Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mengupas Moral Hazard di Balik Kebijakan Tax Amnesty
9 Februari 2025 9:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Anugerah Rifqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bayangkan sebuah sekolah di mana setiap tahun diadakan program penghapusan hukuman bagi siswa yang sering bolos. Para siswa yang rajin hadir setiap hari mulai merasa tidak adil dan mempertanyakan mengapa mereka harus patuh, sementara siswa yang sering melanggar justru mendapat kesempatan bebas dari hukuman? Hal yang sama bisa terjadi dalam sistem perpajakan ketika kebijakan Tax Amnesty diterapkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai instrumen fiskal, Tax Amnesty dirancang untuk meningkatkan kepatuhan pajak, memperluas basis pajak, dan mendorong repatriasi aset wajib pajak. Di Indonesia, kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Program ini memang berhasil meningkatkan penerimaan pajak yang besar dalam jangka pendek, tetapi dibaliknya tersimpan risiko besar terjadinya moral hazard. Moral hazard terjadi ketika wajib pajak sengaja menunda atau menghindari pembayaran pajak dengan harapan ada pengampunan di masa depan. Dengan kata lain, alih-alih mendorong kepatuhan, kebijakan ini justru bisa menjadi "jalan pintas" bagi mereka yang ingin lolos dari sanksi pajak tanpa benar-benar berniat untuk patuh.

Fenomena ini sudah terbukti dalam berbagai penelitian. Alm dan Torgler (2011) dalam Journal of Economic Psychology menemukan bahwa program pengampunan pajak bisa menciptakan ekspektasi bahwa kebijakan serupa akan ada di masa depan. Akibatnya, insentif untuk taat pajak justru menurun. Sementara itu, Baer dan Le Borgne (2008) dalam buku Tax Amnesties: Theory, Trends, and Some Alternatives menyebutkan bahwa manfaat Tax Amnesty sering kali hanya bersifat jangka pendek, sedangkan efek negatifnya bisa bertahan lama.
ADVERTISEMENT
Moral hazard dalam kebijakan Tax Amnesty tidak terjadi secara instan, melainkan melalui tiga tahapan yang saling terkait. Pada tahap awal, yaitu fase pra-Tax Amnesty, wajib pajak sengaja menunda atau menghindari pembayaran pajak dengan harapan akan ada program pengampunan di masa depan. Perilaku ini muncul karena keyakinan bahwa pemerintah akan memberikan "jalan keluar" tanpa sanksi berat. Ketika program Tax Amnesty benar-benar dilaksanakan, masuklah ke fase kedua. Di sini, wajib pajak berbondong-bondong mengungkapkan harta yang sebelumnya tidak dilaporkan. Namun, sayangnya tidak semua melakukannya dengan niat baik. Sebagian hanya memanfaatkan program ini sebagai "tiket aman" untuk menghindari sanksi tanpa ada komitmen untuk patuh dalam jangka panjang. Setelah program berakhir, fase ketiga pun dimulai. Wajib pajak yang telah memanfaatkan Tax Amnesty mungkin kembali tidak patuh karena mereka merasa program serupa akan diulang di masa depan. Inilah yang menciptakan siklus ketidakpatuhan yang terus berulang dan pada akhirnya bisa merusak sistem perpajakan.
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan hukum dengan memanfaatkan teknologi seperti big data dan AI untuk audit, serta menjatuhkan sanksi tegas bagi pelanggar. Edukasi wajib pajak tentang pentingnya kepatuhan pajak dan konsekuensi pelanggaran harus ditingkatkan melalui kampanye masif dan platform digital. Pengulangan program Tax Amnesty dalam jangka pendek harus dihindari dengan menetapkan kebijakan jelas bahwa program serupa tidak akan diulang dalam 10-15 tahun. Sistem reward and punishment yang seimbang, seperti insentif tarif pajak lebih rendah untuk wajib pajak patuh dan sanksi progresif bagi pelanggar juga perlu diterapkan. Transparansi dalam penggunaan dana Tax Amnesty dan kolaborasi dengan lembaga internasional seperti OECD atau IMF untuk pertukaran informasi pajak global (AEOI) guna mengidentifikasi aset wajib pajak yang disembunyikan di luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Tax Amnesty ibarat menambal kebocoran di atap tanpa memperbaiki fondasi rumah. Jangka pendek mungkin berhasil, tetapi jika sistem pajak tetap longgar dan pengawasan lemah, kebocoran baru pasti muncul lagi. Yang dibutuhkan bukan sekadar pengampunan, tapi kepastian bahwa keadilan pajak benar-benar ditegakkan." Dengan sistem yang lebih ketat dan adil, kepatuhan pajak bisa meningkat tanpa perlu bergantung pada pengampunan berulang. Pajak bukan sekadar kewajiban, tapi fondasi penting bagi keberlanjutan negara. Jika kebijakan pajak lebih tegas dan transparan, maka penerimaan negara bisa stabil tanpa harus mengorbankan prinsip keadilan.