Konten dari Pengguna

Implementasi GRC dalam Kasus Pagar Laut Bekasi

Antaiwan Bowo Pranogyo
Praktisi, Dosen STIE Indonesia Jakarta, Instruktur dan Konsultan di bidang SDM, Risk Manajemen dan Internal Audit. Seorang pembelajar dan pengajar, moto hidupnya: Memberi Value Added kepada masyarakat adalah kewajiban bukan hak.
6 Februari 2025 13:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Antaiwan Bowo Pranogyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus sengketa tanah di Bekasi yang melibatkan pemagaran laut oleh dua perusahaan besar, PT Cikarang Listrindo (CL) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN), menyoroti pentingnya penerapan Governance, Risk, and Compliance (GRC) dalam pengelolaan lahan dan tata kelola perusahaan. Meskipun kasus ini berfokus pada sektor agraria dan pertanahan, prinsip GRC yang meliputi tata kelola yang baik (governance), manajemen risiko yang efisien, serta kepatuhan hukum yang ketat, tetap relevan untuk mencegah permasalahan hukum serupa di masa depan.
ADVERTISEMENT
1. Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel
Salah satu masalah utama dalam kasus ini adalah dugaan adanya keterlibatan oknum pejabat tinggi dalam pemindahan status tanah dari darat ke laut. Pemerintah, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), mengungkapkan bahwa sekitar 72 hektar tanah yang sebelumnya terdaftar sebagai milik warga, telah dipindahkan tanpa prosedur yang sah, dan lebih parahnya, menggunakan sistem yang seharusnya melindungi hak warga.
Tata kelola yang baik mengharuskan semua proses administratif dan keputusan perusahaan dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas. Dalam hal ini, sistem yang digunakan untuk penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di lahan laut harus dilengkapi dengan audit yang ketat untuk mencegah manipulasi data atau penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak tertentu. GRC yang kuat akan memastikan adanya kontrol yang lebih baik dalam pengambilan keputusan dan proses administrasi.
ADVERTISEMENT
2. Manajemen Risiko yang Terintegrasi
Dalam dunia bisnis, risiko adalah hal yang tidak bisa dihindari, tetapi bisa dikelola dengan baik. Kasus ini menunjukkan risiko besar yang dihadapi oleh PT CL dan PT MAN, baik dari segi reputasi maupun keuangan. Jika terbukti ada pelanggaran hukum atau penyalahgunaan hak lahan, kedua perusahaan tersebut berisiko kehilangan hak atas lahan yang telah dipagar dan mendapat tuntutan hukum yang dapat merugikan keuangan mereka.
Manajemen risiko dalam GRC menekankan pentingnya identifikasi risiko sejak dini dan perencanaan mitigasi yang matang. Dalam kasus ini, perusahaan seharusnya melakukan due diligence yang lebih hati-hati sebelum mengklaim tanah laut sebagai empang. Sistem GRC yang efektif akan membantu perusahaan dalam memitigasi risiko hukum dan finansial dengan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada, serta menjaga hubungan yang baik dengan pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat setempat dan pemerintah.
Deskripsi: Pagar, Batasan Sumber: Pixabay.com
3. Kepatuhan terhadap Hukum dan Regulasi
ADVERTISEMENT
Salah satu pilar penting dari GRC adalah kepatuhan hukum. Dalam kasus pagar laut Bekasi, jelas bahwa ada potensi pelanggaran terhadap peraturan tata ruang dan pertanahan yang berlaku. Pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, menegaskan bahwa mereka akan mencabut SHGB yang diterbitkan di lahan laut yang seharusnya tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan perusahaan seperti PT CL dan PT MAN.
Kepatuhan terhadap hukum adalah landasan dalam penerapan GRC. Di sini, perusahaan perlu memastikan bahwa setiap langkah yang diambil terkait dengan pengelolaan lahan mengikuti prosedur yang sah dan tidak melanggar hukum. Implementasi GRC yang tepat akan memastikan bahwa perusahaan dapat menghindari masalah hukum yang merugikan baik secara finansial maupun reputasi.
4. Penyelesaian Sengketa melalui GRC
ADVERTISEMENT
Seperti yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, salah satu solusi terakhir untuk menyelesaikan sengketa terkait lahan laut ini adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan untuk meminta pembatalan SHGB. Ini mencerminkan bagaimana GRC dapat berfungsi sebagai alat penyelesaian sengketa yang efektif.
Dalam penerapan GRC yang baik, sengketa hukum seperti ini seharusnya dapat dihindari melalui perencanaan dan kepatuhan yang lebih ketat di awal. Perusahaan harus memiliki kebijakan yang jelas dalam menangani konflik hukum dan mekanisme untuk mengatasi permasalahan kepatuhan.
5. Menerapkan GRC di Semua Level Perusahaan
Kasus ini menggarisbawahi perlunya penerapan GRC secara menyeluruh di seluruh lini perusahaan. Tidak hanya pada level manajemen puncak, tetapi juga di tingkat operasional. Implementasi GRC yang sukses membutuhkan kolaborasi antara berbagai departemen dan pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil memperhatikan kepatuhan, mitigasi risiko, dan tata kelola yang baik.
ADVERTISEMENT
Kasus pagar laut Bekasi ini menjadi contoh nyata bagaimana penerapan GRC yang tidak optimal dapat menimbulkan masalah besar yang melibatkan banyak pihak, baik itu masyarakat, pemerintah, maupun perusahaan. Dengan memperkuat sistem GRC, perusahaan dapat mengelola risiko, memastikan kepatuhan, dan menjaga tata kelola yang baik, yang pada akhirnya akan mendukung keberlanjutan dan reputasi positif perusahaan di mata publik.