Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Etika Tim Medis: Transparansi Identitas Pasien Covid-19 dan Stigmatisasi
29 Desember 2020 13:22 WIB
Tulisan dari Yuniarti Apita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Solusi Untuk Menengahi Polemik Transparansi Identitas Pasien Covid-19 dan Stigmatisasi
ADVERTISEMENT
Dalam mengimplementasikan dan menerapkan unsur transparansi dalam membuka identitas pasien Covid-19 yang dilakukan oleh tim medis ternyata tidak sepenuhnya menguntungkan semua pihak. Di satu sisi pihak yang merasa diuntungkan karena adanya unsur transparansi ini yang dapat membantu mencegah penyebaran Covid-19, sedangkan pihak yang merasa dirugikan karena data identitasnya sebagai pasien Covid-19 dibuka secara umum otomatis akan menimbulkan stigma negatif yang nantinya akan menyudutkan pasien Covid-19 dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Berikut solusi untuk mengatasi polemik tersebut baik dari sudut pandang masyarakat maupun pemerintah:
Stigma pada awalnya timbul dari ketakutan, dari ketakutan itu muncul dari ketidaktahuan, sehingga kita harus melawan hal tersebut dengan mencari informasi yang tepat, dan benar dari sumber yang valid dan terpercaya. Hal ini dilakukan agar kita tidak berprasangka negatif yang akhirnya memicu terjadinya stigma negatif pada pasien Covid-19. Selain itu, menyebarkan informasi dan berita yang baik, seperti meneruskan informasi mengenai cara-cara pencegahan penularan Covid-19, menceritakan tentang kesembuhan pasien, maupun meneruskan kisah perjuangan para tim medis dalam membantu menangani Covid-19 ini dapat dilakukan agar kita dan pasien Covid-19 dapat berpikir positif dan juga untuk menghindari berita negatif yang dapat menimbulkan stigma negatif.
ADVERTISEMENT
Secara umum, ketika kita melabel seseorang maka kita akan cenderung memperlakukan orang tersebut sesuai dengan label yang telah kita berikan, sehingga seseorang tersebut juga biasanya akan cenderung merasakan dan memandang dirinya sendiri mengikuti label yang telah diberikan masyarakat kepada dirinya sendiri. Hal tersebut nantinya akan menimbulkan pemikiran bahwa dirinya ditolak dan berpengaruh negatif terhadap aktivitas seseorang dalam menjalankan kehidupan sosial, seperti menghancurkan kemampuan berinteraksi, mengurangi rasa harga diri, dan yang lebih utama adalah menjadikan hal tersebut beban pada dirinya sendiri yang justru dapat memperparah kondisi pasien Covid-19 ini. Oleh karena itulah, memberi label kepada seseorang, kelompok, etnis, ataupun asal daerah seseorang dengan sebutan sebagai penyebab dan penyebar Covid-19 harus dicegah dan dihindari.
ADVERTISEMENT
Dukungan dan semangat yang diberikan kepada pasien Covid-19 tersebut, nyatanya dapat membangkitkan hormon positif pada pasien yang membuat pasien dapat terus berpikir positif dan dapat membantu pasien untuk mencapai goals (tujuan) jangka pendeknya seperti berpikir bagaimana saya bisa sembuh, bisa duduk, bisa berdiri, lepas dari inkubasi. Hal ini membuat pasien Covid-19 jadi memiliki keyakinan dan kepercayaan untuk dapat sembuh dengan cepat karena pasien terus berpikir positif.
Dalam membuka identitas pasien Covid-19, pemerintah harus tetap memperhatikan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) yang menegaskan bahwa data pribadi milik pasien itu mutlak dikecualikan (pasal 17h, pasal 18, dan pasal 54 UU KIP), kecuali apabila pasien yang bersangkutan memberikan izin secara tertulis dan pelanggaran atas penggunaan informasi publik termasuk pasien dapat dikenai sanksi pidana. Artinya, dalam mengambil suatu kebijakan sebagai upaya penanggulangan virus Covid-19 pemerintah harus dapat membangun mekanisme keterbukaan informasi yang lebih terintegrasi, sehingga data pribadi pasien tetap dapat dilindungi dari stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Tentunya unsur transparansi yang dilakukan oleh tim medis dalam membuka identitas pasien Covid-19 penting untuk dilakukan dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Namun, disatu sisi sebab-akibat yang ditimbulkan juga harus dipikirkan secara matang agar nantinya tidak merugikan salah satu pihak.
Penulis: Putri Apriliana, Yuniarti Apita Tutiana (Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia)
Sumber:
Abudi, R., Mokodompis, Y., & Magulili, A. N. (2020). Stigma Terhadap Orang Positif Covid-19. Jambura Journal of Health Sciences and Research, 2(2), 77–84. https://doi.org/10.35971/jjhsr.v2i2.6012
Agustin, R., Rozaliyani, A., Hatta, G. F., & Prawirohardjo, P. (2020). Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan Identitas Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19 dan Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma Pasien Positif. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 4(2), 41. https://doi.org/10.26880/jeki.v4i2.46
ADVERTISEMENT
Rahman, F. F., Muhammadiyah, U., Timur, K., & Opportunities, A. I. (2020). Dilema Etik Dan Hukum Rahasia Kedokteran Saat Pandemic Covid-. February. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.33457.40802
Rizki Prananda, R. (2020). Batasan Hukum Keterbukaan Data Medis Pasien Pengidap Covid-19: Perlindungan Privasi VS Transparansi Informasi Publik. Law, Development and Justice Review, 3(1), 142–168. https://doi.org/10.14710/ldjr.v3i1.8000
Suhardi, G. (2020). Rahasia Rekam Medis. Mediaindonesia.Com. https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1771-rahasia-rekam-medis
Tim Administrator Kawal Covid. (2020). Mencegah dan Menangani Stigma Sosial Seputar COVID-19. Kawalcovid.Com.