Konten dari Pengguna

Melihat Kembali Kebebasan Individu Dalam Sistem Demokrasi

Gilang Anugerah
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan
26 Desember 2020 5:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gilang Anugerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas tentang kebebasan individu dalam sistem demokrasi, alangkah lebih baiknya kita mengetahui beberapa penafsiran dari kata demokrasi itu sendiri. Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang dimana di dalamnya mengizinkan dan memberikan warga negaranya untuk bebas berpendapat, berekspresi dan berpartisipasi dalam kegiatan bernegara. Arti demokrasi juga disampaikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln (presiden Amerika ke-16), demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people and for the people).
ADVERTISEMENT
Demokrasi memiliki berbagai macam istilah, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional dan sebagainya. Dalam sejarah Indonesia sendiri sudah pernah menerapkan demokrasi konstitusional, demokrasi terpimpin dan demokrasi pancasila.
Demokrasi konstitusional pernah diterapkan di Indonesia pada masa Republik Indonesia I pada tahun 1945-1959. Yang menonjol pada masa ini adalah peranan parlemen dan partai-partai, oleh karena itu dapat disebut juga Demokrasi Parlementer.
Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Pada Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.(Dasar-dasar ilmu politik, Prof. Miriam Budiarjo, hal 127-128).
ADVERTISEMENT
Dalam demokrasi ada beberapa prinsip demokrasi yang harus dijalankan oleh Negara yang menganut demokrasi. Dan yang menjadi prinsip dasar demokrasi adalah kebebasan individu yang di dalamnya termasuk juga kebebasan berpendapat dan berekspresi. Perlu diketahui, kebebasan individu itu di jamin oleh UUD 1945 dan kebebasan individu itu juga tidak berarti bebas sepenuhnya, kebebasan individu seseorang masih dibatasi oleh kebebasan individu lain.
Di Negara yang menganut sistem demokrasi seperti Di Indonesia ini kita berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat(Pasal 28E ayat (3) UUD 1945), selagi tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Negara yang menganut sistem demokrasi yang baik, pasti akan selalu menghargai kebebasan individu. Akan tetapi, selalu ada di setiap zaman orang-orang atau oknum yang akan memberengus kebebasan individu demi kekuasaan semata. Seperti yang dikatakan oleh sejarawan moralis Inggris, John Emerich Edward Dalberg Acton atau yang lebih di kenal dengan nama Lord Acton (1833-1902), Lord Acton mengatakan “Power tends to corrupt. But absolute power corrupts absolutely", kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan tak terbatas pasti akan menyelahgunakan tak terbatas pula.
ADVERTISEMENT
Kebebasan Individu Di Indonesia
Dari apa yang disampaikan oleh Lord Acton 120 tahun yang lalu, kini pernah terjadi Di Indonesia. Masa kelam bangsa Indonesia ini pernah terjadi pada masa orde lama dan orde baru. Pada masa orde lama lebih banyak praktek-praktek kediktatoran oleh pemimpin pada saat itu. Sedangkan pada masa orde baru pembungkaman terhadap pers kiranya cukup lama dijalankan pada masa itu. Seseorang yang berani mengkritik pemerintahan akan langsung di bungkam oleh pemerintah. Padahal model demokrasi yang dianut pada masa itu adalah demokrasi pancasila, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah pelaksanaan demokrasi pancasila tidak jauh beda pada saat era orde lama.
Pada masa reformasi, kini kebebasan individu sudah sedikit memberi secercah harapan bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, kebebasan individu dan kebebasan pers sudah tidak dikekang lagi seperti halnya yang terjadi pada masa orde baru. Akan tetapi, sejak lahirnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), agaknya kebebasan individu seperti balik lagi ke masa kelamnya. UU ITE yang dikeluarkan pada tahun 2008 dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi tameng sekaligus pedang bagi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dan pada kepemimpinan Presiden Jokowi, UU ITE ini justru mengancam kebebasan individu termasuk didalamnya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sederet nama tokoh besar seperti musisi Ahmad Dhani, pegiat media sosial Jonru Ginting, mereka adalah contoh yang menjadi korban dari UU ITE.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaha Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menilai, pasal dalam UU ITE kerap dijadikan alat membungkam maupun mengkriminalisasi orang-orang kritis terhadap pemerintah maupun penguasa. (Terjerat Pasal Karet UU ITE, Merdeka.com).
Di bawah pemerintahan Jokowi, indikator kebebasan sipil turun dari 34 pada 2018 menjadi 32 pada 2019. Sementara indeks kebebasan berekspresi turun dari 12 pada tahun 2015 menjadi 11 pada tahun 2019. (theconversation.com)
Seperti yang saya tuliskan di awal, bahwa kebebasan individu (termasuk didalamnya kebebasan berpendapat dan berekspresi) itu yang menjadi prinsip dasar demokrasi. Bagi negara yang menerapkan sistem demokrasi seperti Indonesia, sudah sewajarnya pemimpin ataupun penguasanya tidak anti terhadap kritik yang ditujukan kepadanya. Kritik adalah hal yang wajar dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Namun, kritik juga ada batasannya. Jadikan kritik itu sebagai motivasi untuk selalu berbenah, bukan malah dijadikan kesempatan untuk mengkriminalisasi orang yang kritis. Jawablah kritik dengan kerja nyata, baik melalui pembangunan, kesejahteraan atau bahkan memajukan negara dalam hal apapun.
ADVERTISEMENT
“Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah” –Soe Hok Gie.