Konten dari Pengguna

Blok Ambalat : Konflik antara Indonesia dan Malaysia

Annisa Nu'ma
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Mulawarman
9 Mei 2024 9:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Nu'ma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Blok Ambalat. Rabu, 08 Mei 2024. Foto dari Ganesh Ramsumair (Pexels) : https://www.pexels.com/id-id/foto/laut-matahari-terbenam-awan-industri-15973758/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Blok Ambalat. Rabu, 08 Mei 2024. Foto dari Ganesh Ramsumair (Pexels) : https://www.pexels.com/id-id/foto/laut-matahari-terbenam-awan-industri-15973758/
Kedekatan letak geografis antara Indonesia dan Malaysia kerap menimbulkan permasalahan akan kepemilikan wilayah. Salah satu permasalahan wilayah yang pernah dihadapi oleh indonesia dan Malaysia adalah konflik Blok Ambalat. Ambalat sendiri merupakan blok laut dengan luas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar.
ADVERTISEMENT

Terjadinya Konflik Blok Ambalat

Peta Malaysia tahun 1979 menjadi latar belakang terjadinya konflik Blok Ambalat. Dalam peta tersebut Malaysia memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya secara sepihak, yang kemudian menimbulkan protes bukan hanya dari Indonesia, namun juga dari negara tetangga lainnya, seperti Filipina, Singapura, Vietnam, Thailand, hingga Tiongkok yang menganggap tindakan Malaysia sebagai upaya perebutan wilayah negara lain.
Dalam peta tersebut, Malaysia menggunakan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai acuan untuk menarik garis pangkal wilayahnya. Pada saat itu Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan belum resmi dimiliki oleh Malaysia. Dalam peraturan UNCLOS 1982, sebagai negara pantai Malaysia sebenarnya tidak diperkenankan untuk menarik garis pangkal diluar daripada kepulauannya, Malaysia hanya dapat menarik garis pangkal biasa atau garis pangkal lurus. Sehingga penarikan garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan tidak sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982. Berbeda dengan Indonesia yang mendapatkan status sebagai negara kepulauan melalui Deklarasi Djuanda tahun 1957, kemudian diresmikan juga oleh UNCLOS tahun 1982. Melalui ketentuan UNCLOS, Indonesia sebagai negara kepulauan dapat menarik garis pangkal dari pulau-pulau terluar wilayahnya. Dapat terlihat perbedaan posisi antara Indonesia dan Malaysia dalam ketentuan penarikan garis pangkal wilayah.
ADVERTISEMENT

Kepentingan Indonesia dan Malaysia terhadap Blok Ambalat

Baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama bersikeras mempertahankan Blok Ambalat. Blok Ambalat menyimpan harta karun berupa sumber daya migas yang melimpah, hal ini jelas sangat menguntungkan khususnya dari segi ekonomi, bagi siapa saja yang memilikinya. Dalam perspektif geopolitik, adanya keuntungan tersebut yang kemudian membuat kedua negara saling memperjuangkan kepentingan negaranya melalui tindakan ataupun kebijakan masing-masing negara untuk mendapatkan status kepemilikan Blok Ambalat yang bernilai besar.
Indonesia sudah lebih dulu melakukan eksplorasi terhadap Blok Ambalat yaitu sejak tahun 1960-an. Selama jalannya kegiatan eksplorasi yang dilakukan Indonesia di Blok Ambalat, Malaysia tidak memperlihatkan respon apapun. Secara tidak langsung hal ini menjadi bukti pengakuan Malaysia akan kepemilikan Indonesia terhadap Blok Ambalat. Hingga pada tahun 2004, ketika Indonesia memberikan konsesi eksplorasi kepada Unocal di Blok Ambalat, berselang satu tahun, tepatnya pada tahun 2005, Malaysia baru melayangkan protes dan ikut memberikan konsesi kepada Shell di ND6 atau wilayah yang sama dengan yang diberikan Indonesia kepada Unocal, sehingga terjadi tumpang tindih antara keduanya. Ketidakstabilan pun terjadi, terlebih ketika kapal-kapal milik Malaysia yang berada dalam wilayah Blok Ambalat melakukan berbagai tindakan provokatif semakin menambah tensi ketegangan dalam konflik ini.
ADVERTISEMENT
Indonesia mengambil langkah dengan mengirimkan kapal militer untuk melakukan patroli terhadap kapal-kapal Malaysia yang masuk ke dalam Blok Ambalat. Indonesia juga mendirikan mercusuar di Karang Unarang sebagai titik dasar penarikan batas maritim Indonesia atau penanda bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Langkah tersebut sebagai bentuk geostrategi Indonesia untuk tetap menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah Indonesia dari gangguan eksternal.

Upaya Penyelesaian Konflik

Semakin memanasnya konflik ini mengharuskan pemerintah dari kedua negara untuk bersama-sama mencari cara agar konflik yang terjadi dapat menemukan titik terang. Penyelesaian konflik secara damai diupayakan oleh Indonesia dan Malaysia, mengingat bahwa keduanya tergabung dalam ASEAN. Apabila hubungan antara Indonesia dan Malaysia mengalami keretakan, maka bukan hanya berdampak kepada negara yang berkonflik namun juga pasti akan mengganggu stabilitas di Kawasan ASEAN.
ADVERTISEMENT
Indonesia dan Malaysia sudah beberapa kali mengadakan pertemuan, namun pertemuan-pertemuan tersebut nyatanya belum membuahkan hasil yang signifikan bagi penyelesaian konflik Blok Ambalat. Sehingga menjadi pr bagi pemerintah Indonesia untuk segera mencari jalan keluar, karena jika tidak segera ditangani maka bisa saja kejadian Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan terulang kembali.
Berkaca dari jatuhnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam genggaman Malaysia, tentu ini menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk terus memperjuangkan kedaulatan terhadap Blok Ambalat. Posisi indonesia sebenarnya jauh lebih kuat jika melihat dari dasar hukum yang digunakan Indonesia dalam klaimnya atas Blok Ambalat. Malaysia tetap berpegang teguh pada dasar hukum peta tahun 1979 yang tidak sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982. Sementara Indonesia menggunakan dasar hukum yang berlandaskan kepada UNCLOS 1982. Oleh karena itu, dasar hukum yang akurat akan memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam proses penyelesaian konflik dan kesempatan untuk tetap mempertahankan hak berdaulat Indonesia terhadap Blok Ambalat.
ADVERTISEMENT