Konten dari Pengguna

Hubungan Internasional vs Hukum Internasional: Mungkinkah Selaras?

A A akbar
International Relations Analyst, Expert in International Law, Peace and Conflict Resolution Enthusiast
21 Januari 2025 12:16 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A A akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Create by AI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Create by AI
ADVERTISEMENT
Ketidakharmonisan antara ilmu hubungan internasional dan hukum internasional telah menjadi perdebatan yang cukup panjang sejak awal perkembangan kedua disiplin ini. Namun, realitas global saat ini menunjukkan bahwa keduanya saling membutuhkan untuk memahami dinamika dunia. Artikel ini akan mengulas lebih mendalam hubungan antara hukum internasional dan hubungan internasional, serta pentingnya kolaborasi keduanya dalam menciptakan harmoni di sistem global.
ADVERTISEMENT
Definisi Dasar: Hubungan Internasional dan Hukum Internasional
Sebelum membahas bagaimana dua disiplin ilmu, yaitu hubungan internasional dan hukum internasional, melihat realitas global penting untuk memahami definisi masing-masing sebagai landasan utama. Dalam literatur hubungan internasional, konsep hubungan internasional sering didefinisikan sebagai interaksi antarbangsa dalam berbagai aspek, yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Definisi ini mencakup hubungan yang bersifat politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri menggunakan istilah hubungan luar negeri sebagai padanan istilah hubungan internasional. UU ini menjelaskan bahwa hubungan luar negeri mencakup segala aktivitas yang bersifat regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, maupun warga negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang dimaksud hukum internasional? Pemikiran Prof. Mochtar Kusumaatmadja, menjadi rujukan utama dalam memahami konsep ini. Dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional yang diterbitkan pada tahun 1976 hingga kini masih menjadi referensi penting di berbagai fakultas hukum di Indonesia. hukum internasional didefinisikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara. Definisi ini mencakup hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain yang bukan negara, serta hubungan antar subjek hukum bukan negara.
Hubungan Erat Antara Hukum Internasional dan Hubungan Internasional
Hukum internasional berperan penting dalam hubungan internasional, terutama dalam mengatur pola perilaku negara dan aktor non-negara dalam interaksi global. Namun, jika hubungan internasional hanya dipahami sebagai kajian politik antarnegara ataupun masyarakat internasional tanpa melibatkan aspek hukum, maka peran hukum internasional menjadi kurang signifikan. Seperti yang dijelaskan Starke dalam An Introduction to International Law (1984), hukum internasional tidak menciptakan sistem hubungan internasional, tetapi bertindak sebagai kerangka pengatur yang mendukung stabilitas interaksi antar aktor di tingkat global.
ADVERTISEMENT
Apabila kita melihat dalam pandangan Hubungan Internasional, hukum internasional merupakan bagian integral kajian hubungan internasional. Hal ini dapat dibenarkan dengan fakta yakni hukum internasional merupakan akumulasi perilaku negara dalam hubungan internasional yang menjadi suatu kebiasaan dan puncaknya menjadi norma atau aturan hukum. Pada hakikatnya Hubungan Internasional menurut Daniel Frei dalam tulisannya tentang International Relations dalam Encyclopedia of Public Internasional Law (1986) merupakan kajian interdisipliner dimana hukum internasional, ekonomi internasional, dan sejarah diplomasi bertemu.
Menurut Prof. Mochtar Mas’oed, awalnya urusan internasional dianggap selalu melibatkan aspek hukum, sehingga tidak ada pemisahan jelas antara hukum internasional dan hubungan internasional. Saat itu, hukum dianggap membentuk politik, dan politik meresap ke dalam hukum, menjadikannya saling terkait. Akibatnya, sulit menentukan batas antara keduanya, dan pandangan ini mendorong anggapan bahwa hukum dan hubungan internasional merupakan disiplin yang tak terpisahkan hingga awal abad ke-20.
ADVERTISEMENT
Namun, situasi berubah drastis setelah Perang Dunia II. Para pakar hubungan internasional kecewa terhadap hukum internasional yang dianggap gagal mencegah perang, seperti terlihat dari tidak efektifnya aturan hukum era Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Akibatnya, hingga akhir 1970-an, hukum internasional cenderung diabaikan dalam kajian hubungan internasional karena dianggap kurang bermanfaat.
Dalam pandangan hukum internasional, perilaku negara dipandu atau hasil oleh aturan hukum internasional. Namun, pakar hubungan internasional melihatnya lebih kompleks, dipengaruhi oleh non-legal factors seperti kekuasaan, kepentingan, dan gagasan. mereka lebih skeptis dan realistis atas efektivitas hukum internasional, serta menilai pengaruh hukum internasional terhadap perilaku negara harus dibuktikan secara konkret, bukan sekadar asumsi.
Dalam simposium tentang disiplin Hubungan Internasional dan hukum di Indonesia (2003), K.S. Nathan, melalui tulisannya "Developing the Discipline of International Relations in Indonesia Higher Education in the Context of Globalization and Post-September 11 Era", menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hasil tawar-menawar dalam proses politik internasional, bukan hukum yang berdiri di atas negara-negara. Dengan kata lain, hukum internasional merefleksikan dinamika politik antarbangsa.
ADVERTISEMENT
Nathan juga mengkritik para pakar hukum internasional yang cenderung mengabaikan faktor kekuasaan (power) dalam hubungan internasional. Pendekatan mereka dianggap terlalu legalistik, apolitik, dan fokus pada dimensi mikro, sehingga sering mengesampingkan konteks politik yang lebih luas.
Dari pandangan ini, hukum internasional dapat diinterpretasikan sebagai alat yang merefleksikan kepentingan pembuatnya dan digunakan untuk mencapai tujuan politik. Kepatuhan negara terhadap hukum internasional sangat bergantung pada seberapa besar hukum tersebut memberikan keuntungan bagi negara yang bersangkutan. Sebaliknya, jika hukum internasional bertentangan dengan kepentingan nasional, maka negara cenderung tidak mematuhinya.
Hukum internasional berfungsi sebagai instrumen politik yang didasarkan pada realitas hubungan antarnegara. Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, dalam tulisannya “Hukum Internasional dalam Perspektif Negara Berkembang” (2006), menyatakan bahwa negara menggunakan berbagai instrumen politik seperti ketergantungan ekonomi, pertahanan, keamanan, dan hukum internasional untuk melindungi kedaulatan dan mencapai kepentingan nasional.
ADVERTISEMENT
Di era modern, hubungan antara hukum internasional dan hubungan internasional dipahami secara lebih matang. Keduanya tidak dapat dipelajari secara eksklusif, melainkan memerlukan pendekatan interdisipliner. Seperti yang ditegaskan Mochtar Kusumaatmadja, politik dan hukum saling bergantung (interdeterminan): politik tanpa hukum menjadi zalim, sementara hukum tanpa politik menjadi lumpuh.
Dalam praktiknya, hubungan internasional harus dijalankan dengan menghormati hukum internasional. Prinsip rule of law di tingkat internasional menjadi penting untuk memastikan kekuasaan dijalankan secara adil dan bertanggung jawab. Rosalyn Higgins, dalam jurnalnya “International Law in Changing International System” (1999), menegaskan bahwa “international law is inexorably intertwined with the international system in which it operates”. Dengan kata lain, hukum internasional dan sistem internasional saling terkait dan saling memengaruhi dalam membentuk dinamika global.
ADVERTISEMENT
Negara-negara saling membutuhkan dan memengaruhi satu sama lain, sehingga interaksi antarnegara menjadi keniscayaan. Dalam interaksi ini, prinsip ubi societas ibi Ius artinya di mana ada masyarakat, di situ ada hukum juga berlaku dalam hubungan internasional.
Sejak 1980-an, para pakar hubungan internasional mulai menyadari pentingnya memahami hukum internasional. Pasca Perang Dunia II, kemunculan organisasi internasional untuk menangani isu-isu kemanusiaan menggarisbawahi bahwa politik internasional bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga melibatkan negosiasi dan perjanjian internasional. Dalam buku "How International Law Works: A Rational Choice Theory" karya Andrew T. Guzman, dijelaskan bahwa hukum internasional memengaruhi perilaku negara melalui teori The Three Rs of Compliance: reputasi, timbal balik (reciprocity), dan pembalasan (retaliation), yang menentukan ketaatan negara terhadap hukum internasional.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, para pakar hukum internasional kini lebih realistis dalam memahami teori hubungan internasional. Teori ini membantu menjelaskan sejauh mana hukum internasional memengaruhi perilaku masyarakat internasional. Martin Dixon, seorang ahli hukum internasional, menyatakan bahwa dalam sistem hukum, subjek hukum cenderung mengutamakan kepentingan vital seperti sosial, ekonomi, politik, keamanan, dan budaya di atas ketentuan hukum yang berlaku.
Kesimpulan
Dengan mengintegrasikan hukum internasional dan hubungan internasional, diperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika dan realitas global, menciptakan kerangka kerja yang lebih efektif untuk mengelola interaksi antarnegara.