Sakit, antara Ujian dan Teguran

Apria W Alfisa
Berusaha untuk Berguna untuk orang lain
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2022 20:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apria W Alfisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tangan yang Diinfus. Gambar: Dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tangan yang Diinfus. Gambar: Dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semua dari kita pernah mengalami sakit. Mulai sakit yang ringan sampai dengan yang berat. Ringan dan beratnya sakit untuk setiap orang tentu beda kadarnya. Buat orang yang sudah sering keluar masuk rumah sakit, sudah sering diberi tambahan cairan dengan infus, tentu beda dengan orang yang baru pertama kalinya ditusuk jarum infus.
ADVERTISEMENT
Itu yang Allah SWT takdirkan ke saya. Pertama kali harus ditusuk jarum infus. Sering diambil darah, tapi itu ditusuk di bagian yang 'empuk' dari tangan kita. Disuntik juga demikian. Entah disuntik di lengan atau bagian tubuh lain kita. Pasti di bagian yang banyak dagingnya. :-)
Jarum infus ditusukkan di punggung tangan. Karena pembuluh darah saya kecil, sampai harus diganti dengan jarum untuk anak-anak. Rasanya beda dengan disuntik atau diambil darah. Nyeri hanya terasa ketika jarum masuk. Selesai. Tapi ini masih ada rasa perihnya meskipun berkurang seiring waktu infus. 2 jam selesai. Yang dimasukkan pun bukan yang serius, hanya semacam vitamin, Warnanya juga merah muda. Perawat bilang darah saya terlalu kental.
ADVERTISEMENT
Banyak literatur dan ceramah ustad yang menyampaikan bahwa sakit itu sebagai penggugur dosa. Jika kita tetap sabar dan menerima dengan ikhlas, sakit bisa berfungsi seperti mesin cuci, yang mencuci sebagian dosa-dosa kita agar mengurangi proses pencucian dosa kita di akhirat kelak. Naudzubillah min dzalik.
Sakit juga bisa berarti bentuk pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya. Dengan sakit, dipaksa beristirahat dan terhindar dari rutinitas yang mungkin jika tidak 'diberhentikan' bisa menjadi lebih sakit di fisik atau mental.
Saya pribadi lebih cenderung menganggap kalau terkena sakit itu sebagai teguran dari Allah SWT, dengan tidak menafikan kemungkinan yang lain. Jika sakit, maka yang pertama kali saya review adalah tingkah dan laku saya beberapa saat atau beberapa waktu yang lalu. Apa dosa yang sudah saya lakukan, atau adakah seseorang yang saya zalimi atau sakiti hatinya dengan perbuatan, ucapan, atau tulisan saya.
ADVERTISEMENT
Kalau yang kita lakukan melanggar aturan Gusti Allah SWT., tentu satu-satunya jalan adalah segera bertobat, namun kalau itu ternyata melibatkan orang lain, tentu harus sungguh-sungguh meminta maaf. Keridhoan orang yang kita sakiti merupakan pintu ampunan Allah SWT. agar kita bisa segera bebas dari sakit yang diderita.
Baru-baru ini seorang sahabat bertanya di postingan facebook, "Lha ngopo maseh...". Spontan saya menjawab:
ADVERTISEMENT
Sakit bisa jadi ujian, teguran, atau (bahkan mungkin) musibah dari Allah SWT itu tergantung bagaimana kita memandangnya. Yang jelas harus kita yakini, bahwa apa yang datang dari Allah SWT., pasti yang terbaik buat kita.
Wallahu a'lam.