Brand Politik: Strategi Kandidat Menyongsong Pemilu 2024 di Kota Biak

Anugrah Wejai
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
28 Desember 2022 18:11 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anugrah Wejai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Spanduk kampanye yang terpasang di sepanjang jalan raya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Spanduk kampanye yang terpasang di sepanjang jalan raya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Empat belas bulan menjemput Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, manuver politik tingkat nasional mengalami proses dinamis yang ditandai dengan aliansi partai politik dan deklarasi calon presiden. Seluk beluk tersebut begitu terbuka terhadap persaingan para kader potensial partai pada tingkatan politik nasional hingga lokal dalam rangka meningkatkan popularitas sebagai strategi memperoleh ‘tiket’ kandidat politik di Pemilu 2024. Politik lokal di daerah tidak luput dari perkembangan politik praktis nasional.
ADVERTISEMENT
Lintasan politik lokal di Papua memiliki corak khas, khususnya menyangkut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di mana masing-masing kandidat potensial muncul di ruang publik kabupaten/kota dengan atribut kepribadian yang identik sebagai brand politik. Keterwakilan mereka di publik melalui brand politik dapat dipandang sebagai wujud kepentingan politik Pemilu 2024. Fenomena sosial ini dapat teridentifikasi dalam ruang-ruang publik Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua.
Sepanjang dua tahun terakhir, frekuensi kehadiran kandidat dan partai politik di media massa kota menunjukkan peningkatan. Budaya periklanan spanduk menjadi fenomenal di saat politik promosi menguat di daerah. Selain itu, media sosial seperti Facebook dalam praktiknya di ranah politik lokal Biak Numfor sebenarnya mencerminkan mekanisme pembinaan brand politik menuju kepentingan Pemilu 2024. Mengetahui realitas dan fenomena di kota tersebut, bagaimana kita menganalisa fenomena brand politik di Biak Numfor dalam rangka kontestasi Pilkada 2024? Apakah media sosial memberikan manfaat untuk membina brand politik di Biak Numfor? Terakhir, Apa upaya yang relevan dengan ide kampanye politik yang sehat sebagai wujud dari demokratisasi?
ADVERTISEMENT

Kiblat Prototipikalitas dalam Budaya Spanduk: Marketing Politik

Banyak definisi soal kepemimpinan dalam kerangka konseptual identitas sosial yang memiliki prototipe — seorang pemimpin adalah prototipe suatu kelompok — dan mewakili visi kolektif yang ada di kelompoknya (Baca: Asal Daerah atau Suku). Reicher dan Hopskin dalam Salamah (2015) menyampaikan suatu paradoks bahwa pemimpin politik sejatinya adalah seorang “wirausahawan identitas” atau entrepreneur of identity yang diasumsikan memiliki kapasitas merepresentasikan suatu identitas sosial atau kelompok. Dari kekuatan representasi tersebut sekiranya mampu mengarahkan kelompok suatu identitas sosial dalam hubungan yang resiprokal (Timbal Balik) antara pemimpin dan pengikut. Hal ini berkaitan dengan karakteristik khusus suatu kelompok sosial yang cenderung berpihak pada pemimpin yang mencerminkan identitasnya (Salamah, 2015). Di sinilah arti dan cara kerja konsep prototipikalitas.
ADVERTISEMENT
Lebih dalam lagi, karakteristik yang populer menjelang Pesta Rakyat ini adalah munculnya tokoh-tokoh atau figur-figur potensial yang biasanya dengan mudah kita identifikasi melalui konsep prototipikalitas. Keberadaan mereka juga lebih mudah dikenali oleh kepiawaian mereka mengelaborasi visi kolektif ke dalam pembawaan pribadi. Sekaligus menjiwai pencitraan diri (self-image), maka tepat di sini brand politik itu bekerja dengan menggabungkan elemen visi kolektif, prototipikalitas, dan citra diri.
Bagaimana mereka mengembangkan brand politik? Sebagian besar didominasi oleh pemanfaatan media di ruang publik masyarakat. Media massa di ruang publik yang paling populer untuk sarana kampanye brand politik tidak lain adalah spanduk yang terpajang di lokasi-lokasi strategis kota. Di Kabupaten Biak Numfor, beberapa titik tertentu atau boleh dikatakan sebagian besar lokasi strategis kota berdiri spanduk politik yang mengenalkan brand politik figur-figur potensial.
ADVERTISEMENT
Pasar industri periklanan spanduk di kota Biak tampaknya sebagian besar dikuasai oleh visual-visual brand politik ketimbang jasa periklanan konvensional. Di sinilah arti dan implementasi dari konsep kepemimpinan prototipikalitas secara konsisten dihidupkan melalui skema personalisasi di media spanduk. Spanduknisasi dalam pengertian yang dibahas adalah wujud penggambaran diri seseorang di wajah-wajah ruang publik dengan maksud dan tujuan popularitas personal.
Kecenderungan personalisasi dalam pengembangan brand politik memengaruhi media untuk lebih sering menampilkan pemimpin politik alih-alih ide suatu partai politik atau politik inovasi (Salamah, 2015). Apa yang diasumsikan di atas mengandung realitas, di mana sudut-sudut kota di Biak Numfor setidaknya menampilkan visualiasi dari sosok tokoh atau kandidat potensial yang pada akhirnya membawa popularitas dan pengaruh terhadap persepsi publik menjenlang Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT

Facebook memengaruhi Perspesi Publik: Konstruksi Self-Image

Senada dengan ungkapan Pinar Yildirim (2020) yang menyatakan bahwa dalam politik semua jenis komunikasi itu penting, interaksi dalam media sosial adalah komunikasi termurah abad ini terutama dalam konteks politik yang kebutuhannya menghubungkan pesan/aspirasi secara luas. Attention Public kemungkinan besar mendapatkan porsi pengaruhnya dalam isu-isu esensial seperti politik Pemilu di media sosial melalui jaringan komunikasi dan pertukaran informasi.
Sebuah laporan jajak pendapat di Inggris membenarkan asumsi tersebut bahwa media sosial mewadahi suara orang-orang yang biasanya tidak terlibat dalam perdebatan politik konvensional (Tambini, 2017). Menyangkut keseluruhan masyarakat dalam kasus ini kalangan muda yang aktif dalam interaksi media sosial lebih mudah terpapar informasi politik baik itu adalah kritik kinerja pemerintah maupun brand politik seorang kandidat dalam pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
Media sosial justru adalah fasilitator yang menguntungkan bagi petahana (Bupati) dan tokoh-tokoh potensial untuk menghimpun simpatisan. Pada kenyataannya, seorang petahana mungkin dapat menikmati keuntungan—self-exposure dan popularitas—seperti pembawaan prestasi pejabat di depan publik yang merupakan manifestasi dari akses ke sumber daya yang dikontrol sekaligus juga disebabkan oleh kecenderungan perhatian media kepada figur petahana (Petrova dkk, 2020). Apa yang dimaksud dengan akses ke sumber daya itu mengartikan bagaimana pemberitaan informasi yang dilakukan oleh organisasi perangkat daerah bidang Hubungan Masyarakat (Humas), akhir-akhir ini lebih sering menunjukkan sisi self-image pimpinan daerah alih-alih komunikasi dua arah.
Jika petahana memiliki niat mengarahkan sumber daya resmi untuk membangun personal branding, lantas bagaimanakah cara-cara yang diampu tokoh-tokoh potensial itu? Perlu dicatat bahwa brand politik yang diusung oleh politisi potensial biasanya hadir dalam wujud narasi populis dan konstruktif menutupi kekurangan pemerintahan yang tengah bekerja. Salah satu keahlian para figur potensial tersebut adalah memainkan peran sebagai ‘juru bahasa’ dalam diskusi-diskusi di media sosial yang pada tujuan akhirnya adalah membuka ‘portal dukungan’ simpatisan.
ADVERTISEMENT
Facebook, kata Kahne (2021), merupakan media sosial paling populer yang membantu pemasaran politik dengan menyediakan akses ke berbagai sarana untuk menyasarkan pesan/aspirasi ke target. Atribusi berwujud konten artikel, gambar, dan video berdampak pada terasosiasinya sekelompok orang dalam minat yang sama, dan pada akhirnya memudahkan media sosial (Facebook) untuk mengakumulasi dukungan.
Masyarakat di Biak Numfor, pada kenyataannya dalam interaksi dunia maya di Facebook, mudah terpapar pembentukan opini publik mengenai isu-isu politik yang terpolarisasi. Elaborasi lebih lanjut, polarisasi adalah reaksi dari kinerja brand politik kandidat potensial yang terjaring di media sosial. Brand politik yang berkibat pada media sosial merupakan kombinasi antara pendekatan prototipikalitas dan narasi populis, di mana secara implisit melimpahkan efek popularitas kepada kandidat potensial yang sering muncul. Hal serupa terjadi bagi seorang petahana (Bupati) yang bakal maju dalam Pilkada 2024, ruang diskusi terbuka secara virtual di Facebook mampu memengaruhi persepsi publik tentang prestasi dan kinerja bersangkutan di pemerintahan. Sekali lagi, dengan demikian petahana berpotensi memperoleh suara di Pemilu dengan melakukan survei perspesi publik di media sosial.
ADVERTISEMENT
Beberapa ahli menyatakan bahwa Facebook efisien dalam rangka pemasaran politik karena sifatnya yang interconnections (Kahne dkk, 2021; Alam & Yousuf), media kampanye dengan biaya yang rendah, kemampuan merekrut simpatisan, serta membuka peluang dukungan terhadap semua figur politik (Gueorguieva, 2008; Petrova dkk, 2020). Inilah alasan yang rasional dalam rangka mendorong kompetisi para politisi atau kandidat potensial untuk mahir mengekspresikan citra diri di Facebook melalui narasi-narasi konstruktif dan populis sehingga terjadi distribusi informasi yang dibutuhkan sebagai wajah dari perubahan politik (Bimber & Copeland, 2011; Alam & Yousuf).
Opini publik yang adalah hasil dari pertukaran informasi di Facebook nyatanya hanya meneruskan cerita-cerita pribadi tokoh (self-image) yang identik dengan masa pra-Pemilu. Narasi-narasi konstruktif pembangunan dan populis yang pada hasil akhirnya tetap pada popularitas dan elektabilitas calon. Kandidat potensial, baik petahana (Bupati) maupun tokoh potensial dimudahkan dengan keterjangkauan Facebook untuk upaya kampanye self-image dan politik menjelang Pilkada 2024. Perlu ditegaskan, bahwasannya Facebook tidak menjadi acuan dasar penentu popularitas tokoh, namun melalui platform itu kita mampu mengukur dan membandingkan opini warga yang berasimiliasi di dalamnya.
ADVERTISEMENT

Refleksi

Dari prototipikalitas yang tervisualisasi dalam spanduk periklanan di sudut kota, hingga pembentukan informasi politik dan citra diri kandidat potensial di percakapan media sosial (Facebook), seharusnya kita dapat menyepakati bahwasannya itu semua tidak lebih dari upaya proyek mengekspansi brand politik. Baik petahana (Bupati) maupun figur potensial yang tergolong dalam metode kampanye brand politik merupakan ciri-ciri khas menjelang tahun politik Pilkada 2024.
Bukankah ini hanyalah siklus para elite untuk mencapai singgasana kekuasaan? Lantas, seperti apa seharusnya kita sebagai masyarakat merespons fenomena komunikasi politik ini? Brand politik yang bekerja melalui mekanisme promosi di ruang publik kota—spanduk—dan media sosia dalam hal ini Facebook seharusnya merepresentasikan model komunikasi dua arah di mana hubungan timbal balik antara pesan pemimpin atau figur yang tersampaikan ke publik (top-down) sekaligus merekrut ide/gagasan dan harapan dari grassroot ke para pemimpin (bottom-up).
ADVERTISEMENT
Lebih spesifik, keunggulan media sosial terletak pada keterjangkauan mengakses simpatisan yang dinilai menguntungkan, justru harus mencerminkan transfer ide/gagasan pembangunan alih-alih mempromosikan diri secara berlebihan. Dalam studi kasus tulisan ini, hal yang harus diperhatikan masyarakat Biak Numfor adalah kemampuan merespons setiap komunikasi yang terjalin melalui pesan-pesan di ruang publik bukan berdasarkan citra diri figur melainkan trajektori kandidat disertai agenda visi pembangunan yang jelas.

Referensi

M., M. A. A. (2018). Wawasan Kepemimpinan Politik: Perbincangan Kepemimpinan di ranah kekuasaan. Penjuru Ilmu.
Salamah, U. (2015). Brand Pemimpin Politik. Makna Informasi.
How social media is Shaping Political Campaigns. Knowledge at Wharton. (2020). Retrieved December 20, 2022, from https://knowledge.wharton.upenn.edu/article/how-social-media-is-shaping-political-campaigns/
Tambini, D. (2017). Internet and electoral campaigns - study on the use of internet in electoral campaigns. Council of Europe Publishing. Retrieved from https://edoc.coe.int/en/internet/7614-internet-and-electoral-campaigns-study-on-the-use-of-internet-in-electoral-campaigns.html
ADVERTISEMENT
Petrova, M., Sen, A., & Yildirim, P. (2021). Social Media and political contributions: The impact of New Technology on Political Competition. Management Science, 67(5), 2997–3021. https://doi.org/10.1287/mnsc.2020.3740
Alam, M. S., & Yousuf, M. (n.d.). Use of social media in politics- - diva portal. Retrieved December 27, 2022, from https://lnu.diva-portal.org/smash/get/diva2:1608836/FULLTEXT01.pdf