Konten dari Pengguna

Circle Pertemanan di Dunia Perkuliahan, Penting atau Tidak?

Annisa Putri Riandini
Mahasiswa S1 Departemen Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Public Relation, Universitas Andalas
22 Oktober 2023 12:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Putri Riandini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dokumentasi: pribadi
zoom-in-whitePerbesar
dokumentasi: pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi mereka yang akan memasuki dunia perkuliahan, intensitas keberadaan circle cukup diwaspadai. Banyak dari mereka yang menilai keberadaan circle di dunia perkuliahan selalu berdampak buruk terhadap pola pergaulan seseorang. Kewaspadaan tersebut selalu dibarengi dengan rasa takut ketika memulai hubungan pertemanan semasa kuliah. Istilah circle sendiri mungkin masih terdengar asing bagi segelintir orang. Namun, intensitas keberadaan circle di lingkungan kampus cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, fenomena circle sendiri seringkali menjadi topik pembahasan di beberapa platform digital, seperti TikTok dan Instagram. Banyak dari content creator yang menyinggung intensitas circle semasa kuliah, dan tak jarang dari mereka menjadikan hal ini sebagai bahan candaan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, circle diartikan sebagai lingkaran. Namun, bagi generasi muda istilah circle tidak hanya didefinisikan sebagai lingkaran, melainkan sudah dimaknai sebagai lingkaran pertemanan. Circle juga seringkali diartikan sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah hubungan pertemanan berdasarkan latar belakang tertentu. Hobi, field of experience, kepentingan, ketertarikan, bahkan tingkat kecocokan menjadi latar belakang utama dari hadirnya sebuah circle. Biasanya, anggota-anggota dari sebuah circle menemukan daya tarik tersendiri dengan circle yang mereka ikuti. Ketika seseorang merasa nyaman dan sefrekuensi dengan beberapa orang lainnya, maka kecenderungan untuk membentuk sebuah kelompok pertemanan terbilang tinggi. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang mulai merasakan ketidakcocokan dengan beberapa orang lainnya, nihil mereka akan tergabung dalam sebuah kelompok pertemanan.
Sebagai makhluk sosial, tak dapat dipungkiri jika seorang manusia akan selalu membutuhkan manusia lain di hidupnya. Begitu juga di lingkungan kampus, mustahil rasanya dalam dunia perkuliahan seorang mahasiswa tidak punya lingkaran pertemanan, baik itu pertemanan sesama jurusan, fakultas, bahkan dari relasi organisasi. Bagi mahasiswa, kehadiran lingkungan pertemanan bisa dimanfaatkan sebagai aspek pemberi dukungan sosial atau yang lebih dikenal dengan sebutan support system. Circle pertemanan bisa memberikan dukungan emosional serta motivasi, minimal bisa menghilangkan stress dan rasa sedih. Circle pertemanan yang baik juga bisa dimanfaatkan sebagai akses networking bagi masa depan nanti.
dengan field of experience yang sama, memungkinkan beberapa orang membentuk lingkaran pertemanan.
Jika kita memiliki circle pertemanan dengan latar belakang hobi yang sama, maka ini dapat dimanfaatkan sebagai wadah pengembangan diri. Lingkaran pertemanan yang sehat juga bisa dipergunakan untuk memperkuat konsep diri dengan memperbanyak interaksi. Faktanya, konsep diri akan semakin berkembang bila dibarengi dengan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, perbanyak interaksi dengan orang yang disenangi, sehingga mempermudah seseorang mengenali dirinya. Dari sini dapat disimpulkan bahwasanya kehadiran circle di dunia perkuliahan bisa berdampak baik terhadap pengembangan konsep diri, akademik, dan lingkungan sosial seseorang. 
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, fenomena lingkaran pertemanan atau yang lebih dikenal dengan sebutan circle ini, sudah ada sejak lama. Namun, kembali viral belakangan ini lantaran generasi muda seringkali membahas fenomena tersebut di media sosial, sehingga menjadi konsumsi publik. Banyak anak muda yang berbagi kisah pertemanan mereka ketika duduk di bangku perkuliahan. Dibalik tingginya urgensi lingkaran pertemanan semasa kuliah, akan tetapi tak jarang dari mereka yang kurang beruntung dalam pertemanan. Banyak dari mereka yang  malah terjerumus ke hal-hal negatif dikarenakan kurang bisa memilah-milih lingkaran pertemanan. Keberadaan circle yang mulanya diperuntukkan untuk hal positif, malah berbalik ke arah yang negatif. Fenomena tersebut sering dinamakan dengan toxic circle
Istilah toxic circle ini yang membuat banyak orang takut terjerumus dalam lingkungan pertemanan yang salah semasa kuliah. Toxic circle sendiri adalah lingkungan pertemanan yang tidak sehat, sehingga memberikan dampak buruk bagi anggotanya. Isu permasalahan toxic circle di dunia perkuliahan semakin ditakuti di kalangan mahasiswa, karena berdampak pada psikologisnya. Toxic circle bisa saja disebabkan karena tujuan dan visi misi yang sudah tidak terarah atau bisa juga disebabkan oleh oknum anggotanya sendiri. Mungkin masih banyak dari mahasiswa yang merasa terjebak dalam lingkungan pertemanan yang toxic, namun masih belum berani mengambil solusi. Terkadang seseorang mengharuskan dirinya untuk tetap tinggal di sebuah lingkaran pertemanan karena beberapa alasan, mulai dari tuntutan tugas kampus, rasa tidak enak hati, bahkan takut untuk tidak punya teman lagi. 
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, ada beberapa ciri-ciri yang menandakan lingkaran pertemanan yang tidak sehat, di antaranya merasa kehilangan jati diri. Ketika seseorang merasa kehilangan jati diri dan susah untuk menjadi diri sendiri ketika bersosialisasi dengan anggota circle, bisa saja ini sebuah pertanda bahwasanya lingkaran pertemanannya sudah tidak sehat. Lingkaran pertemanan yang seharusnya menjadi support system dan tempat untuk berbagi motivasi, nyatanya sudah beralih fungsi menjadi lingkungan yang tak simpati. Tak hanya itu, toxic circle juga ditandai dengan tidak adanya kebermanfaatan bagi orang-orang di dalamnya. Harusnya, kehadiran circle membuat seseorang semakin berkembang, wadah untuk menyalurkan hobi dan pikiran, namun faktanya tak memberikan keuntungan.
Lingkaran pertemanan yang tidak sehat, tentunya menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi mahasiswa. Berbagai konflik dalam sebuah circle pertemanan akan berdampak pada psikis seorang mahasiswa, mulai dari stress, kecemasan yang berlebihan, hingga berakhir depresi. Jika mahasiswa sudah mengalami gangguan psikis, besar kemungkinan ini akan memengaruhi cara belajarnya. Drama dan perselisihan dalam lingkungan pertemanan tentunya akan membuat mahasiswa sulit untuk berkonsentrasi sehingga mengakibatkan menurunnya prestasi akademik.
aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan merupakan salah satu cara untuk menemukan lingkaran pertemanan yang sehat.
Lantas, diperlukan peran aktif mahasiswa agar lebih bijak dalam memilih lingkungan pertemanan di dunia perkuliahan agar terhindar dari rumitnya lingkaran setan pertemanan yang toxic. Banyak terlibat dalam kegiatan kampus, menjadi salah satu cara jitu untuk mendapatkan circle pertemanan yang sehat. Dengan mengikuti organisasi, kepanitiaan, dan unit kegiatan mahasiswa, sesuai dengan bidang yang diminati menjadi salah satu cara untuk memudahkan seseorang memperoleh lingkungan pertemanan yang sehat dan suportif. Lewat berbagai kegiatan di kampus, mengharuskan seseorang untuk terus berinteraksi dengan orang-orang baru, sehingga menjadi peluang dalam menentukan circle pertemanan yang sehat. 
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya intensitas kehadiran circle pertemanan dalam dunia perkuliahan sangatlah dibutuhkan. Namun, ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan mahasiswa sebelum menentukan circle pertemanannya. Pilihlah lingkungan pertemanan yang suportif dan saling memberikan kebermanfaatan bersama. Jika dirasa sudah mulai terjerumus ke dalam circle pertemanan yang toxic, bersegeralah mengambil tindakan dan mencari solusi.