Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Keseimbangan Ketahanan Energi dan Transisi Menuju Ekonomi Rendah Karbon Jepang
23 April 2025 17:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Annisya agustin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jepang menghadapi tantangan kompleks dalam menyeimbangkan kebutuhan ketahanan energi dengan komitmen global terhadap dekarbonisasi. Sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia dengan ketergantungan tinggi pada impor bahan bakar fosil, Jepang telah berupaya mereformulasi kebijakan energinya sejak krisis nuklir Fukushima 2011. Policy brief ini menganalisis perkembangan kebijakan energi hijau Jepang, mengidentifikasi tantangan dan peluang, serta memberikan rekomendasi untuk mencapai keseimbangan optimal antara ketahanan energi dan ambisi transisi rendah karbon.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan energi Jepang pada impor bahan bakar fosil meningkat secara dramatis setelah bencana Fukushima, yang mengakibatkan penutupan sementara seluruh reaktor nuklir negara tersebut. Pada 2019, ketergantungan impor energi Jepang mencapai 88%, salah satu tertinggi di antara negara - negara OECD (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, 2020). Kondisi ini mendorong Jepang untuk mengembangkan Strategi Energi Dasar kelima pada 2018 dan komitmen untuk mencapai netralitas karbon pada 2050. Rencana Strategis Energi 2021 menargetkan bauran energi yang lebih beragam dengan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan peningkatan sumber energi terbarukan dan nuklir. Jepang juga menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 46% pada 2030 dibandingkan level 2013, signifikan lebih tinggi dari target sebelumnya sebesar 26% (Kementerian Lingkungan Jepang, 2021).
ADVERTISEMENT
Tantangan utama Jepang terletak pada keterbatasan geografisnya untuk mengembangkan energi terbarukan skala besar, ketergantungan historis pada nuklir dan infrastruktur energi berbasis fosil yang telah mapan. Meskipun memiliki potensi signifikan dalam energi panas bumi, surya, angin lepas pantai dan hidrogen hijau, pengembangan sumber energi ini menghadapi kendala biaya tinggi, masalah integrasi jaringan dan hambatan regulasi. Jepang telah memperkenalkan Undang - Undang Perubahan Iklim pada Mei 2021 yang mengkodifikasi target netralitas karbon 2050 dan meluncurkan Dana Inovasi Hijau senilai $17 miliar untuk mendukung teknologi dekarbonisasi (International Energy Agency, 2021). Namun, pemulihan sektor nuklir relatif lambat, dengan hanya beberapa reaktor yang kembali beroperasi di bawah standar keselamatan yang lebih ketat. Strategi hidrogen Jepang muncul sebagai komponen kunci dalam transisi energi, dengan rencana untuk menciptakan "masyarakat berbasis hidrogen" dan target konsumsi hidrogen 20 juta ton pada 2050. Investasi dalam teknologi penyimpanan energi, jaringan cerdas dan efisiensi energi juga diprioritaskan melalui program - program seperti inisiatif Rumah Pintar dan Komunitas Pintar. Kerja sama internasional dan kemitraan strategis, seperti perjanjian pengadaan hidrogen dengan Australia dan Timur Tengah, membentuk elemen penting dari strategi energi Jepang. Kebijakan perdagangan karbon dan penetapan harga telah dikembangkan, termasuk Sistem Perdagangan Karbon Tokyo yang menjadi model untuk upaya nasional yang lebih luas (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, 2022).
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Hambatan
Selain itu, kelambanan regulasi dan proses perizinan yang panjang memperlambat pengembangan proyek - proyek energi terbarukan.
Rekomendasi untuk mencapai keseimbangan optimal antara ketahanan energi dan dekarbonisasi :
ADVERTISEMENT
Transformasi energi hijau Jepang merepresentasikan upaya ambisius untuk menyeimbangkan kebutuhan akan ketahanan energi dengan imperatif dekarbonisasi global. Dengan mengadopsi pendekatan pragmatis yang menggabungkan diversifikasi sumber energi, inovasi teknologi, reformasi pasar dan kerjasama internasional, Jepang dapat membangun sistem energi yang tangguh, berkelanjutan dan kompetitif. Keberhasilan dalam transisi ini tidak hanya penting bagi Jepang, tetapi juga dapat menyediakan model bagi negara - negara Asia lainnya yang menghadapi tantangan serupa dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan.
Annisya Agustin, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya.