Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Keajaiban Tiga Mantra dalam Novel Trilogi Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi
4 Desember 2021 21:18 WIB
Tulisan dari Annisa Dwi Ayuningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal Ahmad Fuadi seorang penulis novel trilogi Negeri 5 Menara ini. Karyanya terinspirasi dari pengalaman hidupnya yang dimuat dalam trilogi Negeri 5 Menara. Jika diperhatikan novel trilogi Negeri 5 Menara merupakan karya sastra yang bertemakan religiositas dengan segala mantra berbahasa Arab yang menjadi inti disetiap novelnya. Oleh karena itu keajiban mantra tersebut akan diulas lebih dalam pada artikel ini.
ADVERTISEMENT
Trilogi Negeri 5 Menara diawali dengan mantra “Man Jadda wajada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Mantra dalam novel pertama yang berjudul Negeri 5 Menara ini mengisahkan seorang Alif Fikri yang baru lulus sekolah Tsanawiyah atau bisa disebut sekolah menengah pertama yang memiliki cita-cita melanjutkan sekolah ke SMA dan masuk perguruan tinggi impiannya. Namun amaknya, Ibu Alif Fikri tidak menyetujuinya. Beliau ingin Alif melanjukan sekolah di pesantren.
Akhirnya dengan terpaksa Alif mengikuti keinginan amaknya untuk melanjutkan sekolah ke pesantrean di Jawa Timur, Pondok Mandani namanya. Pada awal pembelajaran di persantren Alif mengikutinya dengan setengah hati. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, rasa itu mulai pudar dan Alif menjalankannya dengan sepenuh hati. Pertama masuk semua murid baru dikumpulkan di sebuah Aula, dan seorang Ustad bernama Salman berteriak dengan lantang di depan sambil menyerukan “Man Jadda wajada”. Semboyan yang menjadi awal dari perjalanan seorang Alif Fikri dalam novel ini.
ADVERTISEMENT
Di Podok Madani Alif menemukan 5 sahabat dari berbagai daerah di Indonesia, Dulmajid dari Madura, Baso dari Sulawesi, Said dari Surabaya, Raja dari Medan, dan Atang dari bandung. Mereka memiliki kebiasaan memandang matahari tenggelam di bawah menara masjid besar yang dimiliki Pondok Madani dan dijuluki sebagai Shahibul Menara yang artinya pemilik menara. Sambil melihat matahari tenggelam mereka sering membicarakan impiannya. Alif yang memiliki impian menjejaki negeri Colombus, Amerika yang penuh hal-hal hebat. Raja yang memiliki impian menjejaki daratan Eropa, terutama negeri Inggris. Atang dan Baso yang memiliki impian pergi ke Timur Tengah dan Afrika, terutama Mesir, sedangkan Dulmajid memiliki impian memajukan bangsanya sendiri dengan berkarya di dalam negeri.
Mantra kedua dalam trilogi Negeri 5 Menara terdapat pada novel yang berjudul Ranah 3 Warna dengan mantra "Man shobara zhafira” yang artinya siapa yang bersabar akan beruntung. Mantra kedua ini melanjutkan perjalanan seorang Alif Fikri dalam meraih impianya. Alif Fikri siswa yang baru saja lulus dari Pondok Madani ingin melajutkan kuliah di ITB dengan jurusan penerbangan Seperti Habibie lalu merantau ke Amerika. Namun Alif tidak memiliki ijazah SMA yang menjadi syarat untuk mengikuti ujian SNMPTN.
ADVERTISEMENT
Cemooh dan kepesimisan yang dilontarkan orang-orang kepada Alif membuatnya bangkit untuk mewujudkan impiannya, walaupun sulit. Di sinilah menariknya buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara, para pembaca dibuat hanyut oleh lika-liku pahit manisnya kehidupan seorang Alif Fikri dalam meraih cita-citanya. Ayah yang selalu memotivasi dan menyemangati Alif dengan berkata “Selesaikan apa yang sudah kamu mulai”, begitu Alif mengabarkan bahwa dia ingin keluar dari kampusnya di Universitas Padjajaran. Mungkin apa yang dialami oleh Alif sebagian besar juga ada yang pernah mengalaminya, namun yang berbeda adalah bagaimana cara Alif menyikapinya sampai dia berhasil mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar ke Kanada.
Mantra terakhir dalam trilogi Negeri 5 Menara yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara yang berbunyi “Man saara ala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan. Novel terakhir ini melanjutkan perjalan seorang Alif Fikri. Setelah pulang dari pertukaran pelajar dia merasa berdiri di pucuk dunia, karena tulisannya tersebar di banyak media, keliling dunia, dan diwisuda dengan nilai terbaik. Dia merasa yakin bahwa perusahaan besar akan berlomba-lomba menerimanya. Namun sayang, Alif lulus diwaktu yang salah, yaitu akhir 90-an, krisis ekonomi yang mencekik Indonesia dan pergolakan di masa reformasi. Satu persatu perusahaan mengirimkan surat penolakan lamaran kerjanya.
ADVERTISEMENT
Sampai ketika Alif merasa goyah secercah harapan pun muncul dan dia diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal. Di tempat kerjanya Alif menambatkan hatinya pada seorang gadis yang dulu pernah dicurigainya. Jakarta menjadi tempat Alif membuka cakrawala baru sampai akhirnya mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Washington DC, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan memiliki banyak teman baru di Amerika. Hidupnya tercukupi dan dapat membantu ibu serta adiknya. Sempurna sudah hidupnya, sampai ketika terjadi tragedi 11 September 2001 di gedung World Trade Center, New York menggoyahkan jiwanya. Dia kehilangan orang terdekatnya. Sampai akhirnya Alif dipaksa untuk memikirkan ulang misi hidupnya. Dari mana dia bermula dan akhinya akan bermuara.
Keajaiban ketiga mantra tersebut membuat kita belajar untuk jangan pernah menyerah akan impian. Mantra pertama “Man Jadda wajada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Sebuah hal yang kecil dapat membuat sesuatu yang besar, yaitu dengan kedisiplinan dan kesungguhan. Mantra kedua “Man saara ala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan. Siapa saja boleh bermimpi, bagaimanapun latar belakang keluarganya, ekonominya, maupun pendidikannya, siapapun dia boleh bermimpi asal tetap dengan berada di jalan Allah swt. Dan mantra ketiga “Man saara ala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan. Menuntun misi hidup, hidup yang pada dasarnya adalah perantauan. Suatu masa akan kembali ke akar, ke yang satu, ke yang awal. Muara segala muara. Keajaiban dari ketiga mantra ini mengantarkan seorang Alif Fikri menuju pencarian impian, pencarian tempat berkarya, pencarian belahan jiwa, dan pencarian di mana hidup akan bermuara.
ADVERTISEMENT
Tinjauan Pustaka
Fuadi, A. (2013). Negeri 5 Menara. Gramedia Pustaka Utama.
Fuadi, A. (2013). Ranah 3 Warna. Gramedia Pustaka Utama.
Fuadi, A. (2013). Rantau 1 Muara. Gramedia Pustaka Utama.