Beliau menambahkan bahwa bumbu yang digunakan untuk jagung bakar ini dibuat banyak untuk stok selama 1 minggu atau lebih. Bu Sarti mengatakan bahwa terkadang beliau merasa kelelahan untuk membuat bumbu dari sambal ini karena terlalu banyak dan sering.
ADVERTISEMENT
“Dulu kalau ada bapak, saya tutupnya jam 11 atau setengah 12, mbak. Sekarang sore saja mbak. Kalau ada jagung saya bawa 1 kuintal, kalau gak ada ya kurang dari 1 kuintal. 1 kuintal gak banyak mbak, 1 jagung aja buatnya 1,2 kilogram,” ujar Bu Sarti.
Luasnya cakupan media sosial membuat jagung bakar Pak No semakin dikenal banyak orang. Ditambah pelayanan yang diberikan Bu Sarti dan Mas Santo yang ramah dan gemar bercerita membuat pembeli pun betah dan sering kembali untuk menikmati jagung bakar serut citarasa khas dari resep warisan mereka.