Ketidakjujuran Itu Menggodaku

Apria W Alfisa
Berusaha untuk Berguna untuk orang lain
Konten dari Pengguna
1 November 2022 14:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apria W Alfisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketidakjujuran itu identik dengan kebohongan. Foto: dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ketidakjujuran itu identik dengan kebohongan. Foto: dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Setan itu suka banget memperindah suatu perbuatan yang salah jadi nampak indah di mata manusia".
ADVERTISEMENT
Malam itu seorang teman menelpon, ngobrol ngalor ngidul tentang berbagai macam hal. Sampai juga ke masalah kerjaan. Yang ternyata ada miripnya ketika harus membuktikan bahwa kita sedang di lapangan. Harus dibuktikan dengan foto yang dikirim ke WhatsApp Grup. Teman ini menyarankan supaya saya mengkoleksi banyak foto sehingga sewaktu-waktu diperlukan bisa langsung upload dan kirim ke big boss.
Tentu itu jadi pemikiran saya. Apa saya harus begitu juga? Beberapa kali berusaha jujur malah jadi 'ancur'. Tiba-tiba teringat sebuah pernyataan, "Kebaikan tetaplah suatu kebaikan meskipun hanya tinggal 1 orang yang melakukan. Dan kejahatan tetaplah kejahatan meskipun semua orang melakukannya".
Bentuk ketidakjujuran itu sangat banyak bertebaran di sekitar kita. Ketidakjujuran identik dengan kebohongan. Mulai dari hal sepele seperti memanipulasi foto, mengurangi timbangan, mengambil yang bukan haknya, berselingkuh, dan hal lainnya. Terlalu banyak untuk disebutkan. Saya pun pasti pernah tergoda untuk mencobanya. Tentu muncul alasan permisif yang kita amini untuk melakukan itu. "Toh, tidak merugikan orang lain", "Hanya sekali", "Asal sama-sama tahu aja", dan alasan permisif lainnya.
ADVERTISEMENT
Seorang ustad pernah menyampaikan kalau kita ragu akan suatu perbuatan, apakah itu baik atau tidak, apakah itu pantas atau tidak, hendaknya bertanya kepada hati nurani. "Hati nurani kita tidak pernah diajari untuk berbohong".
Awal ketika melakukan ketidakjujuran pasti gelisah. Takut ketahuan. Seiring waktu dengan 'amannya' ketidakjujuran itu, maka bentuknya akan semakin berkembang. Semakin berani dan semakin pintar menyembunyikan dan mengemas ketidakjujuran itu.
Dalam suatu hubungan, baik atasan bawahan, pasangan/suami istri, atau hubungan apapun antara 2 pihak atau lebih, pasti harus dilandasi oleh suatu kepercayaan bukan ketidakjujuran.
Kepercayaan itu seperti vas bunga keramik. Sekali tersenggol dan terjatuh, dengan ketekunan dan kasih sayang bisa diperbaiki dan masih layak dipakai untuk menyimpan bunga lagi. Saat terjatuh lagi, butuh upaya lebih untuk memperbaiki dan menyatukan pecahan yang berserakan. Ketika sudah berkali-kali jatuh, maka vas itu akan remuk dan mustahil dikembalikan seperti semula.
ADVERTISEMENT
Wallahu a'lam.