Konten dari Pengguna

Tenang Menghadapi Bencana dengan Asuransi Aset Pemerintah

Anugrah Endrawan Yogyantoro
Seorang pembelajar kehidupan yang mengabdi di Provinsi Jawa Barat sebagai Manajer Aset. Pemikir dinamis yang termotivasi dengan tantangan, pemikiran, orang-orang dan budaya baru. Menulis dan meneliti tentang ekonomi, keuangan dan isu sosial.
30 September 2024 16:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anugrah Endrawan Yogyantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak kerusakan berat usai terjadi gempa bermagnitudo 5.0 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat (antaranews.com)
zoom-in-whitePerbesar
Dampak kerusakan berat usai terjadi gempa bermagnitudo 5.0 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat (antaranews.com)
Pada akhir Agustus lalu BMKG memperingatkan gempa berskala besar yang dapat memicu tsunami berpotensi terjadi di dua titik megathrust Indonesia yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Seakan mengkonfirmasi rilis BMKG, sejak peringatan BMKG tersebut, pada September 2024 saja sudah terjadi lima kali gempa di berbagai daerah. Gempa-gempa tersebut berkekuatan M4,8 hingga M5,6 dengan dampak terparah di Kabupaten Bandung dan Garut (M5.0).
ADVERTISEMENT
Sebagai negara di kawasan cincin api (ring of fire), Indonesia terletak di tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Dengan posisinya yang rentan tersebut, Indonesia perlu selalu memperbaiki tatakelola kebencanaannya. Tidak hanya sektor pemerintahan, perbaikan tatakelola kebencanaan tidak bisa melupakan peranan sektor akademik, privat, komunitas, dan media di mana kelimanya biasa disebut dengan kolaborasi pentahelix.
Aspek keuangan menjadi salah satu aspek yang urgen disempurnakan dalam kolaborasi mitigasi dan perbaikan tatakelola kebencanaan. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan untuk bencana masih cenderung terbatas. Dilansir dari kemenkeu.go.id, setiap tahunnya Pemerintah rata-rata menyediakan dana cadangan bencana sebesar Rp. 3,1 triliun. Sementara, kerugian akibat bencana alam amatlah besar. Bencana tsunami Aceh (2004) menelan kerugian Rp. 51,4 triliun sementara gempa dan liquifaksi Palu (2018) menghabiskan dana konstruksi Rp.18,48 triliun sehingga pemulihan membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga kesinambungan fiskal diperlukan alternatif pembiayaan bencana di luar APBN. Peran asuransi, yang melibatkan peran sentral sektor privat, menjadi krusial demi tercapainya resiliensi atas bencana. Di level nasional, Indonesia telah memulai inisiatif asuransi aset (Barang Milik Negara) sejak tahun 2019. Sesuai kemampuan APBN, aset-aset Kementerian dan Lembaga secara bertahap diasuransikan dengan premi dibayarkan negara. Pembelian polisnya dikerjasamakan dengan konsorsium asuransi nasional khusus yang ditunjuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Selain pembelian polis asuransi untuk aset, pemerintah pusat juga telah menginisiasi pembentukan Dana Pooling Fund Bencana (PFB). PFB merupakan skema mengumpulkan, mengakumulasi dan menyalurkan dana khusus bencana oleh sebuah unit pengelola dana. Per 2023, dana kelolaan PFB telah mencapai Rp7,4 triliun dan akan digunakan di tahapan prabencana (sosialisasi/mitigasi), tanggap bencana hingga pascabencana. Selain itu, sejak tahun 2006 untuk level pemerintah daerah Kementerian Dalam Negeri/Kemendagri sebenarnya telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Perlindungan Asuransi Barang Milik/Dikuasai Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Praktik pendanaan mitigasi bencana yang telah diregulasi di level pusat tersebut sayangnya belum seiring sejalan pelaksanaannya di daerah. Otonomi daerah memang memberikan keleluasaan pengelolaan fiskal di daerah, namun turut menimbulkan kesenjangan di berbagai sisi. Pun begitu dengan asuransi aset, kesenjangan di antara provinsi, kabupaten dan kota yang telah mengasuransikan asetnya dengan daerah-daerah lainnya masih terlihat jelas.
Di tingkat Provinsi Jawa Barat, sebenarnya telah terbit Perda Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2019 yang memberi cantolan hukum kebijakan asuransi aset daerah. Selain itu, Perda tersebut telah dirujuk pula di banyak peraturan walikota/bupati di provinsi Jawa Barat. Namun demikian, sekali lagi, implementasi di lapangan masih berbeda-beda menyesuaikan anggaran. Hanya sejumlah kecil aset pemda yang telah diasuransikan. Umumnya, aset tersebut berupa gedung kantor dan kendaraan bermotor. Padahal, banyak aset lain seperti gedung sekolah dan bangunan rumah sakit yang tidak kalah vitalnya namun belum banyak diasuransikan. Jenis asuransi yang digunakan pada umumnya juga hanya terbatas pada asuransi kebakaran/kecelakaan. Menjadi kontras dengan fakta bahwa APBD juga turut membayarkan premi asuransi kesehatan anggota dewan.
ADVERTISEMENT
Karena bencana tidak dapat diprediksi, diperlukan sejumlah terobosan perbaikan tata kelola kebencanaan. Pertama, Kemenkeu perlu segera mengakselerasi perluasan asuransi aset negara hingga ke daerah. Skema PFB dapat pula berupa mekanisme kontribusi minimal per daerah, yang dibayarkan dari dana transfer APBN ke daerah. Dana tersebut kemudian masuk ke Dana Abadi PFB sebagai iuran. Dalam hal terjadi bencana, sesuai tingkat kegawatdaruratannya dana bencana kemudian segera dibayarkan.
Kedua, Kemendagri perlu membakukan Inmendagri 2 Tahun 2006 dalam bentuk Permendagri dengan menyesuaikan dengan kondisi terkini. Aturan tersebut akan menjadi payung hukum yang kuat dan mengikat bagi Pemda untuk menerapkan asuransi aset pemerintah. Tanpa menunggu aturan, daerah juga harus mulai memetakan gedung kantor dan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang urgen untuk diasuransikan secara bertahap. Hal ini khususnya aset yang berada di sekitar/di jalur sesar gempa.
ADVERTISEMENT
Kemudian, aktor-aktor kolaborasi pentahelix lain harus turut berperan serta. Dunia asuransi dapat lebih proaktif menawarkan paket preminya kepada pemerintah daerah. Premi yang secara harga lebih kompetitif ditawarkan yakni pendekatan satu polis. Pendekatan tersebut merupakan pembelian premi asuransi oleh satu unit pemerintah sebagai pemegang polis utama (single policy holder)/pengelola asuransi untuk seluruh aset publik.
Selain sektor bisnis, dunia akademik dan media juga perlu terus meningkatkan eksposurnya terhadap publikasi ilmiah dan jurnalistik di bidang kebencanaan khususnya tatakelola pendanaan bencana. Dari publikasi, diseminasi atau media penyampaian lain ke masyarakat, diharapkan komunitas tergerak pula untuk menyebarkan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana termasuk di aspek literasi finansial. Diharapkan, kolaborasi pentahelix di bidang asuransi aset dapat membantu mewujudkan ketenangan masyarakat dalam menghadapi bencana di Indonesia.
ADVERTISEMENT