Konten dari Pengguna

Faktor Psikologis Kim Jong Un : Upaya Perdamaian Semenanjung Korea

Apphia Angel
Perantau yang sedang menjelajahi pulau Bali untuk belajar menekuni perannya sebagai mahasiswa S1- Hubungan Internasional di Universitas Udayana.
25 Oktober 2023 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apphia Angel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : shutterstock/GAlexS
zoom-in-whitePerbesar
sumber : shutterstock/GAlexS
ADVERTISEMENT
Setiap pemimpin negara memiliki karakteristik dan perbedaan yang cenderung berbeda. Berangkat dari pendekatan kognitif, pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dapat dipengaruhi dari faktor psikologis individu yang dapat dilihat dari berbagai faktor seperti konsistensi kognitif, evoked set, emosi, citra, sistem keyakinan dan skema, analogi dan pengalaman, kepribadian pemimpin, dan gaya kepemimpinan (Alex Mintz & Karl DeRouen Jr., 2010).
ADVERTISEMENT
Adapun level analisis dalam menganalisis kebijakan luar negeri Korea Utara dalam melakukan pertemuan bilateral yang menghasilkan perjanjian perdamaian adalah menitikberatkan pada unit pembuat keputusan yakni individu. Keputusan Kim Jong Un menerima tawaran presiden Korea Selatan Moon Jae in untuk bertemu di perbatasan zona demilitarisasi di Panmunjon, perbatasan kedua negara. Ini bukan yang pertama, sebelumnya tahun 2000 dan tahun 2007 sempat terjadi pertemuan antar kedua pemimpin di Korea Utara. Tak heran, isu ini menarik perhatian publik paska ketegangan Korea Utara, Korea Selatan dan Amerika Serikat sempat terjadi pada tahun 2017. Selain adanya motif kepentingan negara, aliansi dan peran bantuan negara tetangga Republik Rakyat China yang tergolong faktor eksternal. Motif atau alasan pengambilan keputusan luar negeri ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis kepala negara.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara komunis, negara ini sangat tertutup akan dunia luar dan menjadi wilayah yang mengisolasi warganya. Kim Jong Un sebagai pemimpin Korea Utara dikenal dengan kediktatoran dan menerapkan sistem negara sentralistik. Dalam memutuskan bertemu dengan presiden Korea Selatan mengundang pertanyaan : selain faktor eksternal, apa saja faktor internal dari dalam diri Kim Jong Un selaku kepala negara yang dapat memicu pengambilan keputusan tersebut?
sumber : shutterstock/Prehistorik

Faktor Pskilogis Menurut Alex Mintz

Untuk menjawabnya penulis akan menganalisis menggunakan pendekatan kognitif dan menguraikan faktor-faktor psikologis menurut Alex Mintz. Pertama, dalam melihat kekonsistenan kognitif, nampaknya tindakan untuk bertemu dengan negara tetangga menjadi perilaku konsisten yang sudah dilakukan dari masa kepemipinan Kim Jong Il, saat itu pemimpin Korea Selatan yang melakukan perjalan ke Ibu Kota Korea Utara, Pyongyang, namun dalam meneruskan upaya perdamaian, Kim Jong Un memiliki perilaku yang berbeda sehingga mengubah sikap yang dikeluarkan. Pertemuan KTT antar Korea mengejutkan berbagai pihak karena sebelumnya pada tahun 2017, Korea Utara gencar melakukan uji coba rudal meskipun sudah dikenakan sanksi oleh PBB. Sejarah baru telah dicetak seorang pemimpin Kim Jong Un karena pertama kalinya melintasi garis perbatasan kedua negara. Kim Jong Un terkesan lebih fleksibel terhadap hubungan kedua negara paska perang Korea.
ADVERTISEMENT
Kedua, pencitraan dalam keputusan Kim Jong Un bertemu presiden Korea Selatan Kim Jong Un, membawa padangan stereotip atau mencipatakan label baru bagi Kim Jong Un. Upaya perdamaian ini mencuri pandangan publik yang telah menunggu kesepakatan ini dapat dijalankan. Terlebih lagi kesediaan Kim Jong Un untuk membicarakan penghentian program pengembangan rudal dan nuklir secara terbuka melalui dialog.
Ketiga, sistem keyakinan yang sebelumnya dianut oleh kakek dari Kim Jong Un dipatahkan melalui pertemuan bilateral, pemicu adanya program nuklir Korea Utara dipengaruhi oleh pemimpin negaranya yaitu Kim Il Sung. Menurut Kim II Sung, Korea Utara tidak perlu lagi tergantung pada negara lain untuk melindungi keamanan nasionalnya. Sedangkan, Kim Jong Un memiliki sistem keyakinan untuk meningkatkan hubungan antar kedua negara demi kesejahteraan bersama dan bersatu secara mandiri, bekerja sama mengurangi ketegangan militer dan Korea Utara akan bekerja sama mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea. Tujuan tersebut terangkum dalam hasil pembicaraan bilateral (Kompas, 28 April 2018 ).
ADVERTISEMENT
Keempat, Kepribadian Kim Jong Un sudah dibentuk sedari kecil, pengalamannya berkuliah di Universias Kim Il-sung pada tahun 2002 hingga 2007, merupakan kampus pelatihan perwira terkemuka di Pyongyang. Kim Jong Un telah menjadi salah satu kandidat dalam perlemen majelis rakyat tinggi Korea Utara dan diberikan jabatan tingkat menengah pada komisi militer sentral yang merupakan salah satu cabang militer Korea Utara pada tahun 2009. Setelah itu tahun 2010, Kim Jong Un dipromosikan menjadi setara jenderal. Pengalamannya menemani Kim Jong IL di pertemuan penting seperti perayaan ulang tahun partai buruh Korea, menerima hadiah dari para pemimpin asing dan tur bimbingan. Pengalaman ini membawa kepribadi Kim Jong Un yang sudah melihat tindakan ayahnya sebagai pemimpin sebelumnya dan penerapan kebijakan apa saja yang akan dipilih berdasarkan sistem pemerintahannya. Pertemuan Kim Jong Un dengan pemimpin Korea Selatan, melanjutkan dua pertemuan sebelumnya pada tahun 2000 dan 2007. Tahun 2000 Kim Jong Il dan Kim Dae Jung bertemu karena saat itu Korea Utara sedang dilanda kelaparan, Korea Selatan berusaha membantu mengirimkan ratusan ribu ton makanan dan pupuk (sunshine policy). Begitu juga tahun 2007, presiden Roh Moo-Hyun sepakat mendorong perkembanagn ekonomi dua negara, namun sayangnya perjanjian ini berlanjut memberikan ruang bagi Korea Utara mengembangkan senjata nuklirnya. Kelima, kediktatoran Kim Jong Un membentuk gaya kepemimpinan yang otoriter, pemimpin yang bergaya otoriter tidak terbuka akan pendapat hingga semua aspek kehidupan masyarakat dikendalikan. Dalam istilah internasional, otoriter dikenal dengan nama authorian leader. Kim Jong Un tergolong pemimpin yang absolut dan menginginkan semua rakyatnya patuh tanpa syarat kepada pemimpin dan pemerintahannya (Suara, 2020). Merasa mempunyai power yang lebih kuat menganggap semua keberhasilan negaranya terjadi karena hasil kepemimpinan Kim Jong Un.
ADVERTISEMENT
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini, Kim Jong menjalankan sistem pemerintahannya dengan keras sehingga sistem pemerintahannya berjalan sesuai kontrolnya,namun perlahan, Kim Jong Un dinilai mulai melunak dan terbuka dengan negara lain seperti Korea Selatan karena kebutuhannya akan “keamanan” setelah uji coba nuklir di Korea Utara gagal. Pertemuan kedua negara ini sekaligus membuka jalan bagi Korea Utara bertemu Amerika Serikat selaku negara blok barat yang menjadi lawannya saat perang dingin.
Referensi
Alex Mintz, & Karl DeRouen Jr. (2010). Understanding Foreign Policy Decision Making (pp. 97–120). United States of America by Cambridge University Press, New York.
Authoritarian Leadership Style: Gaya Kepemimpinan yang Dipakai Kim Jong-un. (2020, June 19). Suara.com. https://yoursay.suara.com/news/2020/06/19/121959/authoritarian-leadership-style-gaya-kepemimpinan-yang-dipakai-kim-jong-un
KTT Korea yang bersejarah dipenuhi dengan simbol-simbol. (n.d.). BBC News Indonesia. Retrieved April 4, 2022, from https://www.bbc.com/indonesia/dunia-43910752
ADVERTISEMENT
Media, K. C. (2018, January 9). Inilah Momen Ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan Selama 68 Tahun Halaman all. KOMPAS.com. https://internasional.kompas.com/read/2018/01/09/12084661/inilah-momen-ketegangan-korea-utara-dan-korea-selatan-selama-68-tahun?page=all
Penelitian, P., Keahlian, B., & Ri, D. (2018). KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL PUSLIT BKD. https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-9-I-P3DI-Mei-2018-183.pdf
Welle (www.dw.com), D. (n.d.). Pemimpin Dua Negara Korea Gelar Pertemuan Bersejarah | DW | 27.04.2018. DW.COM. https://www.dw.com/id/pemimpin-dua-negara-korea-gelar-pertemuan-bersejarah/a-43558583