Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Penuaan Populasi di Jepang dan Peningkatan Migrasi Tenaga Kerja dari Indonesia
19 Maret 2025 13:11 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Anugerah Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tantangan atau Peluang?

ADVERTISEMENT
Jepang adalah salah satu negara dengan populasi tertua di dunia, dengan lebih dari 28% jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun, dan diproyeksikan terus meningkat daam beberapa dekade mendatang. Oleh karena itu, Jepang saat ini sedang menghadapi tantangan demografis yang serius. Fenomena ini tidak hanya mengubah struktur sosial masyarakat Jepang, tetapi juga menciptakan tekanan besar pada sistem ekonominya, terutama dalam ketersediaan tenaga kerja. Sektor – sektor vital seperti konstruksi dan pertanian mengalami kekurangan tenaga kerja yang signifikan. Hal ini dapat mengancam keberlanjutan pertubuhan ekonomi Jepang.
Namun, hubungan ini tidak sepenuhnya setara. Jepang, sebagai negara core, memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar, sementara Indonesia, sebagai negara periphery, cenderung berada dalam posisi yang lebih lemah. Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang sering menghadapi masalah seperti eksploitasi, kurangnya perlindungan hak pekerja, dan kesulitan adaptasi budaya dan bahasa. Selain itu, ketergantungan Indonesia pada remitansi dari tenaga kerja migran dapat menciptakan kerentanan ekonomi jika terjadi perubahan kebijakan di Jepang atau gangguan global.
ADVERTISEMENT
Essay ini akan menganalisis dampak penuaan populasi Jepang terhadap peningkatan migrasi tenaga kerja dari Indonesia melalui perspektif Dependency Theory. Fokus analisis akan diberikan pada tiga aspek utama: (1) bagaimana Jepang memanfaatkan tenaga kerja Indonesia untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja domestik, (2) ketergantungan Indonesia pada remitansi dan peluang kerja di Jepang, serta (3) implikasi ketidaksetaraan dalam hubungan ini terhadap hak-hak tenaga kerja migran. Dengan memahami dinamika ini, diharapkan dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi kedua negara.
Pembahasan
A. Aging Population di Jepang : Penyebab dan Dampak
1. Penuaan Populasi Jepang dan Kebutuhan Tenaga Kerja Asing
Jepang saat ini menghadapi masalah demografis yang serius, dengan lebih dari 28% populasinya berusia di atas 65 tahun (World Bank, 2023). Fenomena ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kelahiran dan tingginya harapan hidup, yang mengakibatkan penurunan jumlah penduduk usia produktif. Data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang (MHLW, 2022) memperkirakan bahwa pada tahun 2040, populasi usia kerja (15-64 tahun) akan berkurang hingga 20% dari total populasi. Hal ini menimbulkan tekanan besar pada sektor-sektor penting seperti perawatan lansia, konstruksi, dan pertanian, yang sangat bergantung pada tenaga kerja muda. Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja ini, Jepang mulai membuka kesempatan bagi tenaga kerja asing. Program seperti Technical Intern Training Program (TITP) dan Specified Skilled Worker (SSW) dirancang untuk menarik pekerja dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (OECD, 2021).
Namun, kebijakan ini tidak luput dari kritik. Menurut laporan International Labour Organization (ILO, 2020), banyak tenaga kerja asing di Jepang menghadapi kondisi kerja yang buruk, upah rendah, dan kurangnya perlindungan hukum. Ini menunjukkan bahwa meskipun Jepang membutuhkan tenaga kerja asing, kebijakan yang ada belum sepenuhnya menjamin hak-hak pekerja migran.
ADVERTISEMENT
2. Peran Tenaga Kerja Indonesia dalam Mengisi Kekurangan Tenaga Kerja di Jepang
Indonesia, dengan populasi muda yang besar dan tingkat pengangguran yang relatif tinggi, melihat peluang besar dalam mengirimkan tenaga kerja ke Jepang. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), lebih dari 50.000 WNI bekerja di Jepang, terutama di sektor perawatan lansia, konstruksi, dan pertanian. Tenaga kerja Indonesia dianggap memiliki etos kerja yang tinggi dan kemampuan adaptasi yang baik, sehingga banyak diminati oleh perusahaan Jepang (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2022).
Baca Juga :
Namun, hubungan ini tidak sepenuhnya setara. Dari perspektif Dependency Theory, Jepang sebagai negara maju (core) memanfaatkan tenaga kerja dari Indonesia sebagai negara berkembang (periphery) untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Sementara itu, Indonesia bergantung pada remitansi yang dikirim oleh pekerja migran, yang mencapai lebih dari $1 miliar per tahun (World Bank, 2023). Ketergantungan ini menciptakan kerentanan ekonomi, terutama jika terjadi perubahan kebijakan di Jepang atau gangguan global seperti pandemi COVID-19, yang sempat menghentikan arus migrasi tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
3. Tantangan dan Peluang dalam Hubungan Migrasi Tenaga Kerja
Meskipun migrasi tenaga kerja memberikan manfaat bagi kedua negara, tantangan yang dihadapi tidak boleh diabaikan. Pertama, tenaga kerja Indonesia di Jepang sering menghadapi masalah eksploitasi dan kurangnya perlindungan hukum. Menurut laporan Human Rights Watch (HRW, 2021), banyak pekerja migran di Jepang mengalami pelanggaran hak, seperti jam kerja yang panjang, upah rendah, dan kondisi hidup yang tidak layak. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Jepang membutuhkan tenaga kerja asing, kebijakan yang ada belum sepenuhnya melindungi hak-hak pekerja migran. Kedua, tantangan adaptasi budaya dan bahasa juga menjadi masalah besar bagi tenaga kerja Indonesia.
Meskipun program pelatihan bahasa dan budaya telah disediakan, banyak pekerja melaporkan kesulitan dalam berintegrasi dengan masyarakat Jepang (Japan International Cooperation Agency, JICA, 2022). Hal ini dapat memengaruhi produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja, serta menciptakan ketegangan sosial di tingkat komunitas. Di sisi lain, migrasi tenaga kerja juga membawa peluang besar bagi kedua negara. Bagi Jepang, tenaga kerja asing membantu mengisi kekurangan di sektor-sektor kritis dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Bagi Indonesia, remitansi yang dikirim oleh pekerja migran berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, terutama di daerah-daerah yang menjadi sumber tenaga kerja migran (Bank Indonesia, 2023). Selain itu, pengalaman kerja di Jepang juga dapat meningkatkan keterampilan dan kapasitas tenaga kerja Indonesia, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi di Tanah Air.
B. Implikasi Dependency Theory dalam Hubungan Jepang-Indonesia
Dari perspektif Dependency Theory, hubungan migrasi tenaga kerja antara Jepang dan Indonesia mencerminkan ketergantungan struktural antara negara maju dan negara berkembang. Jepang, sebagai negara core, memanfaatkan tenaga kerja dari Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya, sementara Indonesia, sebagai negara periphery, bergantung pada remitansi dan peluang kerja yang diberikan oleh Jepang. Namun, ketergantungan ini menciptakan ketidaksetaraan dalam hubungan kedua negara, di mana tenaga kerja Indonesia sering berada dalam posisi yang rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi ketidaksetaraan ini, diperlukan kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Pertama, Jepang perlu memperkuat perlindungan hukum bagi tenaga kerja asing, termasuk memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang layak, dan akses terhadap layanan kesehatan. Kedua, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas tenaga kerja melalui pelatihan keterampilan dan bahasa, serta memperkuat diplomasi bilateral untuk memastikan hak-hak pekerja migran dilindungi. Ketiga, kerja sama internasional melalui organisasi seperti ILO dan ASEAN dapat membantu menciptakan standar global yang lebih baik bagi tenaga kerja migran.
Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penuaan populasi Jepang telah menciptakan kebutuhan mendesak akan tenaga kerja asing, termasuk dari Indonesia. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi struktur ekonomi dan sosial Jepang, tetapi juga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja mudanya. Melalui program seperti Technical Intern Training Program (TITP) dan Specified Skilled Worker (SSW), ribuan WNI telah bekerja di sektor-sektor kritis seperti perawatan lansia, konstruksi, dan pertanian, yang sangat terdampak oleh penurunan populasi usia produktif di Jepang.
ADVERTISEMENT
Namun, hubungan migrasi tenaga kerja ini tidak lepas dari tantangan. Dari perspektif Dependency Theory, hubungan antara Jepang sebagai negara maju (core) dan Indonesia sebagai negara berkembang (periphery) menciptakan ketergantungan struktural. Jepang memanfaatkan tenaga kerja Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya, sementara Indonesia bergantung pada remitansi yang dikirim oleh pekerja migran. Ketergantungan ini menimbulkan kerentanan, terutama jika terjadi perubahan kebijakan di Jepang atau gangguan global yang memengaruhi arus migrasi.
Tantangan lain yang dihadapi tenaga kerja Indonesia di Jepang meliputi eksploitasi, kurangnya perlindungan hukum, dan kesulitan adaptasi budaya dan bahasa. Meskipun program pelatihan dan kebijakan telah disediakan, masih banyak pekerja migran yang menghadapi kondisi kerja yang tidak layak dan pelanggaran hak. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari kedua negara untuk menciptakan sistem migrasi tenaga kerja yang lebih adil dan berkelanjutan. Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan.
ADVERTISEMENT
Pertama, Jepang perlu memperkuat perlindungan hukum bagi tenaga kerja asing, termasuk memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang layak, dan akses terhadap layanan kesehatan.
Kedua, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas tenaga kerja melalui pelatihan keterampilan dan bahasa, serta memperkuat diplomasi bilateral untuk memastikan hak-hak pekerja migran dilindungi. Ketiga, kerja sama internasional melalui organisasi seperti ILO dan ASEAN dapat membantu menciptakan standar global yang lebih baik bagi tenaga kerja migran.
Dengan demikian, hubungan migrasi tenaga kerja antara Jepang dan Indonesia dapat menjadi contoh kerja sama yang saling menguntungkan, asalkan hak-hak pekerja migran dilindungi dan ketidaksetaraan struktural diatasi. Hal ini tidak hanya akan mendukung pertumbuhan ekonomi kedua negara, tetapi juga memastikan kesejahteraan tenaga kerja migran sebagai aktor utama dalam hubungan ini.
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi
Fig. 1. Population aged >65 years (column) and aging rates (line) in. . . (n.d.). ResearchGate. https://www.researchgate.net/figure/Population-aged-65-years-column-and-aging-rates-line-in-Japan-between-1950-and-2040_fig1_327935564
Fitriyani, E. (2024, March 20). Pekerja Migran Indonesia Diminati di Jepang, Ternyata karena Rajin. Kumparan. https://kumparan.com/kumparanbisnis/pekerja-migran-indonesia-diminati-di-jepang-ternyata-karena-rajin-22NxKtUaLBB
World Bank. (2023). Aging Population in Japan: Challenges and Opportunities.
OECD. (2021). International Migration Outlook.
International Labour Organization (ILO). (2020). Labour Migration in Japan: Issues and Policies.
Human Rights Watch (HRW). (2021). Exploitation and Abuse of Migrant Workers in Japan.
Kementerian Ketenagakerjaan RI. (2022). Data Tenaga Kerja Indonesia di Jepang.
Bank Indonesia. (2023). Remittance Flows from Indonesian Migrant Workers.