Ayah, Mobil Kantor untuk ke Kantor

Apria W Alfisa
Berusaha untuk Berguna untuk orang lain
Konten dari Pengguna
1 Juni 2021 10:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apria W Alfisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi Mobil Kantor dan Mobil Probadi. Gambar: Dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi Mobil Kantor dan Mobil Probadi. Gambar: Dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Alkisah, dahulu kala ada seorang khalifah sedang mengerjakan tugas kenegaraan pada suatu malam di salah satu sudut ruang kerajaan. Tiba-tiba datang putranya hendak membicarakan masalah keluarga. Sang Khalifah lalu mematikan lampu minyak di meja kerjanya dan meminta untuk diambilkan lampu minyak yang lain sambil berkata, "Karena pembicaraan ini pembicaraan keluarga dan tidak ada urusannya dengan tugas negara, maka penerangan ini tidak boleh dari lampu milik kerajaan dan minyaknya juga dibeli dari uang negara. Kita harus pakai lampu minyak milik sendiri yang minyaknya juga dibeli dari uang pribadi."
ADVERTISEMENT
Celoteh anak ragil saya, "Ayah, mobil kantor untuk ke kantor", seketika mengingatkan saya kisah di atas yang beberapa kali saya dengar waktu kecil saat ngaji di madrasah. TPA kalau sekarang. Saya yakin celoteh anak saya karena dia pengin naik mobil keluarga yang jauh lebih nyaman dari mobil dinas kantor. Alasan saya pakai mobil dinas kantor dengan keluarga seringnya karena merasa repot kalau harus keluar masukin kendaraan ke garasi, karena kebetulan garasi hanya cukup untuk 1 mobil.
Tidak hendak memperdebatkan apakah kisah sufi di atas memang ada atau hanya pelajaran untuk mengajarkan budi pekerti ke anak-anak madrasah, terlepas juga bagaimana kita menilai sebuah titipan barang milik kantor, namun kisah itu paling tidak bisa jadi pengingat diri bahwa batas antara milik sendiri dan milik kantor, milik negara, milik umat bisa sangat tipis, terutama yang berkecimpung di pemerintahan yang jelas ada uang rakyat (pajak) di sana.
ADVERTISEMENT
Tentu pasti akan ada perdebatan jika membicarakan barang dinas yang bisa dibawa ke rumah. Ada komputer jinjing, ada telepon genggam, dan juga kendaraan baik motor maupun mobil. Hampir tidak pernah ada perjanjian tertulis bahwa barang kantor boleh dipakai untuk apa aja. Semua sesuai permakluman. Apa yang dianggap wajar ya enggak papa. Pakai pulsa atau paket data yang dibelikan kantor untuk keperluan pribadi, misalnya. Atau pakai komputer jinjing untuk mengerjakan tugas anak, cetak tugas anak pakai kertas kantor dan printer kantor. Dan juga pakai mobil kantor untuk urusan pribadi termasuk jatah bahan bakarnya.
Ketika segala sesuatunya tidak jelas lagi batasannya, ketika sudah sulit membedakan antara yang boleh dan tidak, ukurannya jadi berubah menjadi pantas atau tidak pantas, wajar atau tidak wajar, maka saatnya untuk bertanya pada diri sendiri. Bertanya pada hati kecil, bertanya pada nurani dan mencari jawaban pertanyaan yang paling jujur dari diri. Berusaha tidak melawan hati untuk mencari jawaban terbaik.
ADVERTISEMENT
Wallahu a'lam