news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Papua Terkini: Pengolaan Bersama Isu HAM dan Pembangunan

Annisa F Sari
Diplomat Kementerian Luar Negeri
Konten dari Pengguna
27 November 2020 12:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa F Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi HAM. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi HAM. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Bicara tentang Papua tidak pernah luput dari pembahasan mengenai pengelolaan isu HAM dan pembangunan. Sayangnya, narasi-narasi seperti diskriminasi, eksploitasi, ketimpangan, dan pelanggaran pemenuhan hak-hak saudara-saudara di Papua kerap kali turut didengungkan dan dikait-kaitkan dengan isu “referendum”, sehingga tak jarang menimbulkan kegaduhan yang memperkeruh kemajuan penanganannya.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari perhatian tersebut, Kemlu pun berusaha meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat Indonesia, terutama generasi muda harapan bangsa, untuk turut mengelola isu ini bersama. Melalui berbagai inisiatif seperti webinar yang diselenggarakan secara rutin dan kegiatan lainnya, Kemlu berusaha mengajak kita untuk membingkai isu HAM dan pembangunan di Papua secara lebih proporsional.

Ada Apa dengan Papua?

Pemerintah Pusat selalu memiliki perhatian khusus terhadap pembangunan kesejahteraan dan pemenuhan HAM warga Papua. Perhatian tersebut salah satunya dicurahkan melalui penyaluran dana pembangunan yang nilainya selalu ditambah setiap tahun.
Pada tahun 2018 sendiri, setidaknya Pemerintah Pusat mentransfer Rp 63,1 T ke Papua dan Papua Barat. Aliran dana tersebut tidak hanya bersumber dari Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dialokasikan 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBN, tetapi juga dari pembagian DAU, Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Tambahan Infrastruktur (DTI), Dana Desa, Dana Bagi Hasil, dan Dana Pembangunan dari K/L.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut nilainya hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan kontribusi daerah Papua dan Papua Barat untuk APBN. Pasalnya, kontribusi pajak kedua provinsi pada 2018 hanya mencapai Rp 20 T, sementara tambahan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)-nya sebesar Rp 3 T saja.
Dengan demikian, bila dirata-rata, alokasi dana APBN untuk warga Papua bisa mencapai Rp 14,7 juta per kapita. Angka tersebut jauh di atas rata-rata nasional yang hanya berkisar Rp 3-3,5 juta per kapita. Meski demikian, kondisi faktual mencatat 22 kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat masih tergolong sebagai Daerah Tertinggal. Tentunya ini mencetuskan pertanyaan lanjutan: lantas apa yang jadi hambatan pemenuhan kesejahteraan?

Mengurai Dilema Pembangunan Kesejahteraan di Papua

Pada Webinar Papua 101, Juni 2020 lalu, Dr. Adriana Elisabeth menjelaskan persoalan Papua yang telah mengakar dari dahulu. Menurut Dr. Adriana, hukum di Indonesia sendiri tidak pernah diskriminatif. Namun, masih dijumpainya marjinalisasi terhadap warga Papua berangkat dari stigma yang telah terlanjur melekat di masyarakat. Bila ditarik ke belakang lagi, stigma yang menjadi inti dari konflik politik maupun bersenjata yang melibatkan warga Papua itu terpelihara dari isu-isu pelanggaran HAM di masa lalu dan belum tuntasnya penyelesaiannya.
ADVERTISEMENT
Akar masalah lain yang diidentifikasi Dr. Adriana berhubungan dengan kurangnya pemenuhan hak-hak ekonomi sosial masyarakat Papua, juga pembangunan kesejahteraan yang meliputi isu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Poin yang disampaikan Dr. Adriana ini turut diamini oleh Samuel Tabuni, Tokoh Muda Papua yang berbicara mengenai ‘Pendidikan di Papua: Tantangan dan Masa Depan’.
Realisasi dana otsus untuk Pendidikan dan kesehatan bisa jadi sudah memenuhi target yang diatur pada Pergub. Untuk Tahun 2019, misalnya, realisasi dana Pendidikan mencapai 25,1% dari target 20-30%, sementara realisasi dana kesehatan mencapai 13,4% dari target 10-15%. Namun, realita di lapangan menyebutkan bahwa akses mendapatkan pendidikan masih terbatas dengan fasilitas pengajar dan insfrastrukturnya yang cenderung kurang memadai pula. Kakak Samuel pun berpendapat, adanya konflik yang berkelanjutan di bumi Cenderawasih lah yang jadi salah satu faktor penyebabnya.
ADVERTISEMENT
Di sini, baik Dr. Adriana maupun Kak Samuel, pada kesempatan terpisah, sama-sama sepakat bahwa pengelolaan isu bersama, terutama di bidang pembangunan Papua harus terintegrasi dan didasarkan pada kearifan lokal serta bina damai melalui dialog rekonsiliasi yang melibatkan tujuh perwakilan suku adat Papua (Saireri, Tabi, Laa Pago, Animha, Mee Pago, Domberai, dan Bomberai), jajaran pemerintah daerah, kelompok separatis Papua dan pendukungnya, serta diaspora Papua di luar negeri.
Ilustrasi masyarakat Papua Foto: Shutter Stock

Membangun Papua? Papua Membangun!

Meski perlahan, langkah-langkah pengelolaan isu Papua dengan berimbang sudah mengalami perkembangan. Dalam rangka menghapus rasisme masa lalu, pemberian sanksi terhadap pelaku ujaran rasisme terhadap warga Papua, juga pembebasan tahanan-tahanan dari Papua sudah dilakukan oleh Pemerintah.
Pembangunan infrastruktur juga turut dikebut. Selama pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya terdapat 10 bandara baru dan 5 pelabuhan yang dikembangkan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Yang tidak boleh dilupakan juga adalah pembangunan Jalan Trans-Papua sepanjang 1.071 km sejak 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Ada pun masukan dari kedua tokoh tersebut sangat berharga untuk strategi pengelolaan isu Papua selanjutnya. Sejalan dengan pesan pemberdayaan masyarakat Papua yang disampaikan kedua tokoh itu, Presiden Joko Widodo sebelumnya juga telah mengingatkan perlunya mengubah mindset dari ‘Indonesia Membangun Papua’ menjadi Papua Membangun.
Komitmen dan semangat tersebut telah dituangkan ke RPJMN 2020-2024 menjadi tujuh Aspek Kebijakan Strategis Inovatif, yaitu, (1) Pengembangan ekonomi untuk pariwisata perikanan, perkebunan, dan sektor produksi; (2) Pengembangan Kawasan industri pariwisata dan pedesaan; (3) Pengembangan SDM (Pendidikan vokasi, tinggi, dan menengah); (4) Pembangunan berkonteks kebudayaan; (5) Pembangunan infrastruktur dan konektivitas; (6) Pembangunan dengan pendekatan ekologis dan penanggulangan bencana; dan (7) Pembangunan politik, pertahanan dan pelayanan.
ADVERTISEMENT
Tentunya, besar harapan implementasi tujuh langkah strategis di RPJMN 2020-2024 ini akan lebih mengakselerasi upaya-upaya pemenuhan HAM dan pembangunan kesejahteraan di Papua.

Peran Generasi Muda

Tak kalah penting dalam penanganan isu Papua dari waktu ke waktu adalah peran para generasi muda harapan bangsa. Untuk isu yang sudah berlarut-larut sejak dahulu, generasi muda berkesempatan membuka lembar baru yang menentukan masa depan pembangunan kesejahteraan Papua. Tidak terlibat aktif sebagai pelaku kekeruhan sejarah, generasi muda bisa selalu memilih untuk memahami permasalahan di Papua secara holistik dan berinovasi untuk mengelolanya lebih baik.
Dalam hal ini, pemuda Indonesia perlu bangga dan menjadikan Samuel Tabuni sebagai salah satu inspirasi. Melalui program ‘Papua Language Institute’ (PLI) yang bergerak di bidang pendidikan, Samuel turut berkontribusi dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia di Papua.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemuda asli Papua dengan pemahaman kompleksitas permasalahan yang baik, Samuel berhasil menunjukkan perannya sebagai generasi muda yang turut mendukung visi Papua Membangun. Samuel juga turut menginspirasi pemuda Indonesia lainnya untuk berkontribusi dalam percepatan pembangunan kesejahteraan dan penghapusan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua melalui berbagai bidang yang ditekuni.
Mengingat kompleksitas isunya, pembangunan kesejahteraan dan penanganan kasus pelanggaran HAM di Papua mungkin masih harus melalui jalan panjang. Oleh karena itu, ke depannya, pemuda Indonesia perlu meningkatkan komunikasi dan sinergi untuk meramu formula yang tidak hanya responsif terhadap dinamika tantangan yang ada, tetapi juga integratif dan progresif mengelola isu-isu Papua secara berkelanjutan.