Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Peran China dalam Transformasi Geopolitik BRICS dan Pengaruhnya di Global South
23 April 2025 10:24 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Annisya agustin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
"BRICS bukan lagi sekadar forum ekonomi, tetapi kekuatan geopolitik yang mampu menantang hegemoni Barat." Pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Xi Jinping pada KTT BRICS 2023 di Johannesburg ini menandai era baru dalam dinamika kekuatan global. Ketika lima negara berkembang yang digabungkan dalam sebuah akronim oleh ekonom Goldman Sachs pada 2001 kini bertransformasi menjadi blok yang diperluas dengan pengaruh global yang signifikan, satu negara berdiri sebagai pendorong utama perubahan.
ADVERTISEMENT
Dari Konsep Investasi menjadi Kekuatan Multipolar
BRICS Brazil, Russia, India, China, South Africa lahir sebagai konsep investasi yang diciptakan Jim O'Neill untuk mengidentifikasi pasar berkembang yang menjanjikan. Dua dekade kemudian, kelompok ini telah berevolusi menjadi entitas geopolitik yang menantang tatanan dunia yang ada.
"China telah secara strategis menggunakan BRICS sebagai platform untuk membangun koalisi negara - negara yang menginginkan reformasi dalam tata kelola global," ungkap Professsor Amitav Acharya dari American University, penulis buku "The End of American World Order" (2018:156). Penelitiannya menunjukkan bagaimana Beijing memanfaatkan momentum ketidakpuasan terhadap institusi yang didominasi Barat pasca krisis finansial 2008.
Data dari World Economic Forum mengkonfirmasi pergeseran ekonomi signifikan pada 2000, kontribusi BRICS terhadap PDB global (berdasarkan Purchasing Power Parity) hanya sekitar 8%. Pada 2023, angka ini melonjak menjadi hampir 32%, dengan China menyumbang lebih dari separuhnya (WEF Economic Outlook, 2023).
ADVERTISEMENT
Bank Pembangunan BRICS Menantang Dominasi Bretton Woods
Prestasi monumental BRICS yang didorong China adalah pembentukan New Development Bank (NDB) pada 2014. Berkantor pusat di Shanghai, bank ini dirancang sebagai alternatif untuk institusi Bretton Woods yang didominasi AS.
Laporan tahunan NDB 2022 menunjukkan bahwa bank telah menyetujui lebih dari $32 miliar untuk 96 proyek infrastruktur di negara - negara anggota BRICS dan negara berkembang lainnya (NDB Annual Report, 2022). China, dengan kontribusi modal terbesar, memiliki suara yang menentukan dalam mengarahkan kebijakan bank.
Selain itu, Contingent Reserve Arrangement (CRA) BRICS senilai $100 miliar menawarkan alternatif untuk dana darurat IMF, meskipun belum pernah diaktifkan. Penelitian dari Chatham House mencatat bahwa inisiatif ini mencerminkan aspirasi China untuk membangun arsitektur keuangan global alternatif (Chatham House Report, 2023). Melalui BRICS, China telah mendorong de-dolarisasi upaya untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang AS dalam perdagangan internasional. Pada KTT BRICS 2023, Xi Jinping menegaskan komitmen untuk memperkuat penggunaan mata uang lokal dalam transaksi intra-BRICS.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan hanya soal diversifikasi mata uang, tetapi tentang kedaulatan ekonomi," jelas Profesor Hung Ho-fung dari Johns Hopkins University dalam artikel jurnal ilmiahnya (International Affairs, 2022:78). "China menyadari bahwa dominasi dolar memberi AS 'senjata' finansial melalui sanksi, dan BRICS menjadi kendaraan untuk menantang sistem ini."
Data dari SWIFT menunjukkan peningkatan bertahap dalam penggunaan yuan dalam pembayaran internasional, mencapai 3.2% pada 2023 dibandingkan 1.95% pada 2019 (SWIFT RMB Tracker, 2023).
Belt and Road dan BRICS: Dua Pilar Strategi Global China
BRICS memberi China platform multilateral yang melengkapi Belt and Road Initiative (BRI) proyek infrastruktur ambisius yang menghubungkan Asia, Afrika dan Eropa. Bersama - sama, keduanya membentuk strategi komprehensif untuk mengubah arsitektur hubungan internasional.
ADVERTISEMENT
"BRI dan BRICS adalah manifestasi visi China tentang tata kelola global yang lebih inklusif," tulis Yan Xuetong, Dekan Institut Hubungan Internasional di Universitas Tsinghua, dalam bukunya "Leadership and the Rise of Great Powers" (Princeton University Press, 2019:205).
Brookings Institution dalam laporannya mengidentifikasi bagaimana proyek - proyek BRI secara strategis selaras dengan tujuan BRICS untuk memperkuat posisi negara - negara berkembang dalam ekonomi global (Brookings, "China's BRICS Strategy", 2022).
Pada KTT Johannesburg 2023, BRICS mengundang Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Iran, Mesir dan Argentina untuk bergabung, langkah yang sangat didukung China. Ekspansi ini mengubah BRICS dari forum regional menjadi aliansi multi kawasan.Laporan terbaru dari Carnegie Endowment for International Peace mencatat bahwa ekspansi ini memungkinkan Beijing untuk "mengkonsolidasikan blok negara - negara yang bersimpati dengan agenda reformasi tata kelola global China" (Carnegie, "BRICS Expansion", 2023).
ADVERTISEMENT
Diplomasi Vaksin hingga Teknologi Digital: Pengaruh Multidimensi
Pengaruh China di Global South melalui kerangka BRICS tidak terbatas pada infrastruktur dan keuangan. Beijing telah menggunakan berbagai instrument dari diplomasi vaksin hingga teknologi digital untuk memperluas pengaruhnya.Selama pandemi COVID-19, China mendistribusikan lebih dari 1,2 miliar dosis vaksin ke negara - negara Global South, dengan fokus pada anggota BRICS dan mitra BRI (Bridge Consulting Vaccine Tracker, 2023).
"Diplomasi kesehatan China meningkatkan citra dan pengaruhnya di kalangan negara - negara BRICS dan Global South secara lebih luas," ungkap laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS, "China's Vaccine Diplomacy", 2022).
Dalam domain digital, inisiatif "Digital Silk Road" China telah memfasilitasi ekspansi perusahaan teknologi seperti Huawei dan ZTE di pasar Global South. Laporan dari Australian Strategic Policy Institute mengidentifikasi bagaimana ekspansi teknologi ini memiliki implikasi geopolitik (ASPI, "The Digital Silk Road", 2022).
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Ketegangan Internal
Meskipun China berperan sentral dalam transformasi BRICS, kelompok ini menghadapi tantangan internal yang signifikan. Paling menonjol adalah hubungan China-India yang kompleks, ditandai dengan persaingan regional dan sengketa perbatasan.
"Rivalitas China-India adalah kontradiksi mendasar dalam BRICS," tulis Harsh V. Pant, profesor Hubungan Internasional di King's College London, dalam jurnal International Affairs (Vol. 97, Issue 6, 2021:1795).
Selain itu, ketergantungan ekonomi yang asimetris juga menimbulkan ketegangan. Analisis dari South African Institute of International Affairs menunjukkan bahwa defisit perdagangan yang semakin besar dengan China menjadi kekhawatiran bagi Brasil, India dan Afrika Selatan (SAIIA Policy Brief, 2023).
Sebagai ekonomi terbesar di ASEAN, posisi Indonesia terhadap BRICS yang dipimpin China memiliki signifikansi strategis. Meskipun bukan anggota BRICS, Indonesia adalah bagian dari MIKTA (Mexico, Indonesia, South Korea, Turkey, Australia) kelompok middle power yang mengejar diplomasi nirlaba.
ADVERTISEMENT
"Indonesia menempuh jalur pragmatis, memanfaatkan inisiatif China sambil mempertahankan hubungan dengan AS," jelas Dewi Fortuna Anwar, peneliti senior LIPI, dalam artikelnya di Contemporary Southeast Asia (Vol. 42, No. 3, 2020:328).
Studi dari CSIS Jakarta menemukan bahwa Indonesia telah mendapatkan dana infrastruktur signifikan dari NDB dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang didukung China, meskipun bukan anggota BRICS (CSIS Indonesia, "Indonesia and the BRICS", 2023).
Masa Depan: BRICS sebagai Blok Anti-Hegemoni?
Saat BRICS berevolusi di bawah pengaruh strategis China, pertanyaan krusial muncul: Akankah kelompok ini menjadi blok anti Barat yang koheren atau tetap sebagai platform untuk mempromosikan multipolaritas?
"BRICS terbaik dipahami bukan sebagai aliansi anti Barat, tetapi sebagai upaya untuk menciptakan tata kelola global yang lebih representatif," jelas Joseph Nye, profesor Harvard dan pencipta konsep soft power, dalam tulisannya di Foreign Affairs (FA, "The Future of BRICS", 2023).
ADVERTISEMENT
Riset dari Lowy Institute memproyeksikan bahwa menjelang 2030, BRICS+ yang diperluas dapat menyumbang hingga 50% dari PDB global (PPP), dengan China tetap sebagai kekuatan ekonomi dominan dalam kelompok (Lowy Institute Power Index, 2023).
China sebagai Arsitek Geopolitik Baru
Transformasi BRICS dari akronim investasi menjadi blok geopolitik yang berpengaruh menekankan pergeseran fundamental dalam tatanan global. Di tengah perubahan ini, China telah memposisikan diri sebagai arsitek utama tatanan multipolar baru, menggunakan BRICS sebagai instrumen untuk memperluas pengaruhnya di Global South.
Melalui kombinasi strategis dari institusi keuangan alternatif, ekspansi keanggotaan dan narasi pembangunan yang menarik, Beijing telah mengubah BRICS menjadi platform yang efektif untuk memajukan visinya tentang hubungan internasional. Bagi Indonesia dan negara - negara berkembang lainnya, evolusi BRICS di bawah pengaruh China menawarkan baik peluang maupun tantangan dalam lanskap geopolitik yang berubah cepat.
ADVERTISEMENT
Annisya Agustin, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya