Konten dari Pengguna

Pembukuan Al-Qur'an

ANTON SAPUTRA
Mahasiswa Universitas ptiq Jakarta Fakultas Syari'ah dan hukum islam
1 Desember 2024 15:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ANTON SAPUTRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber (https://pixabay.com/id/photos/quran-islam-buku-muslim-tuhan-6862296/)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber (https://pixabay.com/id/photos/quran-islam-buku-muslim-tuhan-6862296/)
ADVERTISEMENT
Al-Qur’an adalah Kitab Suci umat Islam di seluruh dunia yang sangat dimuliakan. Penurunan Al-Qur’an berlangsung selama 23 tahun yang di dalamnya berisi 114 surah dan 6666 ayat. Al-Qur’an sendiri Allah SWT turunkan dengan cara berangsur-angsur melalui perantara Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dan langsung disampaikan kepada umatnya. Nabi Muhammad SAW juga menunjuk beberapa sahabat untuk menulis wahyu, seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Khalid bin Walid, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
ADVERTISEMENT
Kita akan kembali membahas zaman dimana Al-Qur'an dibukukan tepatnya 14 abad yang lalu, sebelum Rasulullah SAW wafat Al-Qur'an masih dalam bentuk hafalan dan manuskrip belum terhimpun dalam satu mushaf Rasulullah SAW sendiri yang menyampaikannya kepada para sahabat. Namun bagaimana dengan Al-Qur'an setelah wafatnya Rasulullah SAW. Setelah wafatnya Rasulullah saw kaum muslimin berada dalam kepemimpinan khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Di masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Ashiddiq kaum muslimin mengalami berbagai peperangan yang membuat banyaknya para penghafal Al-Qur’an gugur di medan perang hal ini yang membuat sahabat Umar bin Khattab khawatir akan banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an hilang kemudian Umar bin Khattab mengadukan hal ini kepada khalifah untuk mengumpulkan Al-Qur’an yang tersebar, awalnya khalifah tidak mengabulkannya dengan alasan Rasulullah saw tidak pernah melakukan hal yang serupa semasa hidupnya. Lalu apakah Al-Qur'an di zaman Abu Bakar dijamin keasliannya?.
ADVERTISEMENT
Di masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq begitu banyak peperangan yang terjadi untuk menjaga eksistensi agama Islam dan kaum muslimin di bumi Jazirah Arab. Setelah wafatnya Rasulullah SAW banyak orang Arab yang merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan Islam hal ini yang menyebabkan banyaknya orang-orang yang keluar dari agama Islam yang disebut dengan Murtad dan juga banyaknya bermunculan Nabi-nabi palsu seperti Musailah Al-Kadzdzab di Yamamah dan Sajah binti Al-Harith di bani Tamim hal ini yg menjadi tantangan besar bagi Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan kaum Muslimin yang menyebabkan banyak terjadinya perang Riddah dan sampai pada puncaknya yaitu perang di Yamamah melawan Nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dengan melewati banyaknya peperangan tersebut menyebabkan banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang syahid tercatat di perang Yamamah menewaskan 70 penghafal Al-Qur’an, hal ini yang menyebabkan Umar bin Khattab gelisah dan mengadukan hal tersebut kepada Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq namun Khalifah awalnya ragu untuk menerima saran tersebut karena tidak pernah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq khawatir akan menjadi inovasi baru dalam agama namun karena desakan dari Umar bin Khattab untuk membukukan Al-Qur’an agar tidak hilang, meskipun awalnya ragu Abu Bakar melihat bahwa ide ini adalah untuk menjaga keaslian dan kelestarian Al-Qur’an. Menyadari bahwa jika Al-Qur’an tidak segera dikumpulkan, generasi berikutnya mungkin tidak akan mendapatkan teks yang terjamin keasliannya. Kekhawatiran ini didorong oleh kebutuhan untuk mempertahankan wahyu Allah SWT secara utuh untuk umat Islam di masa mendatang. Selanjutnya setelah usulan untuk mengumpulan dan membukukan Al-Qur’an disetujui oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian Khalifah menunjuk panitia pengumpulan Al-Qur’an yang terdiri dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang lainnya yakni Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka’ab dimana ketiganya sebagai anggota. Panitia pengumpulan Al-Qur’an yang semuanya merupakan penghafal dan penulis Al-Qur’an itu dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang dari setahun yakni sesudah peristiwa peperangan yamamah (12H/633M) dan sebelum wafat Abu Bakar (913H/634M) tanpa mengalami hal yang berarti. Namun ada satu masalah menyebutkan bahwa para panitia tidak memiliki catatan dua ayat terakhir surah At-Taubah dan akhirnya setelah para panitia bekerja keras mencari dan mengumumkannya kepada khalayak ramai, diperoleh catatan kedua ayat tersebut dari sahabat Abu Khuzaimah Al-Anshari. Catatan semacam itu teramat penting bagi panitia dalam menghimpunan Al-Qur’an mengingat panitia dalam pelaksanaannya sangat detail dalam menjaga keaslian Al-Qur’an mendasarkan metode penghimpunan Al-Qur’an pada tulisan disertai dengan saksi dan hafalan. Akhirnya penghimpunan Al-Qur’an selesai dengan hasil Al-Qur’an dalam bentuk mushaf yang dikenal dengan mushaf Abu Bakar sebagai bentuk penghormatan kepada Al-Qur’an karena pengarahan dan pengawasannya dan juga kepada Zaid bin Tsabit karena pelaksanaan dan usahanya. Mushaf pertama tersebut menjadi pedoman kodifikasi di masa-masa selanjutnya seperti di masa khalifah Utsman bin Affan dan seterusnya hingga dapat kita rasakan saat ini dalam bentuk mushaf yang sempurna yang disertai dengan tanda titik, harakat, tasdid dan tanda-tanda lainnya, sebagai bentuk keberhasilan para Ulama dalam menjaga dan mengembangkan Al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang sangat penting bagi umat Islam. Selain Al-Qur’an sebagai Kitab Suci umat Islam, Al-Qur’an juga sebagai pondasi hukum umat Islam yang pertama oleh karena itulah dilakukan pengkodifikasian Al-Qur'an yang mana jika tidak dilakukan pengkodifikasian ditakutkannya akan banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang hilang dan Al-Qur’an diragukan keasliannya. Namun Allah SWT telah menjamin akan menjaga keaslian Al-Qur’an sampai akhir zaman dengan demikian semua kejadian dalam proses pengkodifikasian Al-Qur’an tidak lain adalah takdir yang telah ditentukan Allah SWT sejak zaman azali untuk memelihara kitabnya. Walaupun banyak problematika dalam penghimpunannya akhirnya para sahabat berhasil menghimpunan Al-Qur’an dalam bentuk mushaf dengan kerja keras dan petunjuk Allah SWT melalui hidayah Allah SWT kepada para sahabat dengan melapangkan dada mereka yang berbuah kesabaran dan keteguhan kemudian hasilnya menjadi sebuah mushaf Al-Qur’an pertama dan menjadi pedoman dan patokan untuk mushaf-mushaf selanjutnya sampai yang kita rasakan saat ini.
ADVERTISEMENT
Anton saputra, Mahasiswa S1 Ekonomi syariah
Universitas PTIQ Jakarta