Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Melihat Lebih Dekat Wajah Baru Anak Krakatau
26 Desember 2018 16:43 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Anton William tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Citra satelit Sentinel-1 bercerita banyak mengenai sumber tsunami Selat Sunda yang menghantam pesisir Banten dan Lampung, Sabtu lalu (22/12). Jika digabungkan dengan foto dan video yang didapatkan kumparan 18 jam setelah tsunami, kita bisa mendapatkan gambaran lebih utuh mengenai nasib Anak Krakatau.
Foto: Citra Gunung Anak Krakatau diambil beberapa jam setelah peristiwa tsunami Selat Sunda. (ESA)
ADVERTISEMENT
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi lembaga pertama di Indonesia yang mengeluarkan data Sentinel-1. Analisis lembaga ini memastikan sebagian lereng Anak Krakatau hilang. Massa yang hilang inilah yang diduga masuk ke laut dan menciptakan tsunami.
Foto: Gunung Anak Krakatau dilihat pada panjang gelombang cahaya tampak. Bagian berwarna kuning merupakan daerah yang longsor. (Google Maps)
Jika segmen yang hilang ini diproyeksikan ke data kelandaian (kontur) yang didapatkan dari Google Maps, kita bisa mengetahui ketinggian lereng yang hilang itu sekurang-kurangnya 60 meter. Adapun lereng yang longsor sebagian mencapai ketinggian 100 meter.
Foto: Kontur Gunung Anak Krakatau sebelum erupsi 22 Desember 2018. (Google Maps)
Bagian lereng yang lenyap dari citra Sentinel kini berubah menjadi lautan. Air laut kini menjadi lebih dekat ke bagian tengah gunung.
ADVERTISEMENT
Foto udara yang diambil kumparan memperkuat semua dugaan ini. Foto di bawah menampakkan sisi barat dan barat daya Anak Krakatau. Terdapat tebing yang di sisi barat. Adapun di bagian lereng yang hilang kini dimasuki air laut.
Material vulkanik mulai mengisi sisi barat daya dan membentuk pantai baru di sekitar Anak Krakatau.
Foto: Wajah baru Gunung Anak Krakatau. (kumparan.com)
Lebih dekat ke tengah Anak Krakatau, terlihat erupsi freatomagmatik. Erupsi seperti ini biasanya muncul akibat lava bertemu dengan air laut. Hasilnya terlihat seperti jet-jet material berwarna hitam yang terbang ke segala arah.
Semburan freatomagmatik ini pernah didokumentasikan Polygoon film Belanda pada 1930. Ketika itu Anak Krakatau baru muncul dari bawah permukaan laut. Letusan dengan jet material berwarna hitam berhamburan ke udara.
Foto: Rangkaian erupsi freatomagmatik Anak Krakatau ketika masih bayi. Anak Krakatau mulai muncul di Selat Sunda pada 1927. (Polygoon)
ADVERTISEMENT
Citra Sentinel-1 juga memperlihatkan kepundan Anak Krakatau yang sudah berubah. Kawah di puncak gunung kini terlihat lebih lebar dan bergeser dari posisi sebelumnya. Ada kemungkinan sebagian sisi kawah ikut longsor.
Rangkaian erupsi masih terjadi hingga sekarang, pembentukan daratan baru di sekitar gunung, dan keberadaan tebing yang bersisian dengan laut menjadi pemandangan baru Anak Krakatau.
Dalam beberapa tahun ke depan, Anak Krakatau akan mencari keseimbangan baru. Semoga keseimbangan itu tidak melibatkan longsor yang kemudian bisa berujung tsunami.
Gambar di bawah memperlihatkan bagian Anak Krakatau yang longsor–bagian yang diberi batas garis kuning. Tiga foto insert diambil dari atas gunung menggunakan citra satelit.
Foto: Detail bagian Gunung Anak Krakatau yang diperkirakan longsor berdasarkan analisis citra satelit Sentinel-1. Kredit: ESA, Google Maps.
ADVERTISEMENT