Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Melewati Desa Sentra Durian Alasmalang, Kemranjen, Banyumas
16 Oktober 2018 20:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Anwar Hadja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Walaupun saya orang asal Banyumas, belum pernah mengunjungi Desa Alasmalang, Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Bahkan sekedar lewat pun belum. Lain halnya dengan Kota Kecamatan Kemranjen yang memang dilewati Jalan Raya Bandung-Yogya, atau Purwokerto Yogya lewat Buntu.
ADVERTISEMENT
Toponim Desa Alasmalang, berasal dari Bahasa Jawa, karena di Banyuwangi, Jawa Timur, juga ada desa yang diberi nama Desa Alasmalang. Bagaimana dengan toponim Kemranjen? Kosa kata kemranjen tak ditemukan dalam kamus bahasa Banyumas. Saya duga kata kemranjen berasal dari kosa kata bahasa Sunda parajen, yang artinya tempat bermukim paraji alias dukun bayi. Dari kata parajen, berubah menjadi kata pamranjen, akhirnya menjadi kemranjen dengan makna yang sama. Bandingkan dengan kata kebarongan, yang artinya tempat tinggal para pemain seni barongan, singa jantan atau sisingaan. Kata barongan berasal dari bahasa Kawi yang diserap ke dalam bahasa Jawa maupun bahasa Sunda.
Dari sudut toponim, jelas bahwa nama-nama seperti Kemranjen, Sokawera, Kejawar, Kebarongan dan lainnya lagi, merupakan desa atau kota lama warisan Kerajaan Galuh yang memang banyak bertebaran di wilayah Banyumas dan Cilacap. Desa Alasmalang kemungkinan baru muncul pada jaman Mataram, Demak, atau pada jaman kerajaan Jawa yang lebih tua lagi, yakni Kerajaan Majapahit. Catatan seorang pengelana Sunda, Bujanggamanik yang sempat mengunjungi daerah Banyumas pada awal abad ke-16 M, menyebutkan bahwa Sungai Ciserayu, merupakan batas paing timur Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan. Dengan kata lain, wilayah timur Sungai Serayu, pada aba ke-16 M sudah menjadi wilayah Kerajaan Majapahit. Sumber lokal, menyebutkan tahun 1413 M, sebagai awal kekuasaan Kerajaan Majapahit menguasai wilayah sebelah timur Sungai Serayu.
ADVERTISEMENT
Saya berangkat dari kampung saya, Kalibagor pagi hari pukul 9.00, dengan tujuan Yogya. Biasanya lewat jalur tradisional, Kejawar-Krumput- Buntu- Kemranjen –Sumpiuh, terus menyusuri jalur selatan, Jalan Raya Buntu-Yogya, sampai tiba di Yogya. Tapi kali ini, Sang Driver yang masih keponakan, mengajak saya lewat sentra durian ikon agro bisnis Banyumas yang sedang ngetop, Desa Alasmalang. Ketika mobil sampai timur alun-alun Banyumas, langsung belok kiri, beberapa puluh meter kemudian belok kanan lewat Jalan Bhayangkara, lalu belok kiri lagi saat tiba di Jalan Raya Banyumas-Banjarnegara. Sampai Desa Sokawera, mobil belok kanan masuk Jalan Sokawera-Kemranjen. Nah, inilah jalan yang belum pernah saya lewati setiap kali saya mudik.
Jalan Sokawera-Kemranjen sudah diaspal mulus. Sayang terlalu sempit, sekalipun cukup untuk berpapasan dan bisa dilewati truk. Medannya lumayan berat dengan beberapa tikungan dan tanjakan tajam. Di tambah banyak pula kendaraan roda dua yang lalu lalang. Di kanan kiri jalan sudah banyak berdiri rumah-rumah penduduk. Tetapi juga melintasi hutan yang dipenuhi pohon-pohon rindang dengan batang kusam kering karena didera musim kemarau. Kendaraan roda empat lalu lalang dari arah berlawanan, terkadang dengan kecepatan tinggi. Sebuah truk disel warna kuning terseok-seok dan terengah-engah mencoba mendaki sebuah tanjakan, sulit disalip karena dari arah berlawanan bolak-balik melintas kendaraan roda empat, diikuti kendaraan roda dua yang juga berebut cepat melintasi jalan menurun. Terpaksa Sang Driver harus bersabar, dan bernafas lega setelah berhasil menyalip truk yang masih saja terseok-seok itu. Saya bayangkan, jika lebaran tiba dan banyak kendaraan yang melewatinya, nistaya akan terjadi kemacetan yang sulit diurai, jika tidak dijadikan jalur satu arah.
ADVERTISEMENT
Lapak-lapak tempat jual durian mulai tampak di kanan jalan saat kendaraan mulai melewati Desa Alasmalang. Sayang belum musim durian berbuah, sehingga lapak-lapak tampak sepi. Tapi ada saja pembeli yang datang untuk mencari bibit durian Alasmalang . Durian biasanya berbuah bersamaan dengan musim rambutan, leci, dan klengkeng.
Desa Alasmalang mencuat dan dikenal ke mana-mana, berkat kecakapan peladang dan petani setempat mengembangkan budidaya buah durian kualitas export tidak kalah dengan kualitas durian Bangkok atau Thailand. Durian Desa Alasmalang dibranding dengan nama durian Bawor. Bawor adalah tokoh punakawan dalam dunia wayang, khas daerah Banyumas. Dalam wayang Sunda, disebut Astrajingga atau Cepot, sedang dalam wayang Yogya dan Solo, disebut Bagong. Yang unik, penemu durian Bawor, bukan seorang berpendidikan formal sekolah pertanian. Tetapi seorang guru SD. Alasmalang, bernama Sarno Ahmad Darsono. Rupanya dia belajar seluk beluk tanaman durian dan tehnik okulasi secara otodidak. Satu-satunya gurunya dalam ilmu durian adalah ayahnya sendiri yang merupakan sosok durian mania.
ADVERTISEMENT
Durian merupakan tanaman tropis dan banyak ditemukan di Brunei, Malaysia, dan Indonesia. Asal durian masih jadi bahan perdebatan. Ada yang berpendapat Mindanau, Filipina merupakan tanah air durian, sebelum menyebar ke daerah lain. Tapi, besar kemungkinan Kalimantanlah tanah air durian, terutama jika dilihat dari banyaknya spesies durian yang ditemukan di Kalimantan. Durian Kalimantan mulai dikenal orang barat pada tahun 1856 M, melalui tulisan seorang peneliti alam penemu perbedaan flora dan fauna Indonesia Timur dan Indonesia Barat, Alfred Russel Wallace (1823 – 1913 M). Dalam bukunya The Malay Archipelago, dia menceriterakan pertemuan pertamnya dengan buah durian. “Di Kaliamtan saya menemukan buah durian matang di tanah, kemudian memakannya. Sejak itu saya gemar makan durian,” tuturnya dalam buku yang diterbitkan pada tahun 1869 M.
ADVERTISEMENT
Di antara negara ASEAN, Thailand adalah negara paling berjaya dalam mengembangkan budidaya durian. Padahal durian bukan tanaman asli Thailand. Pada tahun 1999 per tahun negara ini mampu memproduksi 700.000 ton durian, dan 400.000 ton berkhasil di export. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya menghasikan 265.000 ton/tahun. Malaysia hampir sama produksinya dengan Indonesia, tetapi sudah mampu mengekport 35.000 ton/ tahun. Tahun 2013, produksi durian Indonesia mencapai 700.000 ton/ tahun. Menyamai produksi durian Thailand tahun 1999! Anehnya, jumlah export durian Indonesia hanya 0,02 ton. Sementara export durian Thailand tetap stabil pada angka 400.000 ton naik sedikit. (Analysis of Tropical Fruits in Thailand, Center for Applied Economics Research Thailand)
Thailand menghasilkan durian unggul jenis Mon Thong dan Chanee yang juga membanjiri pasar import di tanah air kita. Durian Bawor sentra durian Alasmalang, tidak kalah dalam hal kualitas dengan durian Thailand. Potensi pertanian yang cocok untuk budidaya durian selain Alasmalang, adalah desa-desa tetangganya, yaitu Kebarongan, Karangsalam, dan Karanggintung.
ADVERTISEMENT
Konon rencana ke depan akan dikembangkan desa Agrowisata Durian di Kecamatan Kemranjen. Rencana yang bagus sebenarnya. Jika dilihat kondisi ekologi desa Alasmalang secara sepintas kilas, bukan tidak mungkin ke depannya bisa dibangun perkebunan durian skala agroindustri seperti di Thailand dan Malaysia. Thailand menyediakan luas lahan untuk perkebunan durian seluas 100.000 ha. Mengapa kita tidak bisa?
Tak terasa mobil sudah meninggalkan Desa Alasmalang, kami tiba di pertigan Jalan Raya Buntu-Gombong. Mobil pun belok kiri, menuju Yogya.[]